Berita

Ilustrasi/Net

Publika

Negeri Para Kriminal

SENIN, 24 JANUARI 2022 | 16:03 WIB | OLEH: YUDHI HERTANTO

SILIH berganti kejahatan terjadi. Dalam berbagi rupa dan skala, tindakan keji viral tersebar. Di layar kaca, bak bersalin rupa, tampang para artis menjadi kuyu setelah tertangkap narkoba.

Sementara itu, di jalan raya keributan terjadi persis suasana hutan rimba. Pemilik mobil mewah berlagak layaknya penguasa, tidak mampu menahan angkara. Prinsipnya, yang kuat, yang jadi raja.

Di gedung-gedung bertingkat, kejahatan kerah putih terjadi. Transaksi dengan memperdagangkan pengaruh dan jabatan dilakukan secara sembunyi. Kepentingan publik dikangkangi serta menderita.

Segala cara dipakai untuk memperkaya diri dan kelompok. Persekongkolan dan siasat licik dipergunakan agar mampu mempertahankan kekuasaan dalam genggaman. Kita tak putus dirundung kejahatan.

Pertanyaan dasarnya, bagaimana kejahatan itu merebak? Bukankah manusia pada dasarnya memiliki sifat kebaikan dalam dirinya. Kajian Rutger Bregman, Humankind: Sejarah Penuh Harapan, 2020, mempertahankan tesisnya tentang keluhuran kemanusiaan dengan seluruh perilaku baiknya.

Tentu manusia tidak bisa dipandang dari satu sisi secara utuh. Pada ulasan Topo S, Eva AZ, Kriminologi, 2009, dinyatakan bahwa kejahatan hadir melalui berbagai bentuk. Teorinya bahkan terpecah menjadi berbagai analisis, yang mengakar pada konsep biologis, psikologis bahkan sosiologis, tidak tunggal.

Tidak dipungkiri, sistem sosial, tekanan ekonomi, hingga impitan politik sangat memiliki pengaruh dalam interaksi antar individu didalam lingkup sosialnya. Skema homo homini lupus tercipta, manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya. Buas dan berbahaya, saling memakan.

Dalam lakon Joker, 2019, kutipan yang menarik sebagai bahan renungan adalah pertanyaan Joker akan kondisi realitas sosial yang dihadapinya, is it just me, or is it getting crazier out there? Joker itu kita, jiwa yang tersandera oleh hiruk pikuk modernitas, kehilangan sensitivitas serta kepekaan kemanusiaan.

Hal ini dijelaskan sebagaimana statistik kriminologi, mengungkapkan kejahatan semakin kerap terjadi dalam kehidupan perkotaan dengan densitas yang semakin rapat. Persaingan, kompetisi dan penguasaan akan hak milik pribadi menjadi pencetus.

Sedangkan, tingkat kejahatan di pedesaan relatif rendah, karena komunitas desa memiliki kemampuan untuk merasakan -sensing serta memaknai -perceiving adanya kebutuhan hidup secara bersama. Dengan begitu, kejahatan bukan sekedar karakteristik genetik yang diwariskan, melainkan terkonstruksi.

Penjelasan panjang lebar Christine Kenneally, dalam The Invisible History of The Human Race, 2022 mencoba menyakinkan kita bahwa tingkah polah dan laku gerik manusia terletak pada persoalan satuan informasi terkecil dalam diri manusia bernama DNA, seolah berusaha membalik situasi.

Kejahatan mencuat, layaknya bintang-bintang buruk yang terlepas dari kotak pandora, disebabkan kita kehilangan kesejatian diri, disertai lunturnya nilai dan norma sosial yang mengutamakan kebaikan bersama -bonum commune. Kita kehilangan panutan, sekaligus kehilangan wajah plus harga diri.

Lalu apa yang dapat ditawarkan sebagai solusi kebuntuan tersebut? Kerangka agenda perubahan baik dalam level struktural bangunan pondasi kehidupan bersama perlu diperkuat.

Melalui usulan Francis Wahono, Ekonomi Politik Daulat Rakyat: Pancasila sebagai Acuan Paradigma, 2020, maka tujuan hidup bersama dalam format bernegara, perlu kembali masuk pada upaya menyelesaikan persoalan publik.

Kehidupan bersama, berarti mencapai kesejahteraan bersama, bukan melalui asas perwakilan. Bila demikian, maka Pancasila bukan lagi menjadi sebuah mantra diawang-awang, melainkan harus membumi, sebagai serangkaian tindakan yang diimplementasikan pada kehidupan nyata.

Selanjutnya pada titik lain, di tingkat kultural, kita perlu melakukan penyegaran bersama tentang imajinasi kehidupan bersama, yang hidup melalui sendi gotong royong, agar tercapai hidup yang menang-menang, mendorong partisipasi dan kolaborasi meraih kebaikan bersama -eudaimonia.

Kembali ke pertanyaan mendalam, maukah kita? Mengalahkan para criminal jelas membutuhkan kesatuan pikiran serta tindakan dari para pemilik kedaulatan dan kebaikan. Sebagaimana Ali bin Abi Thalib berkata, kejahatan -kebatilan yang terorganisir akan mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir.

*Program Doktoral Ilmu Komunikasi Universitas Sahid

Populer

Besar Kemungkinan Bahlil Diperintah Jokowi Larang Pengecer Jual LPG 3 Kg

Selasa, 04 Februari 2025 | 15:41

Jokowi Kena Karma Mengolok-olok SBY-Hambalang

Jumat, 07 Februari 2025 | 16:45

Alfiansyah Komeng Harus Dipecat

Jumat, 07 Februari 2025 | 18:05

Prabowo Harus Pecat Bahlil Imbas Bikin Gaduh LPG 3 Kg

Senin, 03 Februari 2025 | 15:45

Bahlil Gembosi Wibawa Prabowo Lewat Kebijakan LPG

Senin, 03 Februari 2025 | 13:49

Pengamat: Bahlil Sengaja Bikin Skenario agar Rakyat Benci Prabowo

Selasa, 04 Februari 2025 | 14:20

Komjen Dedi Ultimatum, Jangan Lagi Ada Anggapan Masuk Polisi Bayar!

Rabu, 05 Februari 2025 | 18:12

UPDATE

Pengurus Serikat Pekerja Kuatkan Gugatan Pensiunan Pegadaian

Kamis, 13 Februari 2025 | 01:34

Platform Telkom Genjot Kualitas Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik

Kamis, 13 Februari 2025 | 01:19

Tokoh Dayak: Pilbup Barito Utara Cukup Lancar

Kamis, 13 Februari 2025 | 00:53

Wujudkan Energi Bersih, Pertamina Sulap Gas Suar Kilang Menjadi Listrik

Kamis, 13 Februari 2025 | 00:31

Terdakwa Kasus Narkoba Berhasil Diringkus Usai Buron 10 Tahun

Kamis, 13 Februari 2025 | 00:13

Kerja Sama "Two Countries Twin Parks" Genjot Investasi Sektor Industri

Rabu, 12 Februari 2025 | 23:45

Erdogan Hadiahkan Mobil Listrik Togg T10X pada Prabowo

Rabu, 12 Februari 2025 | 23:35

Cukong Trump Tekor Rp3.300 Triliun, IHSG Berbalik Lompat 1,74 Persen

Rabu, 12 Februari 2025 | 23:31

Biaya Perjalanan Dinas Hingga Rapat Dipangkas Polri Demi Efisiensi

Rabu, 12 Februari 2025 | 23:17

Warga Pesisir Pulau Jawa Terancam Ditelan Laut

Rabu, 12 Februari 2025 | 22:55

Selengkapnya