Anggota Exco PSSI periode 2003-2011, Subardi/Net
Keputusan FIFA mencoret Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-2o tidak hanya merugikan sepak bola tanah air. Akibat putusan FIFA, nama baik Indonesia di mata dunia pun tercoreng. Bahkan, PSSI berpotensi mendapat sanksi dari FIFA.
"Kita menanggung malu di mata dunia. Kita juga bersiap menerima sanksi dari FIFA. Ini sangat memalukan," kata anggota Exco PSSI periode 2003-2011, Subardi, di Jakarta, Kamis (30/3).
Subardi menilai sikap Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Gubernur Bali I Wayan Koster yang menolak keras Tim Israel bermain di wilayahnya merupakan bentuk diskriminasi dan intervensi kekuasaan.
Sikap yang bermuatan politik tersebut, tutur Subardi, bertentangan dengan peraturan FIFA yang diratifikasi PSSI, khususnya di Pasal 7. Pada Ayat (2) disebutkan, PSSI harus menjaga independensi dan netralitas serta menghindari segala campur tangan politik.
Sedangkan Ayat (4) menegaskan, segala bentuk diskriminasi terhadap suatu negara, kelompok, ras, bahasa, agama, dan lainnya sangat dilarang dan dapat disanksi oleh FIFA.
“Kalau bicara sepak bola ya hukumnya sepak bola. Jangan campurkan dengan kekuasaan politik. Pelarangan Israel itu bentuk diskriminasi dalam aturan FIFA. Israel anggota FIFA, maka harus diberlakukan sama. Tidak boleh ada intervensi, penolakan, dan lain-lain. Lihat dalam Pasal 7 Statuta,†paparnya.
Subardi yang pernah menjabat Ketua Komite Kompetisi PSSI 2007-2011 itu juga menegaskan, sikap dua kepala daerah tersebut berakibat fatal. Sebab, FIFA akhirnya mencoret Indonesia sebagai tuan rumah. Dalam keterangan resminya, FIFA menyebut alasan mencabut status tuan rumah karena "situasi terkini".
Menurut Subardi, intervensi tersebut bisa terjadi karena banyak yang tidak paham aturan di sepak bola. Dalih menolak Israel untuk faktor kemanusiaan, hal ini justru membuka ruang diskriminasi. Justru dalam sepak bola, semua ras, suku, agama, bahasa mendapat kesempatan yang sama untuk bermain.
"Ada prinsip independen dan kesetaraan sebagaimana dimuat dalam Statuta. Sepak bola itu beda dengan politik. Jangan dibenturkan,†demikian Subardi.