Berita

Jaya Suprana/RMOL

Jaya Suprana

Menyembuhkan Fobia Istilah Pribumi

SELASA, 09 NOVEMBER 2021 | 20:49 WIB | OLEH: JAYA SUPRANA

MOHON para penderita fobia istilah pribumi berkenan membaca naskah ini secara seksama demi tidak menimbulkan salah tafsir.

Fakta membuktikan bahwa di masa orde baru memang istilah pribumi didayagunakan untuk mendiskriminir ras tertentu di persada Nusantara.

Namun sebenarnya fakta membuktikan bahwa di masa Orde Reformasi, Gus Dur secara konstitusional sudah menghapus diskriminasi ras dari peradaban bangsa, negara dan rakyat Indonesia. Maka sudah tidak ada alasan untuk fobia istilah pribumi.

Namun sayang  masih ada pihak tertentu fobia istilah pribumi sehingga menghendaki istilah pribumi dilarang untuk disebut-sebut di panggung politik mau pun kehidupan sehari-hari.

Semantika

Namun selama memiliki perasaan keberatan belum dilarang secara konstitusional mohon dimaafkan bahwa saya pribadi merasa keberatan apabila istilah pribumi dilarang.

Secara alasanologis, alasan keberatan saya beranekaragam. Antara lain karena kata pribumi sudah terlanjur secara leksikal semantika terbakukan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Maka jika istilah pribumi akan dilarang sebaiknya terlebih dahulu kata pribumi harus dihapus dari KBBI.

Jangan sampai KBBI kontradiktif berbenturan dengan larangan terhadap istilah pribumi.

Apalagi istilah nonpribumi ternyata juga sudah terbakukan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai yang bukan orang (penduduk) asli suatu negara.

Contoh:  perekonomian negara itu dikuasai oleh golongan nonpribumi.  Berarti secara resmi istilah pribumi mau pun nonpribumi de facto sudah diterima sebagai bagian melekat pada bahasa Indonesia sebagai bahasa negara, bangsa dan rakyat Indonesia.

Bagi yang keberatan atas pemaknaan kata pribumi mau pun nonpribumi silakan ajukan protes kepada manajemen KBBI.

Bagi yang menginginkan istilah pribumi dan nonpribumi dilarang silakan memanfaatkan hak petisi ke DPR sebagai lembaga legislatif untuk menyusun Undang Undang melarang penggunaan istilah pribumi dan nonpribumi di persada Nusantara.

Masyarakat Adat

Alasan keberatan yang lain adalah saya justru menggunakan istilah pribumi untuk menghormati harkat dan martabat masyarakat adat  di Tanah Air Udara tercinta saya ini.

Secara  jelas tak terbantahkan memang masyarakat adat sudah terlebih dahulu bermukim di persada Nusantara ketimbang saya.

Maka hukumnya wajib bagi saya untuk mengakui bahwa masyarakat adat sebagai pribumi Indonesia.

Sama halnya dengan hukumnya wajib bagi Amerika Serikat untuk mengakui bahwa masyarakat Apache, Navayo, Cherokee, Sioux  sebagai pribumi Amerika Serikat.

Hukumnya wajib bagi Australia untuk mengakui masyarakat Aborijin sebagai pribumi Australia. Hukumnya wajib bagi Afrika Selatan untuk mengakui suku Zulu, Xosha, Sotho, San, Tswana sebagai pribumi Afrika Selatan.

Hukumnya wajib bagi Indonesia untuk mengakui suku Huli, Asmat, Korowai, Yali, Goroka, Dani, Kalam,  Asaro sebagai pribumi Papua.

Istilah pribumi justru merupakan bagian  melekat pada Bhinneka Tunggal Ika sebagai inti sukma peradaban Indonesia  

Ojo Dumeh

Namun saya wajib mengendalikan diri saya sendiri agar jangan sampai menyalah-gunakan istilah pribumi dan nonpribumi untuk  melukai perasaan apalagi merugikan kepentingan orang lain.

Jangan sampai saya menyalah-gunakan istilah pribumi dan nonpribumi untuk melakukan segregasi alias memecah-belah bangsa saya sendiri.

Jangan sampai saya menyalah-gunakan istilah nonpribumi untuk misalnya berperan sebagai korban diskriminasi ras demi memperoleh asylum di luar negeri.

Maka demi menyembuhkan fobia istilah pribumi, saya wajib bersikap ojo dumeh sambil senantiasa eling lan waspodo. Serta empan papan mau pun di mana bumi dipijak.

Di sana langit dijunjung untuk hidup bersama dengan masyarakat yang memang lebih dahulu bermukim di Tanah Air Udara tercinta nan gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kerta raharja. Merdeka!

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Melalui Rembug Ngopeni Ngelakoni, Luthfi-Yasin Siap Bangun Jateng

Minggu, 02 Februari 2025 | 05:21

PCNU Bandar Lampung Didorong Jadi Panutan Daerah Lain

Minggu, 02 Februari 2025 | 04:58

Jawa Timur Berstatus Darurat PMK

Minggu, 02 Februari 2025 | 04:30

Dituding Korupsi, Kuwu Wanasaba Kidul Didemo Ratusan Warga

Minggu, 02 Februari 2025 | 03:58

Pelantikan Gubernur Lampung Diundur, Rahmat Mirzani Djausal: Tidak Masalah

Minggu, 02 Februari 2025 | 03:31

Ketua Gerindra Banjarnegara Laporkan Akun TikTok LPKSM

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:57

Isi Garasi Raffi Ahmad Tembus Rp55 Miliar, Koleksi Menteri Terkaya jadi Biasa Saja

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:39

Ahli Kesehatan Minta Pemerintah Dukung Penelitian Produk Tembakau Alternatif

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:18

Heboh Penahanan Ijazah, BMPS Minta Pemerintah Alokasikan Anggaran Khusus Sekolah Swasta

Minggu, 02 Februari 2025 | 01:58

Kecewa Bekas Bupati Probolinggo Dituntut Ringan, LIRA Jatim: Ada Apa dengan Ketua KPK yang Baru?

Minggu, 02 Februari 2025 | 01:42

Selengkapnya