Berita

Universitas Islam Internasional Indonesia/Net

Dahlan Iskan

I-baru CSIS

SABTU, 20 MEI 2023 | 05:13 WIB | OLEH: DAHLAN ISKAN

YANG dicari tidak ketemu, yang ketemu yang tidak dicari. Saat mencari Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia ke kampus barunya pekan lalu saya justru bertemu orang yang tidak saya sangka: Prof Dr Iwan Jaya Azis.

Guru Besar Cornell University, Ithaca, Amerika Serikat. Ahli ekonomi itu lagi di perpustakaan UIII. Maka di perpustakaan inilah saya "nyangkut" lama.

Sudah 30 tahun tidak pernah baku dapa dengannya.

Waktu muda dulu saya selalu membaca tulisan ekonomi Iwan  di majalah Prisma. Tulisan yang selalu serius. Dengan tabel dan grafik hasil penelitian. Sebagai lulusan pesantren, saya tidak mengerti isi artikel itu. Tapi saya baca terus. "Sampai kelak saya harus mengerti semua itu," kata saya saat itu, dalam hati.

Yang lebih penting bagi saya: beliau putra pemilik harian Surabaya Post. Raja koran di Surabaya. Sebelum Jawa Pos menjadi raja berikutnya. Ayahnya, Abdul Azis, asli Pamekasan.

Zaman itu saya sering bertanya-tanya: mengapa putranya yang begitu hebat tidak dipanggil pulang untuk meneruskan Surabaya Post. Terutama ketika ayahnya meninggal dunia di usia yang belum tua. Tentu agar kerajaan Surabaya Post tetap jaya.

Iwan Jaya ternyata pernah mencoba menangani manajemen Surabaya Post. Sebentar. Tapi hatinya bukan di bisnis. Bukan di jurnalistik. Jiwanya adalah ilmuwan. Guru. Peneliti.

Dan lagi, Iwan sangat diperlukan di Cornell University. Saya pun terkagum-kagum: ada orang Indonesia sangat diperlukan di Universitas begitu terkemuka di Amerika.

Seorang temannya bercerita ke saya: setiap kali Iwan minta berhenti, jabatannya dinaikkan. Bahkan, ia pernah menjadi kepala jurusan di sana.

Saya pun ngobrol dengan Mas Iwan. Obrolan terlihat asyik. Lalu Prof Bahrul Hayat, wakil rektor U3I, minta saya ngobrol di depan kamera podcast. Kami pun ke ruang podcast U3I. Saya diminta sebagai pewawancara.

Usai dengan saya Prof Iwan masih meneruskan podcast itu dengan pewawancara sebenarnya.

Prof Jamhari Makruf, juga wakil rektor, bergabung saat keliling ke gedung perkuliahan. Ia pakai blangkon Jawa. Asli Klaten, dekat pabrik gula. Ia guru besar antropologi Islam. Disertasinya tentang ziarah kubur.

Para pengujinya di Australia sampai pada ingin lihat kuburan.

"Saya pernah tidur di kuburan Sunan Mbayat tiga bulan," ujarnya. Awalnya tidak takut. Kian lama kian banyak pengunjung yang bercerita tentang hantu di kuburan itu. "Lama-lama merinding juga," guraunya.

Makam itu hanya 13 km dari rumahnya di Klaten.

Di perpustakaan itu saya berpisah dengan Iwan Jaya Azis. Saya berjanji kalau ke Ithaca lagi akan mampir rumahnya.

Saya pun ke arah buku-buku yang dulu milik perpustakaan CSIS, yang dihibahkan ke U3I. Huruf 'I' di CSIS ternyata fleksibel sehingga nama CSIS bisa abadi. Dari Center for Strategic and International Studies menjadi Center for Strategic and Islamic Studies.

Dan ternyata tidak hanya perpustakaan CSIS yang pindah ke U3I. Juga seorang peneliti di sana: Philips Vermonte. Dr Philips sekarang menjabat dekan fakuktas ilmu sosial S-2 U3I.

Prof Komaruddin Hidayat, rektor U3I, mengirim humor ke saya soal Philips Vermonte dan CSIS. Kisahnya terjadi saat CSIS berulang tahun ke 45 di tahun 2016.

Di acara besar itu, tokoh Banser yang kini jadi tokoh Golkar diminta memberi sambutan: Nusron Wahid.

Ia dianggap "mewakili" kalangan NU. "Waktu saya mau merantau ke Jakarta, saya pamit kiai," ujar Nusron seperti ditirukan Prof Komar.

Saat pamitan itu, sang kiai berpesan: di Jakarta nanti jangan ke CSIS. Alasannya, CSIS itu singkatan cina senang Indonesia susah. Seisi auditorium CSIS itu pun tertawa gemuruh.

