Berita

Pakar hukum pers dan Kode Etik Jurnalistik, Wina Armada/Ist

Hukum

Profesi Wartawan Dilindungi Hukum, Pakar: KUHP Dilarang Menyentuh Kegiatan Pers

JUMAT, 09 DESEMBER 2022 | 11:47 WIB | LAPORAN: AGUS DWI

KUHP baru yang telah disahkan oleh DPR RI pada Selasa kemarin (6/12) tak lantas bisa mengatur kerja pers. Khususnya yang terkait langsung dengan kebebasan pers.

Terlebih, dalam Pasal 8 UU Pers sudah sangat jelas, dalam menjalankan tugasnya wartawan dilindungi hukum.

“Dengan begitu KUHP sama sekali tak dapat dan tak boleh atau dilarang menyentuh kegiatan pers,” tegas pakar hukum pers dan Kode Etik Jurnalistik, Wina Armada, di Jakarta, Jumat (8/12).

Seandainya, kelak ada kegiatan pers yang sampai dikenakan pidana melalui pasal-pasal KUHP, di mata Wina, itu berarti merupakan kejahatan terhadap pers. Bahkan termasuk kriminalisasi terhadap pers.

Wina berpendapat, pers hanya akan tumbuh sehat dalam lingkungan masyarakat dan bangsa yang demokratis, sedangkan sebagian dari pasal KUHP baru jelas bertentangan dengan alam demokrasi.

Wina memberi contoh, ketentuan KUHP mengenai penghinaan terhadap lembaga-lembaga negara, memberi hak kepada negara untuk menghukum orang yang mengkritik penguasa. Sedangkan  lembaga negara dapat ditafsirkan dari tingkat kepresidenan  sampai tingkat kelurahan.

Dalam konteks ini, Wina mengkhawatirkan pelaksanaan pasal-pasal yang terkait penghinaan seperti itu dalam KUHP kelak dapat menimbulkan kerancuan  perbedaan antara tafsir kritik dengan penghinaan dan fitnah terhadap penguasa.

Hal ini karena dalam praktik kelak yang melaksanakan isi KUHP bukanlah para anggota DPR yang mengesahkan KUHP saat ini, maupun para pejabat pemerintah yang kini berkuasa, tapi aparat hukum yang pasti punya tafsir tersendiri.

Bagi Wina, hal itu menjadi alarm bagi perkembangan demokrasi di tanah air.

Fatal

Selain itu Wina Armada  juga mengecam tetap dimasukannya pasal-pasal hazaai artikelen atau pasal-pasal permusuhan dan kebencian dalam KUHP. Dari sejarahnya,  terang Wina, ketemtuan ini sengaja diciptakan penjajah Belanda untuk membungkam pergerakan oragnisasi kemerdekaan Indonesia, dan menempatkan Ratu dalam posisi yang sakral yang tidak boleh dikritik.

Kini dalam KUHP malah dipertahankan untuk menegakkan kewibawaan penguasa. Dengan demikian seakan-akan rakyat dihadap-hadapkan dengan penguasa. Dalam hal ini ada logika dan filosofi pembuatan KUHP yang sangat keliru.

“Fatal!” tegas Wina lagi.

Mantan penyiar radio dan televisi ini juga merasa heran, berlakunya KUHP ini ada waktu transisi sampai tiga tahun. Kenapa tidak mau mengundurkan sebentar pengesahannya untuk mengadopsi pasal-pasal perlindungan terhadap demokrasi.

Dalam hal ini Wina memandang, “Akhirnya yang terjadi bukan legency di bidang perundang-undangan, melainkan bom sosial.”

Memang Wina mengakui kalau  KUHP peninggalan penjajah perlu diganti dengan KUHP produk nasional yang baru. Namun, menurut Wina,  pergantian itu tidak boleh hanya bajunya. Hanya casingnya. Melainkan juga harus subtansinya.

Hingga akhirnya Wina  sampai pada kesimpulan, “Justru sepanjang terkait dengan pasal-pasal demokrasi, KUHP baru subtansi dan filosofinya lebih kolonial dari kolonial. Jadi dari aspek ini bukan dekolonialosasi, tapi malah menjadi rekolonialisasi.”

Populer

Demo di KPK, GMNI: Tangkap dan Adili Keluarga Mulyono

Jumat, 20 September 2024 | 16:22

Mantan Menpora Hayono Isman Teriak Tanah Keluarganya Diserobot

Jumat, 20 September 2024 | 07:04

KPK Ngawur Sebut Tiket Jet Pribadi Kaesang Rp90 Juta

Rabu, 18 September 2024 | 14:21

Kaesang Kucing-kucingan Pulang ke Indonesia Naik Singapore Airlines

Rabu, 18 September 2024 | 16:24

Fufufafa Diduga Hina Nabi Muhammad, Pegiat Medsos: Orang Ini Pikirannya Kosong

Rabu, 18 September 2024 | 14:02

Kaesang Bukan Nebeng Private Jet Gang Ye, Tapi Pinjam

Rabu, 18 September 2024 | 03:13

Makin Ketahuan, Nomor Ponsel Fufufafa Dicantumkan Gibran pada Berkas Pilkada Solo

Senin, 23 September 2024 | 09:10

UPDATE

Rusia, China dan Iran Dituding Gunakan AI untuk Ganggu Pilpres AS

Jumat, 27 September 2024 | 09:54

Kejar Keuntungan, Toko Daring Kompak Naikkan Biaya Komisi

Jumat, 27 September 2024 | 09:41

Cuma Bangun Gedung, Jokowi Belum Pindahkan Ibu Kota ke IKN

Jumat, 27 September 2024 | 09:28

Karpet Persia, Eksotik dan Banyak Dikoleksi sebagai Investasi

Jumat, 27 September 2024 | 09:27

Satgas Impor Ilegal Bukan Penyelesaian, hanya Shock Therapy Saja

Jumat, 27 September 2024 | 09:14

Diduga Tidak Netral di PK Mardani Maming, KY Perlu Periksa Hakim Ansori

Jumat, 27 September 2024 | 09:09

Jelang Akhir Pekan Emas Antam Stagnan, Termurah Masih Dibanderol Rp780.500

Jumat, 27 September 2024 | 09:03

Zulhas: Rencana Pemindahan Pelabuhan Barang Impor Diputuskan Prabowo

Jumat, 27 September 2024 | 08:52

Komitmen Prabowo Lanjutkan Pondasi Ekonomi Jokowi, Beri Kepastian bagi Investor

Jumat, 27 September 2024 | 08:47

Prabowo-Gibran Bakal Tarik Utang Baru Rp775 Triliun di Awal Menjabat, Buat Apa?

Jumat, 27 September 2024 | 08:35

Selengkapnya