Berita

Menteri Luar Negeri Inggris Liz Truss /Net

Dunia

Inggris Tuduh Rusia Gunakan Buzzer Untuk Sebar Disinformasi di TikTok, Telegram, Twitter dan Facebook

MINGGU, 01 MEI 2022 | 18:25 WIB | LAPORAN: SULTHAN NABIL HERDIATMOKO

Inggris telah menuduh Rusia menggunakan buzzer untuk menyebar disinformasi dan misinformasi terkait perangnya di Ukraina pada media sosial seperti TikTok, Telegram, Twitter dan Facebook.

Kantor Luar Negeri Inggris pada Minggu (1/5) menuduh Moskow menggunakan 'troll factory' atau bahasa lainnya buzzer, untuk menyebarkan disinformasi tentang perang di Ukraina.

Dikatakan, Rusia menggunakan disinformasi untuk menargetkan politisi di sejumlah negara, termasuk Inggris dan Afrika Selatan.

Dikutip dari WION, tuduhan itu didasarkan pada penelitian yang didanai Inggris, namun belum dipublikasikan.

Penelitian tersebut mengungkap bagaimana kampanye disinformasi Kremlin mencoba memanipulasi opini publik internasional tentang invasi Rusia ke tetangganya sambil juga merekrut simpatisan.

“Pemerintah Inggris telah memperingatkan mitra internasional dan akan terus bekerja sama dengan sekutu dan platform media untuk melemahkan operasi informasi Rusia," ujar Menteri Luar Negeri Inggris Liz Truss dalam sebuah pernyataan, seperti dimuat WION, Minggu (1/5).

“Kami tidak dapat membiarkan Kremlin dan buzzernya untuk menyerang ruang online kami dengan kebohongan mereka tentang perang ilegal Putin," tambah tuduhan Liz.

Inggris menuduh bahwa mereka telah melacak kampanye disinformasi Rusia ke delapan platform, termasuk Telegram, Twitter, Facebook, dan TikTok.

Ia juga menuduh negara itu mencoba merekrut dan berkoordinasi dengan pendukung baru yang kemudian menargetkan profil kritikus Kremlin.

Di sisi lain, Rusia menyebut pemberitaan media barat tentang konflik tersebut bias.

Menurut Kremlin, narasi media Barat mengabaikan kekhawatiran negara bekas Uni Soviet tentang ekspansi NATO dan dugaan penganiayaan terhadap orang-orang berbahasa Rusia di Ukraina.

Ini bukan pertama kalinya Rusia dituduh berpartisipasi dalam kampanye disinformasi.

Sebelumnya pada 2016, AS menuduh Moskow ikut campur dalam pemilihan presiden AS, dimana Donald Trump dituduh menggunakan buzzer Rusia untuk menarik suara Hillary Clinton ke arah Trump.
Kampanye disinformasi tersebut dikenal sebagai Project Lakhta.

Populer

Bikin Resah Nasabah BTN, Komnas Indonesia Minta Polisi Tangkap Dicky Yohanes

Selasa, 14 Mei 2024 | 01:35

Dulu Berjaya Kini Terancam Bangkrut, Saham Taxi Hanya Rp2 Perak

Sabtu, 18 Mei 2024 | 08:05

Massa Geruduk Kantor Sri Mulyani Tuntut Pencopotan Askolani

Kamis, 16 Mei 2024 | 02:54

Rocky Gerung Ucapkan Terima Kasih kepada Jokowi

Minggu, 19 Mei 2024 | 03:46

Ratusan Tawon Serang Pasukan Israel di Gaza Selatan

Sabtu, 11 Mei 2024 | 18:05

Siapa Penantang Anies-Igo Ilham di Pilgub Jakarta?

Minggu, 12 Mei 2024 | 07:02

Aroma PPP Lolos Senayan Lewat Sengketa Hasil Pileg di MK Makin Kuat

Kamis, 16 Mei 2024 | 14:29

UPDATE

HUT ke-497 Kota Jakarta

Minggu, 19 Mei 2024 | 14:01

Alami Demam Tinggi, Raja Salman Kembali Jalani Pemeriksaan Medis

Minggu, 19 Mei 2024 | 13:56

Aktivis Diajak Tiru Akbar Tanjung Keluar dari Zona Nyaman

Minggu, 19 Mei 2024 | 13:54

Teater Lencana Membumikan Seni Pertunjukan Lewat "Ruang Tunggu"

Minggu, 19 Mei 2024 | 13:36

Bamsoet Ungkit Lagi Cerita Pilu Golkar saat Dipimpin Akbar Tanjung

Minggu, 19 Mei 2024 | 13:26

Alumni Usakti Didorong Berperan Membangun Indonesia

Minggu, 19 Mei 2024 | 13:12

Diserang Rusia, 9.907 Warga Ukraina Ngacir dari Kharkiv

Minggu, 19 Mei 2024 | 12:59

Banyak Guru Terjerat Pinjol Imbas Kesejahteraan Minim

Minggu, 19 Mei 2024 | 12:59

Wantim Golkar DKI Pamer Zaki Bangun 29 Stadion Mini di Tangerang

Minggu, 19 Mei 2024 | 12:39

Prabowo-Gibran Diyakini Bawa Indonesia Jadi Macan Asia

Minggu, 19 Mei 2024 | 12:26

Selengkapnya