Berita

Ilustrasi/Net

Dunia

Selain Sadap Ponsel, China juga Kriminalisasi Muslim Uighur yang Memiliki Aplikasi Al Quran

SELASA, 09 MEI 2023 | 16:36 WIB | LAPORAN: HANI FATUNNISA

Kebijakan represi China terhadap etnis minoritas Uighur di Xinjiang terus mengalami peningkatan.

Baru-baru ini, sebuah laporan yang dirilis Human Rights Watch (HRW) menyebut China telah melakukan pemantauan ilegal lewat ponsel warga Uighur dan mengkriminalisasi warga yang memiliki aplikasi keagamaan Islam.

Mengutip Al-Jazeera pada Selasa (9/5), seluruh warga Uighur dipaksa mengunduh aplikasi Jingwang Weishi, yang memungkinkan pihak berwenang memantau konten ponsel mereka.


Bahkan, turis yang mengunjungi Xinjiang juga diwajibkan memiliki aplikasi serupa yang disebut Fengcai.

Penjabat direktur China di HRW, Maya Wang, mengatakan bahwa pihak berwenang dengan sengaja menggunakan penyadapan itu untuk membatasi ruang gerak muslim Uighur.

Wang menyebut aplikasi atau konten yang bermuatan keagamaan sangat dilarang pemerintah, bahkan bacaan dari Al-Quran dan lagu-lagu Islami dianggap sebagai dukungan terhadap ekstremisme yang mengancam keamanan Beijing.

"Pemerintah China secara keterlaluan dan berbahaya menggabungkan Islam dengan ekstremisme kekerasan untuk membenarkan pelanggaran menjijikkan terhadap Muslim Turki di Xinjiang," kata Wang.

Untuk itu, Wang mendesak agar PBB segera mengambil tindakan yang sudah lama tertunda dengan menyelidiki pelanggaran pemerintah China di Xinjiang dan sekitarnya.

HRW memiliki data kepolisian Xinjiang yang bocor ke Intercept tahun 2019. Data itu berisi 11,2 juta pencarian yang berasal dari penyadapan 1 juta ponsel Uighur antara 2017 dan 2018.

Setelah diperiksa, data itu menunjukkan bahwa bahwa 57 persen konten yang diidentifikasi bermasalah oleh kepolisian China adalah materi keagamaan biasa.

Hanya 9 persen dari file yang ditandai berisi konten kekerasan dan 4 persen berisi konten yang menyerukan kekerasan terorisme.

Setelah meluncurkan "Kampanye Strike Hard against Violent Terrorism" pada tahun 2014, China meningkatkan upayanya untuk memasukkan pengawasan massal melalui pengumpulan data biometrik, aplikasi kepolisian, dan teknologi pengenalan wajah.

Beijing membantah melakukan pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang dan mengatakan bahwa pusat pendidikan ulangnya sangat pentin untuk memerangi ekstremisme kekerasan dan mengentaskan kemiskinan.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya