Ekonom senior Rizal Ramli/Net
Perkembangan ekonomi nasional berpeluang meningkat signifikan melalui industrialisasi. Namun, ada satu masalah yang justru menghambat potensi itu, yakni dari segi regulasi.
Mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri (Menko Ekuin), Rizal Ramli menyebut, ada beberapa komponen yang bisa mewujudkan potensi industrialisasi nasional.
“Harus industrialisasi. Kalau kita ngomong industrialisasi itu kan ada 3 komponen. Satu teknologi,” ujar Rizal Ramli dalam sebuah video yang ia posting melalui akun Instagramnya, Sabtu (6/5).
Menko Ekuin era Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini menjelaskan, pengembangan teknologi menjadi satu komponen penting untuk pembangunan industrialisasi.
Setidaknya, ia menyebutkan ada beberapa negara yang memulai pengembangan industrialisasi dengan mempelajari caranya dari negara lain.
“Teknologi kita bisa nyontek yang namanya
reverse engginering. Semua begitu. Jepang dulu nyontek dari Amerika, Korea nyontek dari Jepang,” urainya.
Selain mendorong
reverse engginering, Rizal Ramli menyarankan agar komponen pembiayaan juga diperhatikan pemerintah. Karena, pembiayaan untuk industrialisasi di Indonesia terbilang mahal.
“Di dalam industri manufaktur itu
reable cost itu biasanya cuma 15 persen, biaya lain-lain buat nyogok birokrasi dan lain-lain itu hampir lebih tinggi dari itu. Makanya Indonesia tidak pernah kompetitif, karena biaya birokarasinya 15-20 persen dari total cost,” katanya.
Salah satu biang kerok dari biaya berusaha mahal di Indonesia, disebutkan mantan Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog) ini, adalah regulasi perizinan berusaha yang dikeluarkan pemerintah.
“Kalau dengarin pidato Pak Jokowi kan bagus, ‘kita sederhanakan birokrasi supaya tidak terlalu banyak aturan’, lalu dia buat omnibus law cipta kerja, tebalnya seribu halaman,” ketusnya.
Keberadaan omnibus law tersebut, dianggap Rizal Ramli sebagai malapetaka bagi pengusaha kecil dan menengah.
“Jadi birokrat itu senang banget ada omnibus law, seribu halaman tebalnya. Misalnya, ada yang mau izin usaha, tapi dibilang tidak bisa karena ada pasal ini. Akhirnya mau enggak mau nyogok,” ucapnya mencontohkan.
“Jadi omnibus law iktikadnya, (dilihat dari pidatonya Jokowi), itu untuk membuat lebih kuat sektor industri dan bisnis, tapi kenyataannya sebaliknya. Nanti kita batalin,” tegasnya menambahkan.
Lebih lanjut, sosok yang kerap disapa dengan akronim RR, menyebutkan komponen ketiga yang memengaruhi perkembangan industrialisasi adalah
capital cost.
“
Capital cost Indonesia pro impor. Karena impor sangat gampang, enggak ada tarif yang berarti,” sembungnya menyebutkan.
Akan tetapi, kebijakan impor pemerintahan Jokowi juga tidak membuat industrialisasi di dalam negeri berkembang.
“Karena untuk usaha kecil dan menengah hanya 18 persen, sisanya buat yang besar. Padahal yang besar bisa ngerebutin saham, pinjam di luar negeri,” ungkapnya.
Maka dari itu, Rizal Ramli berharap pemimpin yang akan menjadi presiden ke depan bisa mengubah kebijakan impor yang ada sekarang.
“Kita harus ubah lah. Nanti kita naikin (slot impor) untuk UKM 30 persen. Kalau itu terjadi UKM hidup, walau resesi dunia kita mah happy-happy aja,” demikian Rizal menambahkan.