Testimoni berikutnya dari Fajar Haq yang dianggap mewakili kalangan muda Muhammadiyah. Ia juga pamit kiai untuk pindah ke Jakarta. Pesan sang kiai sama, hanya beda singkatan: cina senang inlander susah.

Seisi auditorium kembali bergemuruh. Prof Komar masih ingat, Wapres (saat itu) Jusuf Kalla ikut terpingkal. Demikian juga Buya Syafii Maarif dan Ahok.

Pak JK juga diminta memberi sambutan. Orang memang menilai CSIS itu begitu. "Tapi pemilik CSIS itu yang justru selalu mendukung saya," ujar JK disambut gerrrr.

Maksudnya adalah: Jusuf Wanandi. Ia adalah pendiri CSIS. Setiap Pemilu Jusuf Wanandi selalu menjadi tim sukses JK. Pun ketika banyak yang marah ia tetap mendukung JK.

Lalu Prof Komar tampil sebagai pembicara terakhir. "Ternyata hanya orang Padang yang justru mendukung CSIS," ujar Komar. "Nusron orang Jawa. Fajar orang Jawa. Pak JK orang Makassar. Tapi ada satu orang Padang yang justru menjadi andalan CSIS," ujar Prof Komar melucu.

Yang dimaksud orang Padang itu adalah Direktur Eksekutif CSIS yang kini menjabat dekan di U3I itu: Philips Vermonte. Ia asli Padang. Islam.

Jusuf Wanandi sendiri lahir di Sawahlunto, Sumbar.

Masih banyak peneliti asal Minang di CSIS: Indra Piliang, Imelda Maidir, Titik Anas, Yose Rizal Damuri, Arya Fernandes...

"Rupanya, di Minang, I di CSIS itu dianggap singkatan Islam," celetuk Komar. Tentu tawa hadirin lebih bergemuruh lagi.

Ayah Vermonte asli Solok. Ibunya Bukittinggi. SMA-nya di Jakarta. Lalu ke UII. Setelah itu Vermonte mendapat beasiswa Fullbright untuk meraih gelar doktor politik di Northern Illinois, Chicago.

"Saya lahir di RS Vermont, Manila" jawab Philips Vermonte.

Saya memang menghubungi Philips. Khusus bertanya soal nama Vermonte itu. "Vermont ke Vermonte kan tinggal nambahi satu huruf e," guraunya.

Populer

KPK Kembali Periksa Pramugari Jet Pribadi

Jumat, 28 Februari 2025 | 14:59

Sesuai Perintah Prabowo, KPK Harus Usut Mafia Bawang Putih

Minggu, 02 Maret 2025 | 17:41

Digugat CMNP, Hary Tanoe dan MNC Holding Terancam Bangkrut?

Selasa, 04 Maret 2025 | 01:51

Lolos Seleksi TNI AD Secara Gratis, Puluhan Warga Datangi Kodim Banjarnegara

Minggu, 02 Maret 2025 | 05:18

CMNP Minta Pengadilan Sita Jaminan Harta Hary Tanoe

Selasa, 04 Maret 2025 | 03:55

KPK Terus Didesak Periksa Ganjar Pranowo dan Agun Gunandjar

Jumat, 28 Februari 2025 | 17:13

Bos Sritex Ungkap Permendag 8/2024 Bikin Industri Tekstil Mati

Senin, 03 Maret 2025 | 21:17

UPDATE

BRI Salurkan KUR Rp27,72 Triliun dalam 2 Bulan

Senin, 10 Maret 2025 | 11:38

Badai Alfred Mengamuk di Queensland, Ribuan Rumah Gelap Gulita

Senin, 10 Maret 2025 | 11:38

DPR Cek Kesiapan Anggaran PSU Pilkada 2025

Senin, 10 Maret 2025 | 11:36

Rupiah Loyo ke Rp16.300 Hari Ini

Senin, 10 Maret 2025 | 11:24

Elon Musk: AS Harus Keluar dari NATO Supaya Berhenti Biayai Keamanan Eropa

Senin, 10 Maret 2025 | 11:22

Presiden Prabowo Diharapkan Jamu 38 Bhikkhu Thudong

Senin, 10 Maret 2025 | 11:19

Harga Emas Antam Merangkak Naik, Cek Daftar Lengkapnya

Senin, 10 Maret 2025 | 11:16

Polisi Harus Usut Tuntas Korupsi Isi MinyaKita

Senin, 10 Maret 2025 | 11:08

Pasar Minyak Masih Terdampak Kebijakan Tarif AS, Harga Turun di Senin Pagi

Senin, 10 Maret 2025 | 11:06

Lebaran di Jakarta Tetap Seru Meski Ditinggal Pemudik

Senin, 10 Maret 2025 | 10:50

Selengkapnya