Berita

Surya Darmadi (Apeng)/Net

Dahlan Iskan

Rp 78 T

SABTU, 06 AGUSTUS 2022 | 04:06 WIB | OLEH: DAHLAN ISKAN

APENG, sebaiknya Anda pulang. Sudah banyak pengusaha yang memilih bersembunyi di luar negeri. Mereka pada akhirnya menyesal. Semua rekan bisnis Anda kan ada di sini. Banyak keluarga juga masih di sini. Rejeki juga ada di sini.

Apeng, maafkan saya memanggil dengan nama panggilan akrabmu. Bukan nama paspormu: Surya Darmadi. Semua teman memanggilmu begitu. Anda juga senang dipanggil dengan Apeng, nama panggilanmu sejak kecil di Medan.

Memang berita di media sangat mengerikan: Anda disebut sebagai koruptor terbesar dalam sejarah Republik Indonesia. Nilai korupsi yang dituduhkan pada Anda sangat fantastis: Rp 78 triliun. KPK saja belum pernah mengungkap nilai korupsi dengan angka yang sulit dihitung itu.

Tentu, sebagai pemilik konglomerasi Darmex group, Anda merasa masih perlu berpikir dulu: bagaimana menghadapi tuduhan itu. Berpikirlah. Tapi segeralah pulang. Mintalah pengacara yang paling Anda percaya untuk mendampingi Anda.

Anda bisa pilih salah satu dari tiga jenis pengacara: yang high profile, yang biasa-biasa saja atau yang Anda anggap dekat dengan penguasa. Terserah Anda.
Setelah mantap dengan pengacara pilihan Anda, pulanglah segera. Jelaskan kepada publik duduk perkaranya seperti apa. Jelaskan juga kepada penegak hukum.

Mungkin, menurut Anda, angkanya tidak sebesar itu. Bahkan, bisa jadi menurut Anda, Anda tidak bersalah. Siapa tahu. Bisa saja pengacara Anda menemukan dalih bahwa Anda ''hanya'' melakukan 'pelanggaran', bukan melakukan kejahatan.

Pelanggaran dan kejahatan itu dua hal yang berbeda. Pun sanksi hukumnya. Anda kan bukan korupsi uang negara dalam pengertian seperti korupsi di proyek APBN.

Anda juga tidak mencuri tanah dalam pengertian harfiah. Tanah yang Anda tanami kelapa sawit itu masih ada. Masih utuh. Masih di tempatnya dulu: di Indragiri Hulu. Bahkan tanah itu kini lebih terawat. Anda tidak membawa lari tanah itu dari Riau, lalu Anda bawa lari ke Singapura.

Sejauh yang saya baca di media, Anda menanam kelapa sawit di tanah hutan milik negara. Luasnya 37.000 hektare. Di Indragiri Hulu, Riau.

Anda tidak ujug-ujug datang ke Riau langsung bertanam sawit di lahan itu. Anda urus dulu tanah itu di kantor kabupaten. Bupati Indragiri Hulu, Raja Thamsir Rachman, memberikan izin kepada Anda. Mungkin karena Anda sogok. Atau sang Bupati yang minta disogok.

Di tahun 1999 itu boleh dibilang negara sedang lemah. Rakyat sedang kuat-kuatnya. Orde baru saja tumbang. Pemerintahan baru belum lagi stabil. Jabatan bupati lagi penting-pentingnya. Anda masuk ke sana di saat yang amat tepat.

Lalu Anda juga mengurus izin lainnya ke Gubernur Riau saat itu. Anda minta agar sang gubernur mengubah status tanah hutan menjadi tanah kebun. Toh sama-sama tanamannya. Mungkin karena Anda sogok sehingga izin perubahan lahan itu Anda dapatkan.

Di pengadilan, Gubernur Annas Maamun dinyatakan bersalah. Ia menerima suap dari Anda. Rp 3 miliar. Dari Rp 8 miliar yang Anda janjikan. Ia dihukum ringan sekali: 1 tahun penjara dan denda Rp 100 juta.

Saya tidak tahu apakah Anda sendiri yang menyuap itu, suruhan Anda atau anak buah Anda, tanpa sepengetahuan Anda.
Kelihatannya Anda sudah pasti bersalah: menyuap. Anda pertanggungjawabkan itu. Anda bukan makan uang negara, tapi Anda menggunakan uang Anda untuk sebuah kejahatan menyuap –yang ini jelas bukan sekadar pelanggaran.

Lalu dari mana Anda dianggap korupsi Rp 78 triliun? Anda yang bisa menjelaskan.

