Berita

Ilustrasi/Net

Publika

Menyoal Penundaan Proses Pemilu

OLEH: SALEH SH. MH.*
SABTU, 04 MARET 2023 | 21:45 WIB

SAAT turun lift dari lantai 23 kantor gedung SOHO Pancoran, Jakarta Selatan, saya iseng membuka HP, hari Kamis kemarin jam 16.49 WIB tanggal 2 Maret 2023. Ternyata muncul berita online berjudul “Pengadilan Negeri Jakarta Pusat perintahkan Tunda Pemilu hingga 2025, KPU Banding”. Secepat kilat saya langsung teruskan berita tersebut kepada komisioner KPU RI yang membidangi divisi hukum Muhammad Afifuddin.

Selain itu, saya juga meneruskan berita pernyataan Prof Yusril Ihza Mahendra di media online kepada Ketua KPU RI yang kemudian direspon oleh Mas Hasyim Asari “kita banding”.

Kecepatan saya meneruskan berita dimaksud karena saya pada saat sidang ajudikasi di Bawaslu RI tanggal 25 Oktober 2022 ditunjuk sebagai kuasa hukum KPU RI di Bawaslu RI. Sidang ajudikasi berkaitan dengan tahapan verivikasi administrasi berlangsung dari tanggal 2 September 2022 s/d  11 September 2022, masa perbaikan tanggal 15 September 2022 hingga tanggal 28 September 2022.

Ada 5 partai politik waktu itu yang mengajukan permohonan ke Bawaslu RI yakni Partai Parsindo, PKP, Prima, Republiku, Republik Satu. Kantor hukum Saleh & Partners mendampingi permohonan yang diajukan oleh Parsindo dan PKP, sedangkan permohonan yang diajukan oleh Partai Prima, Republiku dan Republik Satu terhadap KPU RI didampingi oleh HICON Law & Policy Strategies.

Adapun keberatan yang menjadi obyek keberatan dari kelima partai waktu itu adalah Berita Acara Nomor 234/PL.01.1-BA/05/2022 tertanggal 13 Oktober 2022 untuk Parsindo dan Berita Acara Nomor 213/PL.01.1-BA/05/2022 tertanggal 13 Oktober 2022 untuk PKP tentang Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilihan Umum yang dikeluarkan oleh KPU RI.

Dalam persidangan adjudikasi di Bawaslu RI pada tanggal 31 Oktober 2022 baik keberatan PARSINDO maupun PKP, saya selaku kuasa hukum KPU RI telah mengajukan eksepsi bahwa keberatan yang diajukan oleh PARSINDO dan PKP ke Bawaslu RI bukanlah obyek sengketa, yang seharusnya menjadi obyek sengketa adalah Surat Keputusan KPU RI, bukan Berita Acara KPU RI.

Hal ini mengacu pada ketentuan Pasal 466 UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum. Namun oleh Perbawaslu 5/2019 pada Pasal 4 ayat 2, obyek sengketa diterjemahkan dan diperluas termasuk adalah Berita Acara bisa dijadikan obyek sengketa keberatan di Bawaslu RI.

Hal inilah yang digunakan oleh ke lima partai yang tidak lolos verifikasi administrasi mengajukan keberatan ke Bawaslu RI. Dan juga, setelah dilakukan perubahan pada aturan a quo, yakni di dalam Pasal 15 ayat (1) Peraturan Bawaslu RI 9/2022 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Proses Pemilihan Umum, tetap mencantumkan Berita Acara sebagai objek sengketa dalam proses adjudikasi di Bawaslu RI.

Setelah melalui persidangan dari tanggal 26 Oktober 2022 s/d tanggal 4 November 2022 oleh Bawaslu RI memutuskan amarnya pada pokoknya membatalkan Berita Acara Nomor 234/PL.01.1-BA/05/2022 tertanggal 13 Oktober 2022 untuk Parsindo dan Berita Acara Nomor 213/PL.01.1-BA/05/2022 tertanggal 13 Oktober 2022 untuk PKP.

