Pengamat militer dan intelijen, Dr. Susaningtyas NH Kertopati/RMOL
Seperti banyak diperkirakan oleh para pakar dan pengamat, perang antara Ukraina melawan Rusia pun meletus. Konflik menahun sejak wilayah Ukraina di Krimea diduduki Rusia pada 2014 berujung serbuan Rusia di bagian Timur Ukraina.
Demikian disampaikan pengamat militer dan intelijen, Dr. Susaningtyas NH Kertopati, melalui keterangannya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (26/2).
Dalam pandangan Nuning, sapaan akrabnya, NATO yang dipimpin Amerika Serikat gagal melaksanakan diplomasi pertahanan untuk mencegah perang. Kepentingan NATO juga belum tentu dibuktikan untuk membela Ukraina sebagai salah satu anggotanya.
"Boleh dikatakan sejak 2014, NATO tidak memberikan reaksi yang proporsional terhadap Rusia. Strategi pendangkalan NATO juga tidak efektif mencegah Putin memerintahkan operasi militer secara masif," ucap Nuning.
Perang yang terjadi di Balkan saat ini, lanjut Nuning, masuk dalam kategori perang asimetris dari perspektif Ilmu Pertahanan. Sebab, Rusia adalah kekuatan yang superior dan Ukraina adalah kekuatan yang inferior.
Di sisi lain, NATO berusaha menancapkan kekuasaannya di Ukraina yang secara geografis berbatasan langsung dengan Rusia.
"Perbandingan kekuatan militer dan anggaran perang jelas dimiliki Rusia. Di atas kertas, Rusia pasti ingin melaksanakan perang dalam waktu secepat-cepatnya sementara Ukraina pasti melancarkan perang berlarut," jelas Nuning.
Sejarah juga menunjukkan, kekuatan superior seperti Rusia ternyata kalah di Afghanistan. Amerika Serikat juga kalah di Vietnam dan Afghanistan.
Dengan demikian, tutur Nuning, ada beberapa skenario yang dapat ditempuh dunia internasional untuk mengakhiri perang.
Pertama, gencatan senjata dan turun tangannya PBB. Kedua, NATO mengerahkan kekuatan penuh mengalahkan Rusia dan memukul Rusia di wilayahnya sendiri. Ketiga, Ukraina menang perang berlarut.
Nuning juga meminta Pemerintah Indonesia untuk mewaspadai dampak perang antara Rusia dan Ukraina, khususnya bagi perekonomian Indonesia. Sejumlah langkah strategis harus disiapkan secara matang guna mengantisipasi kemungkinan terburuk bagi kondisi sosial-politik di Indonesia.
"Jadi efek dominonya yang paling penting adalah harga pangan impor naik diikuti kenaikan barang lokal, biaya logistik melonjok, harga BBM menanti subsidi yang lebih besar, lonjakan harga minyak tak dapat dihindari," paparnya.
Selain antisipasi di dalam negeri, Indonesia juga harus waspada terhadap kemungkinan negara tertentu mengambil kesempatan ketika dunia internasional sibuk menghadapi Rusia.
"Gelar operasi militer di Laut Natuna Utara harus tetap dilaksanakan. Jangan sampai terjadi serangan mendadak yang dapat merugikan pertahanan Indonesia," tegasnya.
"Hal yang penting pemerintah kita harus segera mengevakuasi WNI di Ukraina," pungkas Nuning.