Berita

Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul M. Jamiluddin Ritonga/RMOL

Politik

Bacaan Plus Minus Koalisi Besar Pilpres 2024

SENIN, 03 APRIL 2023 | 00:53 WIB | LAPORAN: ANGGA ULUNG TRANGGANA

Peluang koalisi besar akan terwujud setelah lima ketua umum partai pendukung pemerintah berkumpul di kantor DPP Partai Amanat Nasional (PAN).

Analisa pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul M. Jamiluddin Ritonga, koalisi besar yang awalnya diwacanakan Ketum Golkar Airlangga Hartarto, nampak mendapat respons baik dari Presiden Joko Widodo.

Indikasi respons baik itu terlihat saat Jokowi bertemu Ketua Umum Gerindra, Golkar, PKB, PAN, dan PPP. Meski demikian, Jamiluddin melihat bahwa kalau koalisi besar terbentuk, tentu asa plus minusnya.
Pandangan Jamiluddin, plusnya, pasangan capres yang diusung berpeluang hanya dua. Kalau hal ini terwujud, maka Pilpres 2024 cukup satu putaran.

"Pilpres satu putaran dapat menghemat anggaran. Hal ini pas di tengah APBN yang relatif berat," jelas Jamiluddin kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (2/4).

Catatan Jamiluddin,  minusnya, dengan hanya dua pasangan, rakyat tidak banyak diberi alternatif pilihan. Padahal idealnya demokrasi diharapkan memberi lebih banyak pilihan, apalagi masyarakat Indonesia yang begitu heterogen.

Selain itu, mantan Dekan Fikom IISIP Jakarta ini mengaku khawatir soal potensi keterbelahan akan semakin menguat di tengah masyarakat. Padahal, keterbelahan akibat Pilpres 2019 masih menguat.

"Antara kampret dan cebong masih kental di masyarakat, yang membuat masyarakat terbelah secara dikotomis," terang Jamiluddin.

Kekurangan lainnya, tambah Jamiluddin, bila koalisi besar menang pada Pilpres 2024, maka dominasi partai pendukung pemerintah sangat kuat.

Atas kondisi itu, Jamiluddin menilai dapat memperlemah DPR dalam pengawasan, seperti yang terjadi saat ini. DPR praktis sangat lemah di hadapan pemerintah.

Sebaliknya, bila Koalisi Perubahan yang menang, DPR berpeluang sangat kuat. Sebab, Koalisi besar akan mendominasi DPR, yang akan terus mengganggu pemerintah.

"Pemerintah akan terus jadi bulan-bulanan, sehingga sulit bekerja maksimal karena minimnya dukungan dari DPR," pungkasnya.

Populer

Jaksa Agung Tidak Jujur, Jam Tangan Breitling Limited Edition Tidak Masuk LHKPN

Kamis, 21 November 2024 | 08:14

MUI Imbau Umat Islam Tak Pilih Pemimpin Pendukung Dinasti Politik

Jumat, 22 November 2024 | 09:27

Kejagung Periksa OC Kaligis serta Anak-Istri Zarof Ricar

Selasa, 26 November 2024 | 00:21

Rusia Siap Bombardir Ukraina dengan Rudal Hipersonik Oreshnik, Harga Minyak Langsung Naik

Sabtu, 23 November 2024 | 07:41

Ini Identitas 8 Orang yang Terjaring OTT KPK di Bengkulu

Minggu, 24 November 2024 | 16:14

Sikap Jokowi Munculkan Potensi konflik di Pilkada Jateng dan Jakarta

Senin, 25 November 2024 | 18:57

Waspadai Partai Cokelat, PDIP: Biarkan Rakyat Bebas Memilih!

Rabu, 27 November 2024 | 11:18

UPDATE

Disdik DKI Segera Cairkan KJP Plus dan KJMU Tahap II

Sabtu, 30 November 2024 | 04:05

Israel dan AS Jauhkan Umat Islam dari Yerusalem

Sabtu, 30 November 2024 | 03:38

Isu Kelompok Rentan Harus Jadi Fokus Legislator Perempuan

Sabtu, 30 November 2024 | 03:18

Dorong Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen, Kadin Luncurkan White Paper

Sabtu, 30 November 2024 | 03:04

Pasukan Jangkrik Gerindra Sukses Kuasai Pilkada di Jateng

Sabtu, 30 November 2024 | 02:36

Fraksi PKS Usulkan RUU Boikot Produk Israel

Sabtu, 30 November 2024 | 02:34

Sertijab dan Kenaikan Pangkat

Sabtu, 30 November 2024 | 02:01

Bawaslu Pastikan Tak Ada Kecurangan Perhitungan Suara

Sabtu, 30 November 2024 | 01:48

Anggaran Sekolah Gratis DKI Disiapkan Rp2,3 Triliun

Sabtu, 30 November 2024 | 01:17

Mulyono Bidik 2029 dengan Syarat Jakarta Dikuasai

Sabtu, 30 November 2024 | 01:01

Selengkapnya