Tentu saya tidak tahu persis. Media tidak ada yang menyebutkannya secara rinci. Maka dugaan saya angka itu datang dari sini:

Anda menguasai tanah negara seluas 37.000 hektare. Tanah itu Anda tanami sawit. Sejak tahun 1980-an. Sudah 40 tahun lamanya. Sudah menghasilkan beberapa ratus juta ton sawit. Atau miliar ton. Lalu Anda dirikan pabrik CPO –kalau tidak salah sampai 6 PKS. Atau 9. Atau lebih. Dari situ Anda menghasilkan beberapa ratus juta ton CPO.

Anda juga mendirikan pabrik minyak goreng. Mereknya Palma. Semua ibu tahu merek Palma. Sekarang mereka lebih tahu bahwa Palma adalah minyak goreng buatan Anda.

Semua itu, kalau dihitung mungkin bernilai sampai Rp 76 triliun. Mungkin begitu. Mungkin juga tidak. Karena tanah itu tanah negara, maka hasil itu mestinya milik negara.

Maka lebih baik pulanglah. Jelaskan menurut versi Anda. Saya sendiri tidak tahu apakah perhitungan korupsi seperti itu memang ada. Ikuti saja proses hukumnya.

Anda usulkan juga penyelesaian terbaik menurut Anda. Misalnya apakah Anda harus mengembalikan tanah 37.000 hektare itu ke negara. Toh Anda masih punya lebih luas lagi perkebunan sawit yang di luar tanah hutan itu.

Rasanya, kalau tidak salah, grup Anda menguasai 160.000 hektare. Di Riau dan Jambi. Yang jelas kebun itu tidak mungkin lagi Anda kembalikan dalam bentuk hutan. Apalagi hutan seperti wujudnya di tahun 1980-an. Anda jangan menyanggupi untuk bisa mengubah kebun sawit Anda menjadi hutan kembali. Tidak mungkin. Anda sudah tidak ingat pohon apa saja yang tumbuh di hutan itu dulu.

Anda juga tidak usah mempersoalkan mengapa negara menerima pajak-pajak dari Anda selama itu. Itu tidak bisa dipersoalkan. Perpajakan punya hitungan dan aturan sendiri.

Apeng, pulanglah. Anda dikenal sebagai pengusaha yang gigih di Medan. Juga pengusaha yang tumbuh dari bawah. Sampai akhirnya Anda mampu mendirikan Bank Kesawan –di Jalan Kesawan Medan. Anda memang sudah jual bank tersebut tapi bisnis Anda masih terus berkibar.
Pun sampai negara manca.

Apeng, sekali lagi, pulanglah. Rasanya bukan Anda sendiri yang pernah mengubah hutan menjadi kebun.

Pulanglah. Menjadi buronan sejak 13 Agustus 2020 itu tidak enak. Anda sudah merasakan itu selama dua tahun penuh.

Pulanglah.

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

Jokowi, KKP dan BPN Paling Bertanggung Jawab soal Pagar Laut

Senin, 27 Januari 2025 | 13:26

PDIP: Pemecatan Ubedilah adalah Upaya Pembungkaman KKN Jokowi

Jumat, 31 Januari 2025 | 10:11

UPDATE

Kebijakan Bahlil Ugal-ugalan Bikin Susah Rakyat

Selasa, 04 Februari 2025 | 17:27

Bahlil Dampingi Prabowo Bertemu JK di Istana

Selasa, 04 Februari 2025 | 17:23

Legislator PKB Bingung Bulog DKI Mau Serap Ribuan Ton Beras

Selasa, 04 Februari 2025 | 17:13

BPH Curhat soal Dana Rp50 Miliar Masih Nyangkut di Kemenag

Selasa, 04 Februari 2025 | 17:02

Dewan Kebon Sirih Apresiasi Bantuan Modal UMKM Buat Program MBG

Selasa, 04 Februari 2025 | 16:51

Kompromi Trump Basa-Basi, Dolar AS Masih di Atas Rp16.300

Selasa, 04 Februari 2025 | 16:50

Pengecer Bisa Jual LPG 3 Kg, Eddy Soeparno: Prabowo Mendengar Aspirasi Masyarakat

Selasa, 04 Februari 2025 | 16:47

Ferry Juliantono Dorong Alumni Fresh Unpad Buktikan Ilmu ke Rakyat

Selasa, 04 Februari 2025 | 16:45

UU BUMN Sah, DPR: Penunjukan Direksi Tetap Domain Kementerian BUMN

Selasa, 04 Februari 2025 | 16:29

Tidak Mau Disalahkan, Bapanas Sebut Kebijakan Impor Daging Ranah Kementan

Selasa, 04 Februari 2025 | 16:28

Selengkapnya