Presiden Nguyen Xuan Phuc dan istrinya Tran Thi Nguyet Thu/Net
Mundurnya Nguyen Xuan Phuc sebagai presiden Vietnam memicu potensi pergeseran kekuasaan di antara para pemimpin negara komunis itu.
Komite Sentral pada Selasa (17/1) mengumumkan pengunduran diri Phuc sekaligus menyampaikan bahwa pengganti Phuc akan dikonfirmasikan oleh Majelis Nasional pada Rabu.
Para analis mengatakan, penggulingan Phuc telah menjadi desas-desus sejak beberapa hari belakangan dan tersebar di media sosial yang dimulai dari skandal besar Covid. Ini juga mencerminkan perebutan kekuasaan yang lebih dalam di puncak negara satu partai itu.
Phuc pada akhirnya memilih mundur, menyusul kepergian dua wakil perdana menteri yang bertugas di bawahnya karena kasus korupsi.
Dua wakil perdana menteri itu adalah Pham Binh Minh dan Vu Duc Dam. Majelis Nasional Vietnam memutuskan untuk mencopot keduanya pada 5 Januari.
Minh diduga terlibat dalam kasus suap 'penerbangan penyelamatan' selama pandemi Covid-19. Konon, pejabat menerima suap untuk memulangkan warga yang terdampar di luar negeri selama pandemi.
Dam adalah wakil perdana menteri yang bertanggung jawab atas perawatan kesehatan. Kepala eksekutif perusahaan perawatan kesehatan Viet A mengaku menyuap pejabat untuk kontrak penjualan alat tes Covid ke rumah sakit.
Dilaporkan
RFA, Viet A mengaku menyuap pejabat setara dengan 34 juta dolar AS untuk memenangkan kontrak penjualan peralatan di bawah standar ke rumah sakit dengan markup 45 persen yang membuat perusahaannya mendapatkan keuntungan 172 juta dolar AS.
Skandal Viet A juga membuat Menteri Kesehatan Nguen Thanh Long dan Walikota Hanoi serta mantan Menteri Sains dan Teknologi Chu Ngoc Anh harus melepas jabatan mereka. Ketiganya ditangkap pada 7 Juni 2022.
Profesor di National War College di Washington, Z achary Abuza, mengatakan Phuc 'terpaksa' mengundurkan diri karena skandal tersebut.
Mundurnya Phuc membuka jalan bagi anggota senior Partai Komunis lainnya yang akan mendapat manfaat dari kepergian Phuc. Meskipun Kongres Nasional berikutnya tidak akan diadakan hingga tahun 2026, persaingan untuk posisi teratas akan dimulai lebih awal.
Para pengamat mengatakan, kemungkinan penerus Phuc adalah To Lam, Menteri Keamanan Publik, yang telah mendapatkan kepercayaan Sekretaris Jenderal Partai Komunis Nguyen Phu Trong dalam mengarahkan penyelidikan antikorupsi.
Lam awalnya diperkirakan akan meninggalkan kantornya pada bulan April karena batasan masa jabatan menteri yang tidak resmi. Namun, promosi mendadak ke kursi kepresidenan akan memungkinkan Lam untuk tetap dalam posisi yang kuat.
Le Hong Hiep, seorang pengamat politik Vietnam di ISEAS �" Yusof Ishak Institute yang berbasis di Sigapura, juga mengidentifikasi Lam sebagai kemungkinan penerus Phuc.
“Lam tampaknya telah mendapatkan kepercayaan Trong atas kesetiaan dan perannya yang penting dalam mengarahkan penyelidikan antikorupsi. Sebagai anggota Politbiro periode kedua dan kepala Kementerian Keamanan Publik yang kuat, Lam juga memiliki keunggulan yang cukup besar atas para pesaingnya,†tulisnya.
Nama lain yang muncul sebagai pengganti Phuc adalah Menteri Pertahanan Nasional Phan Van Giang. Namun, banyak juga yang memprediksi Nguyen Phu Trong yang bakal maju menggantikan Phuc.
Trong bisa merangkap jabatan sebagai presiden negara dan sekretaris jenderal partai, menjurut beberapa pengamat.