Serta memerintahkan kepada KPU RI sebagai Termohon untuk memberikan kesempatan kepada Pemohon untuk melakukan penyampaian dokumen persyaratan perbaikan selama 1x24 Jam terhitung pemberitahuan dimulaikan waktu perbaikan administrasi oleh KPU RI kepada para partai politik terkait.

Atas putusan yang demikian, saya maupun Hifdzil Alim (Managing Partners HICON Law & Policy Strategies) dan Plt Kepala Biro Hukum KPU RI pada saat itu Nur Syarifah kebingungan dengan alur berpikir Majelis Ajudikasi Bawaslu RI dalam pertimbangannya yang memberikan ruang kepada Partai Politik untuk melakukan perbaikan, namun di satu sisi dengan tenggang waktu yang sangat minim. Namun, putusan Bawaslu sesuai ketentuan pasal 14 huruf j UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum wajib dilaksanakan oleh KPU.

Dalam waktu selama 1 hari yang diberikan oleh KPU RI, ternyata kelima partai tersebut termasuk partai Prima tetap dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS), sehingga KPU RI mengeluarkan Pengumuman Nomor 12/PL.01.1.-Pu/05/2022 tanggal 18 November 2022 yang ditanda tangani oleh Ketua KPU RI Hasyim Asyari.
 
Dengan dikeluarkannya Berita Acara a quo, kelima partai politik tersebut tidak dapat lagi mengajukan keberatan ke Bawaslu, hal ini diatur di pasal 4a Perbawaslu 5/2019. Sedangkan untuk mengajukan ke PTUN obyeknya adalah Surat Keputusan KPU RI, bukan Berita Acara. Sehingga, dapat dipastikan kelima partai politik tersebut tidak mempunyai “tiket” legal standing untuk mengajukan gugatan ke PTUN.

Walaupun, saya tidak diminta menjadi kuasa hukum KPU RI karena menggunakan biro hukum KPU RI ketika kelima parpol mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta. Namun, saya terus mengikuti perkembangannya yang kemudian diketahui PTUN Jakarta menolak seluruh gugatan kelima parpol tersebut termasuk partai Prima.

Lama tidak terdengar, rupanya partai Prima mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 8 Desember 2022 yang tergistrasi Nomor 757/Pdt.G/2022/PN.Jkt.Pst. Ini saya ketahui setelah mendapat kiriman putusan dari M. Faiz Putra Syanel (Advokat Saleh & Partners) jam 23.01 WIB tanggal 2 Maret 2023 yang mengirim putusan ke group Whatsapp kantor.

Setelah saya baca habis subuh 3 Maret 2023 dengan teliti, pertimbangan majelis hakim yang terdiri dari T. Oyong, S.H. sebagai Ketua dan H. Bakri, S.H., M.Hum. dan Domiunggus Silaban, S.H., M.H. sebagai anggota, isi amar putusannya intinya memerintahkan kepada KPU RI untuk tidak melaksanakan sisa tahapan pemilihan umum tahun 2024 selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan dan 7 hari sejak putusan ini diucapkan dan menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta.

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ini memancing reaksi keras dari banyak panglima Hukum Tata Negara kenamaan negeri ini seperti Prof Yusril Ihza Mahendra, Menko Polhukam Mahfud MD, Prof Jimly Asshidiqqie yang menilai bahwa Pengadilan Negeri tidak mempunyai wewenang untuk mengadili urusan pemilu. Bahkan, Prof Jimly mengusulkan agar majelis hakim yang menyidangkan untuk dipecat sebagai hakim.

Saya selaku praktisi yang sejak tahun 2009 sering mendampingi perkara-perkara kepemiluan memahami reaksi keras dari berbagai tokoh hukum tersebut, karena setelah putusan Bawaslu tanggal 4 November 2022 yang menerima seluruh Permohonan Partai Politik pada Sidang Ajudikasi.

