Berita

Gedung Mahkamah Konstitusi/Net

Politik

Jadi Kunci Perbaikan Sistem Demokrasi RI, Sirojudin Abbas: Perubahan Preshold Harus Dipaksa oleh MK

RABU, 15 DESEMBER 2021 | 21:58 WIB | LAPORAN: AHMAD SATRYO

Kehendak publik mengubah ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) dari 20 persen menjadi 0 persen dianggap tepat untuk masa sekarang ini.

Selain beberapa aktivis dan termasuk Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri, Direktur Eksekutif Saiful Mudjani Reasearh and Consulting (SMRC), Sirojudin Abbas, juga memandang penting adanya perubahan ambang batas pencalonan presiden.

Pasalnya, ia juga memandang presidential threshold 20 persen yang diatur di dalam Pasal 222 UU 7/2017 tentang Pemilu merupakan salah satu akar permasalahan dari mahalnya biaya politik pencapresan selama ini.

"Bebannya tidak hanya dipikul saat kompetisi pada masa pemilihan. Tetapi  bisa merembet hingga pilkada selesai," ujar Sirojudin kepada Kantor Berita Politik RMOL Rabu malam (15/12).

Dengan ambang batas yang cukup tinggi, Sirojudin melihat partai politik (parpol) justru akan merasa terbebani karena harus memenuhi Preshold 20 persen tersebut untuk berkoalisi.

"Hal ini membuat biaya kompetisi politik menjadi lebih mahal," tuturnya.

Karena itu, Sirojudin melihat kunci dari perbaikan sistem demokrasi di Indonesia kini berada di tangan MK, mengingat sejumlah aktivis seperti Ferry Juliantono, hingga mantan Panglima TNI Jendral (Purn) Gatot Nurmantyo, tengah mengajukan permohonan gugatan uji materiil Pasal 222 UU Pemilu.

Jika MK tidak memutuskan adanya perubahan presidential threshold, maka Sirojudin memprediksi tidak akan ada perubahan angka ambang batas pencalonan presiden untuk Pemilu 2024.

Karena dia tidak yakin pemerintah, DPR dan termasuk parpol-parpol mau berusaha mengubah besaran presidential threshold menjadi lebih rendah atau bahkan menjadi nol persen.

"Harus dipaksa oleh MK. Baru nanti DPR dan pemerintah akan menyesuaikan diri," demikian Sirojudin Abbas.

Populer

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

WNI Kepoin Kampus Pemberi Gelar Raffi Ahmad di Thailand, Hasilnya Mengagetkan

Minggu, 29 September 2024 | 23:46

Warganet Geram Bahlil Bandingkan Diri dengan Rasulullah: Maaf Nabi Tidak Minum Alkohol

Kamis, 26 September 2024 | 07:43

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

MUI Tuntut Ahmad Dhani Minta Maaf

Rabu, 02 Oktober 2024 | 04:11

Rhenald Kasali Komentari Gelar Doktor HC Raffi Ahmad: Kita Nggak Ketemu Tuh Kampusnya

Jumat, 04 Oktober 2024 | 07:00

Aksi Massa Desak Polisi Tetapkan Said Didu Tersangka

Kamis, 03 Oktober 2024 | 20:43

UPDATE

Survei INSTRAT: RK-Suswono Unggul Jelang Pencoblosan

Minggu, 06 Oktober 2024 | 14:02

Eksaminasi Kasus Mardani Maming, Pakar Hukum: SK Bupati Tidak Melanggar UU

Minggu, 06 Oktober 2024 | 14:02

Isran-Hadi Tingkatkan Derajat Wanita Kalimantan Timur

Minggu, 06 Oktober 2024 | 13:43

Maroko Bantah Terlibat dalam Putusan Pengadilan Uni Eropa Soal Perjanjian Pertanian dan Perikanan

Minggu, 06 Oktober 2024 | 13:25

FKDM Komitmen Netral di Pilkada Jakarta

Minggu, 06 Oktober 2024 | 13:21

Ariyo Ardi dan Anisha Dasuki Jadi Moderator Debat Perdana Pilkada Jakarta

Minggu, 06 Oktober 2024 | 13:18

Aliansi Rakyat Indonesia Ajak Warga Dunia Dukung Kemerdekaan Palestina

Minggu, 06 Oktober 2024 | 12:58

Serangan Israel di Masjid Gaza Bunuh 18 Orang

Minggu, 06 Oktober 2024 | 12:49

Program Makan Bergizi Gratis Tingkatkan Peran Ekonomi Rakyat

Minggu, 06 Oktober 2024 | 12:28

Pertemuan Prabowo-Megawati Tak Perlu Didorong-dorong

Minggu, 06 Oktober 2024 | 12:18

Selengkapnya