Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo/Net
Pernyataan-pernyataan Presiden Joko Widodo dalam menyikapi isu
penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden masih belum
menghentikan kelompok pro presiden 3 periode.
Peneliti PARA
Syndicate, Virdika Rizky Utama menjelaskan, polemik isu tersebut tidak
bisa ditutup Presiden Jokowi hanya dengan melarang sejumlah menteri
bicara penundaan pemilu dan presiden 3 periode.
"Kalimatnya masih bersayap dan memberikan celah untuk para elite melakukan manuver politik," ujar Virdika dalam keterangan tertulisnya kepada redaksi, Sabtu (9/4).
Virdika
juga melihat ketidakselarasan komunikasi politik presiden dengan menterinya dalam tataran prkatis di lapangan. Hal ini membuat tingkat
kepercayaan masyarakat terhadap Jokowi menurun.
"Dalam konteks
penambahan periode masa jabatan ini (presiden) tidak bisa tegas, juga
menterinya acap kali tak sejalan dengan presiden," imbuhnya menegaskan.
Maka
dari itu, penulis buku
Menjerat Gus Dur ini juga menganggap wacana
penambahan masa jabatan presiden dan amandemen UUD merupakan suara-suara
yang mewakili kepentingan segelintir elite politik, para pebinis atau
oligarki yang juga menjadi menteri.
Keinginan pebisnis agar
Pemilu Serentak 2024 ditunda, seperti disampaikan Menteri
Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia dan Menko Marinvest, Luhut
Binsar Pandjaitan, menurut Virdika lantaran mereka sempat kerugian.
"Saat
terjadi Covid, lalu memanfaatkan situasi ini dengan mengonsolidasikan
kekuatan untuk tambah masa jabatan presiden. Tapi pelaksanaan pemilu
harus sesuai konstitusi dan UU serta keinginan publik, yaitu Februari
2024," demikian Virdika.