Untuk memberikan pencerahan atas putusan sngketa proses pemilu yang janggal tersebut, tanggal 22 November 2022 saya diminta menjadi narasumber oleh KPU RI di Balikpapan, Kalimantan Timur dengan tema “Penanganan Pelanggaran Administrasi Pemilihan Umum dan Sengketa Proses Pemilihan Umum di Badan Pengawas Pemilihan Umum”, yang pesertanya Komisioner KPU Provinsi yang membidangi divisi hukum.
 
Konsitusi tidak mengenal penundaan Pemilihan Umum, pada Pasal 22 E ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan “bahwa Pemilihan Umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali”.

Artinya, secara konstitusionil, pemilihan umum wajib dilaksanakan setiap lima tahun sekali tanpa ada penundaan apapun. Berhubung, hak politik merupakan non-derogable rights atau hak yang tidak dapat dihapuskan di dalam negara hukum yang demokratis. Sebagaimana adagium hukum yang berbunyi justice delayed can be justice denied, atau menunda keadilan dapat berujung pada pemberangusan terhadap keadilan itu sendiri.

Dikarenakan, proses penundaan pemilu tidak dapat dilakukan dan didasarkan pada Putusan Pengadilan Negeri. Penundaan Pemilu tidak dikenal dalam rezim UU Pemilihan umum yang berlaku di Indonesia.

Jelas bahwa putusan yang dikeluarkan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak hanya pada persoalan tidak mempunyai kewenangan untuk mengadili, tapi juga menginjak-nginjak konstitusi pasal 22E UUD NRI Tahun 1945 yang tidak memberi ruang sedikitpun kepada KPU RI untuk melakukan penundaan pemilu.

Jika selama ini kita mengenal asas res judicata pro veritate habetur atau harus menganggap benar putusan pengadilan, tidak cukup rasanya KPU RI mengajukan banding sebagai mekanisme biasa, karena menimbulkan kehebohan yang luar biasa respon dari masyarakat.

Maka perlulah kiranya untuk kali ini saja tidak perlu menghormati putusan Pengadilan Negeri Jakarta Nomor 757/Pdt.G/2022/PN.Jkt.Pst karena Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak mempunyai kewenangan untuk mengadili sengketa proses pemilu, namun kewenangannya adalah di Pengadilan Tata Usaha Negara. Sehingga, putusan yang demikian haruslah dikategorikan sebagai ultra vires judgment atau lompat pagar kewenangan peradilan lain.

Adapun tata cara penyelesaian sengketa proses pemilu melalui Pengadilan Tata Usaha Negara mengacu pada: Pasal 471 UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum.

(1)Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 470 ke pengadilan tata usaha negara, dilakukan setelah upaya administratif di Bawaslu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 467, Pasal 468, dan Pasal 469 ayat (2) telah digunakan.

(2)Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah dibacakan putusan Bawaslu.
 
(3)Dalam hal pengajuan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kurang lengkap, penggugat dapat memperbaiki dan melengkapi gugatan paling Lama 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya gugatan oleh pengadilan tata usaha negara.

(4)Apabila dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) penggugat belum menyempumakan gugatan, hakim memberikan putusan bahwa gugatan tidak dapat diterima.

(5)Terhadap putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat dilakukan upaya hukum.

(6)Pengadilan tata usaha negara memeriksa dan memutus gu.gatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 21 (dua puluh satu) hari ke{a sejak gugatan dinyatakan lengkap.

(7)Putusan pengadilan tata usaha negara sebagaimana dimaksud pada ayat (6) bersifat frnal dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum lain.

(8)KPU wajib menindaklanjuti putusan pengadilan tata usaha negara sebagaimana dimaksud pada ayat (6) paling lama 3 (tiga) hari kerja.

Adapun Majelis Khusus Tata Usaha Negara Pemilu diatur dan dijelaskan di dalam Pasal 472 UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum yang menyatakan:

(1)Dalam memeriksa, mengadili, dan memutus sengketa proses Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 470 dan Pasal 471 dibentuk majelis khusus yang terdiri atas hakim khusus yang merupakan hakim karier di lingkungan pengadilan tata usaha negara.

