Aktivitas tambang PT Musi Prima Coal, kontraktornya PT Lematang Coal Lestari baru saja divonis denda akibat merusak lingkungan/RMOLSumsel
Lematang Coal Lestari divonis membayar denda sebesar Rp 2 miliar akibat terbukti melakukan perusakan lingkungan, yakni memindahkan alur sungai penimur.
Kasus yang telah berlangsung selama beberapa tahun ke belakang ini akhirnya mencapai puncaknya, namun menurut aktivis lingkungan Kawali Sumsel vonis ini seharusnya bisa lebih tinggi.
"Sesuai regulasi undang-undang, vonis yang diberikan kepada perusahaan perusak lingkungan ini cukup rendah, terlebih jika dibandingkan dengan kerusakan dan apa yang dialami masyarakat bertahun ke belakang," kata Ketua Kawali Sumsel, Chandra Anugerah dikutip dari
Kantor Berita RMOLSumsel, Selasa (16/5).
Setidaknya ada dua poin yang menjadi catatan Kawali Sumsel atas vonis ini. Pertama menurut Chandra vonis ini membuktikan lalai dan abainya regulator dalam hal ini Ditjen Minerba Kementerian ESDM, melalui Inspektur Tambang penempatan Sumsel.
Apalagi Kawali telah berulang kali mengingatkan inspektur tambang ini, termasuk Dinas ESDM dan Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Sumsel terkait apa yang dilakukan oleh perusahaan ini.
"Regulator yang abai membuat kerusakan lingkungan semakin parah, bahkan kami menduga ada permainan antara mereka ini, termasuk juga fungsi Komisi IV DPRD yang terkesan main mata," jelasnya.
Dugaan permainan atau kongkalikong ini juga telah beberapa kali diulas oleh
Kantor Berita RMOLSumsel, tidak hanya berkaitan dengan kasus yang dilakukan oleh PT Lematang Coal Lestari, tetapi juga perusahaan tambang lain di Sumsel.
"Oleh sebab itu, kami sekali lagi meminta Kordinator Inspektur Tambang Sumsel saat ini diganti. Harus ada evaluasi, karena vonis ini jadi bukti mereka (inspektur tambang) tidak kompeten dalam membina dan mengawasi aktivitas tambang (di Sumsel)," ujarnya.
Kedua menurut Chandra, vonis ini juga membuktikan bahwa perusahaan yang merupakan kontraktor PT Musi Prima Coal ini tidak menerapkan good mining practise. Sehingga lewat vonis ini pula, Kawali meminta Ditjen Minerba mencabut izin usaha perusahaan tersebut.
"Sekarang berani atau tidak Ditjen Minerba bersih-bersih? Sudah terlalu banyak kasus, terlalu banyak mafia. Perusahaan ini salah satunya, yang sudah merusak dan hanya mengambil keuntungan namun merugikan masyarakat dan lingkungan Sumsel," ungkapnya.
Berkaitan dengan mafia, di perusahaan ini menurut Kawali Sumsel juga terdapat operator berinisial S, yang selama ini kerap menjadi penghubung dan penyelesai atas pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan tersebut.
"Antara PT Lematang Coal Lestari dan PT Musi Prima Coal ini terikat dalam satu bagian, termasuk pula dengan pembangkit listrik PT GHEMMI. Banyak catatan kami atas pelanggaran mereka yang kini telah pula kami laporkan ke pihak berwajib," kata Chandra.
Pelanggaran itu menurut Chandra antara lain, mulai dari timbunan Fly Ash Bottom Ash (FABA) yang kini tengah ditangani Kejati Sumsel, pelanggaran AMDAL pelabuhan yang baru-baru ini dikeluhkan warga, juga berbagai pelanggaran lain.
Sebelumnya diberitakan, Kasus kerusakan lingkungan dengan modus pemindahan alur Sungai Penimur yang dilakukan perusahaan kontraktor pertambangan, PT Lematang Coal Lestari (LCL) telah disidang oleh Pengadilan Negeri (PN) Muara Enim.
Dalam perkara Nomor 31/Pid.B/LH/2023/PN Mre itu, Hakim Pengadilan Negeri Muara Enim yang diketuai Yudi Noviandri memvonis perusahaan tersebut dengan pidana denda sebesar Rp2 miliar.
PT LCL yang diwakili Penanggung Jawab Operasional (PJO), Zambi telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja melakukan kegiatan pelaksanaan konstruksi prasarana sumber daya air dan nonkonstruksi pada sumber air tanpa memperoleh izin dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.