Berita

Presiden Joko Widodo/Net

Dahlan Iskan

Tiga Periode

JUMAT, 18 FEBRUARI 2022 | 05:11 WIB | OLEH: DAHLAN ISKAN

PIDATO lama itu beredar lagi: videonya. Di situ Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memuji Presiden Jokowi setinggi plafon. Lalu menyebut soal perlunya masa jabatan periode ketiga bagi Presiden Jokowi.

Belakangan memang kian banyak yang membahas periode ketiga itu. Yang secara konstitusi tidak mungkin: maksimum dua periode.

Tapi konstitusi itu bikinan manusia. Sepanjang manusianya mau, konstitusinya bisa disesuaikan dengan kemauan.


Apakah memang ada jalan ke sana?

Tentu ada. Mudah sekali. Yang penting DPR dan MPR setuju. Anda pun sudah tahu: adakah yang tidak disetujui DPR belakangan ini? Usulan yang belum matang pun sudah disetujui –apalagi yang siap saji.

"Tapi soal periode ketiga ini beda. Lebih sensitif. Lebih sulit".

Itu kan Anda yang bilang begitu.

Bagi yang biasa mengatur DPR, itu sama sekali tidak sulit. Ada caranya. Langsung jitu.

Bayangkan: siapa yang tidak setuju kalau usulan periode ketiga itu dibuat seperti martabak istimewa –pakai tiga telur.

Misalnya begini: "Khusus kali ini, presiden diperbolehkan menjabat tiga periode. Demikian juga anggota DPR dan DPD. Masa jabatan mereka diperpanjang satu periode. Pun para kepala daerah: gubernur, bupati, wali kota. Demikian juga anggota DPRD provinsi dan anggota DPRD kabupaten/kota. Semua ikut diperpanjang".

Dengan pokok-pokok usulan seperti itu rasanya sulit mencari anggota DPR yang tidak setuju. Demikian juga anggota DPD. Para gubernur pun akan gegap gempita mendukung: kalau perlu sanggup mengerahkan semua elemen masyarakat untuk seolah-olah ikut setuju. Partai-partai akan ditekan oleh kader-kader mereka: untuk ikut setuju.

Selesai. Rukun. Damai. Tenang. Aman sentosa. Sampai tahun 2029.

Toh pandemi sejenis ini hanya akan terulang 100 tahun lagi –kalau siklus pandemi masa lalu masih berlaku.

Mungkin DPD yang masih ingin nego: kami setuju saja asal kami diberi bonus: kekuasaan tambahan. Supaya DPD tidak menjadi lembaga formalitas. Kan terlalu banyak pekerjaan DPR. Bisa dibagi-bagi ke DPD –20 persennya pun jadi.

Itu juga bisa diatur. Mumpung pimpinan DPR/DPD dan MPR adalah orang-orang yang tidak sulit diatur.

Masalahnya tinggal ini: siapa yang berani pertama mengusulkan. Rasanya DPR tidak berani. DPD? Mungkin berani –kalau dilihat dari watak ketuanya: La Nyalla Mattalitti. Ketua MPR? Mungkin juga berani: Bambang Soesatyo itu. Ia seorang pembalap mobil. Setidaknya kolektor mobil dan motor mewah. Waktu jadi wartawan ia juga pemberani.

Pemerintah? Rasanya tidak berani –secara resmi. Tapi saya lihat sendiri: beberapa tokoh di pemerintahan tidak akan menolak kalau ditugaskan untuk itu. Apalagi kalau ada jaminan portofolio kementeriannya tetap di tangannya.

Asosiasi gubernur? Mungkin sangat berani. Apalagi kalau ketuanya masih Gubernur Kaltim Irsan Noor. Ia tokoh yang apa saja tidak takut. Ngomong salah pun berani.

Asosiasi bupati dan wali kota? Kemungkinan besar juga berani. Setidaknya sehari setelah asosiasi gubernur mengajukan usul itu. Terlalu banyak gubernur dan bupati/wali kota yang diam-diam sewot sekarang ini: masa jabatan mereka dipaksa habis tahun depan. Pun bagi yang baru menjabat 3 tahun. Ibarat Desa Wadas, udangnya belum datang batunya sudah dibagi habis.

Intinya: soal periode ketiga itu bukan soal bisa atau tidak bisa. Mau atau tidak mau. Melanggar atau tidak melanggar.

Persoalannya tinggal satu: siapa yang akan secara resmi mengusulkan. Segera. Lalu siapa saja yang ditugaskan mendukung usulan itu. Siapa pula yang menggiringnya menjadi rancangan amandemen kelima UUD 1945. Soal kajian akademis, gelagatnya, akan banyak universitas yang menanti order.

Dan biaya keseluruhan itu tidak akan sebesar biaya pemilu legislatif, Pilpres, dan Pilkada. Mungkin hanya seperlimanya. DPR dan DPD kali ini tidak perlu disogok: mereka sudah langsung kamsia-kamsia. Praktis hanya perlu biaya kajian akademik itu saja.

Para gubernur dan bupati/wali kota pasti tidak keberatan membiayai pengerahan dukungan dari bawah. Yang bisa membuat kesan seolah-olah rakyat sudah 100 persen setuju.

Bagaimana dengan lembaga demokrasi dan mahasiswa?

Sudah berkali-kali dites: bukan penghalang yang tangguh.

Bagaimana dengan pers sebagai pilar keempat demokrasi? Yang ini, bahkan, sering ada pertanyaan: apakah pers masih ada?
Lalu bagaimana dengan saya?

Saya ini sudah berumur 70 tahun. Segera 71. Sudah lebih asyik senam dansa. Juga sudah dikunci mati sejak lima tahun lalu.

Tinggal bagaimana Anda?.


Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

UPDATE

Tiga Jaksa di Banten Diberhentikan Usai jadi Tersangka Dugaan Pemerasan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:59

Bakamla Kukuhkan Pengawak HSC 32-05 Tingkatkan Keamanan Maritim

Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:45

Ketum HAPPI: Tata Kelola Sempadan Harus Pantai Kuat dan Berkeadilan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:05

11 Pejabat Baru Pemprov DKI Dituntut Bekerja Cepat

Sabtu, 20 Desember 2025 | 04:51

Koperasi dan Sistem Ekonomi Alternatif

Sabtu, 20 Desember 2025 | 04:24

KN Pulau Dana-323 Bawa 92,2 Ton Bantuan ke Sumatera

Sabtu, 20 Desember 2025 | 03:50

Mutu Pangan SPPG Wongkaditi Barat Jawab Keraguan Publik

Sabtu, 20 Desember 2025 | 03:25

Korban Bencana yang Ogah Tinggal di Huntara Bakal Dikasih Duit Segini

Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:59

Relawan Pertamina Jemput Bola

Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:42

Pramono dan Bang Doel Doakan Persija Kembali Juara

Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:25

Selengkapnya