(2)Hakim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia.

(3)Hakim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (l) adalah hakim yang telah melaksanakan tugasnya sebagai hakim minimal 3 (tiga) tahun, kecuali apabila dalam suatu pengadilan tidak terdapat hakim yang masa kedanya telah mencapai 3 (tiga) tahun.

(4)Hakim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selama menangani sengketa tata usaha negara Pemilu dibebaskan dari tugasnya untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara lain.

(5)Hakim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menguasai pengetahuan tenteng Pemilu.

(6)Ketentuan lebih lanjut mengenai hakim khusus dengan Peraturan Mahkamah Agung.

Rekomendasi untuk KPU RI

Sebagai praktisi yang sering melakukan persidangan di PTUN di seluruh Indonesia dan yang menerbitkan buku dengan judul “Sukses Beracara Di PTUN”, saya memberikan rekomendasi kepada KPU RI untuk tidak hanya sekedar mengajukan Banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Namun, KPU RI dapat juga mengajukan gugatan dengan dasar Onrechtmatige Overheidsdaad atau perbuatan melanggar hukum terhadap Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sesuai ketentuan Pasal 87 huruf a (Tindakan faktual) UU 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan Jo. Pasal 2 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung 2/2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melawan Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan (onrechtmatige overheidsdaad).

Gugatan yang demikian dapat langsung diajukan ke PTUN Jakarta dengan Tergugatnya adalah PN Jakarta Pusat tanpa melalui upaya atau banding administrative sebagaimana tertuang di dalam halaman 10 Poin E angka 1 huruf c Surat Edaran Mahkamah Agung 5/2021 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2021 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan Yang menyatakan bahwa:

“Gugatan terhadap Tindakan melawan hukum oleh pejabat pemerintah berupa tidak bertindak (omission) tidak diperlukan lagi upaya administratif”.

Dengan demikian, terbuka ruang upaya baru bagi KPU RI selain mengajukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta untuk menyelesaikan permasalahan Putusan PN Jakarta Pusat yang menunda proses penyelenggaraan Pemilihan Umum 2024.

Penulis adalah Managing Partners Saleh & Partnes

Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

WNI Kepoin Kampus Pemberi Gelar Raffi Ahmad di Thailand, Hasilnya Mengagetkan

Minggu, 29 September 2024 | 23:46

Bakamla Jangan Lagi Gunakan Identitas Coast Guard

Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46

Selebgram Korban Penganiayaan Ketum Parpol Ternyata Mantan Kekasih Atta Halilintar

Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01

UPDATE

Kasus Korupsi PT Timah, Sandra Dewi Siap jadi Saksi Buat Suaminya di Depan Hakim

Rabu, 09 Oktober 2024 | 22:05

Banjir Rendam 37 Gampong dan Ratusan Hektare Sawah di Aceh Utara

Rabu, 09 Oktober 2024 | 22:00

Perkuat SDM, PDIP-STIPAN kembali Teken MoU Kerja Sama Bidang Pendidikan

Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:46

Soal Kementerian Haji, Gus Jazil: PKB Banyak Speknya!

Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:34

Pemerintah Harus Bangun Dialog Tripartit Bahas Kenaikan UMP 2025

Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:24

PWI Sumut Apresiasi Polisi Tangkap Pembakar Rumah Wartawan di Labuhanbatu

Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:15

Kubu Masinton Pasaribu Berharap PTTUN Medan Tolak Gugatan KEDAN

Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:59

PKB Dapat Dua Kursi Menteri, Gus Jazil: Itu Haknya Pak Prabowo

Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:54

MUI Minta Tokoh Masyarakat dan Ulama Turun Tangan Berantas Judol

Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:43

Bertemu Presiden AIIB, Airlangga Minta Perluasan Dukungan Proyek Infrastruktur di Indonesia

Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:22

Selengkapnya