Berita

Ilustrasi pers/Net

Publika

Idealisme Media dan Nobel Perdamaian

SELASA, 19 OKTOBER 2021 | 14:08 WIB | OLEH: YUDHI HERTANTO

PARADOKS! Kasus Aktual TV di Tanah Air mencuatkan satu kondisi yang terkini tentang industrialisasi hoaks di jagat online.

Disrupsi teknologi mengubah pola komunikasi melalui media internet. Semua pihak kini dapat bertindak sebagai produsen dan konsumen informasi secara bersamaan.

Dengan begitu, ada pasar transaksi informasi yang dimanfaatkan segelintir pelaku untuk mengambil keuntungan semata, tanpa mempertimbangkan dampaknya.

Pada saat yang sama, di tingkat dunia, hadiah nobel perdamaian tahun ini dianugerahkan kepada Maria Ressa pemimpin media online Rappler di Filipina dan Dmitry Muratov punggawa Novaya Gazeta surat kabar Rusia.

Keduanya dinilai berkontribusi pada upaya membela kebebasan berekspresi dan perdamaian. Hal yang sulit dibayangkan terjadi di sebuah era penuh distorsi informasi.

Ruang media yang hadir dalam keterhubungan jejaring digital membuat situasi semakin sesak, penuh hiruk pikuk, terjadi ketercampuran antara kebenaran dan kebohongan.

Keberadaan media juga menjadi arena pertarungan kepentingan dan propaganda. Ada aspek ekonomi dan politik yang terjalin dalam kehidupan sebuah media, tidak terpisahkan.

Idealisme

Mungkinkah media berbicara dalam kepentingan mewakili pemikiran publik? Industri pers telah berubah dalam format yang komersil, atau meminjam istilah Vincent Mosco, komodifikasi.

Keberlangsungan media terkait dengan sokongan finansial. Ada nilai ekonomi yang dipenuhi melalui mekanisme iklan. Saat ini tingkat kunjungan online serta rating menjadi indikator popularitas.

Seringkali sebuah kantor berita berbasis digital terjebak untuk mengejar konten clickbait, mengejar sensasi dan kontroversi, sehingga tidak jarang terjerumus pada berita nir-verifikasi.

Pertanyaan dasarnya, adakah segmen pembaca yang mau membiayai produk media yang ideal secara mandiri dan tidak gratis? Tentu saja hal itu sangat tergantung pada apa yang ditawarkan.

Manakala media menyajikan fakta dengan laku moral yang berintegritas, disertai dengan prinsip etik jurnalisme serta akurasi, sekaligus menjadi wakil dari kepentingan publik, maka masih terdapat ceruk pembaca yang tersedia.

Idealisme media ibarat menggenggam pasir, yang bisa jadi surut dari waktu ke waktu, tetapi upaya yang nampak sia-sia itu sesungguhnya penjaga marwah media sebagai artikulasi public interest.

Partisipasi

Berkaca dari dua kejadian yang secara kontras di atas, maka kita dapat memetik beberapa kesimpulan penting dalam merawat kehidupan media kita agar tidak mati sebelum berkembang.

Pertama: media harus menjadi ruang pencerahan, isu elite yang berkutat pada perebutan kuasa wajib ditransformasikan menjadi berfokus pada kepentingan publik.

Kedua: publik memainkan peran sebagai penentu agenda media, dengan begitu publik perlu mengambil tugas secara partisipatif agar terbentuk kebebasan ekspresi dan emansipasi.

Ketiga: kekuasaan perlu merumuskan tata regulasi yang memastikan eksistensi media tidak diboboti kepentingan politis para aktor politik, yang rawan konflik kepentingan.

Publik dalam hal ini yang menjadi medan magnet sasaran media dengan pembentukan opini khalayak, pun tidak bisa terus berhenti meningkatkan kapasitas literasinya.

Dengan begitu, dinamika dalam dialektika bermedia tetap memberikan keleluasaan untuk bersikap oposisi atas narasi yang dikembangkan oleh media baik cetak maupun online.

Kita memahami media adalah wilayah wacana, dimana permainan bahasa kerap kali dipergunakan untuk tujuan tertentu secara berbeda, karena itu publik yang berdaya dan tercerahkan menjadi padanan dari media yang independen serta idealis.

Tidak banyak yang bisa seperti itu, terlebih para pemilik kuasa dan kepentingan turut campur dengan benteng laskar digital buzzer dan influencer untuk memenangkan propaganda.

Panjang umur media idealis.

Penuli tengah menempuh program Doktoral Ilmu Komunikasi Universitas Sahid

Populer

Besar Kemungkinan Bahlil Diperintah Jokowi Larang Pengecer Jual LPG 3 Kg

Selasa, 04 Februari 2025 | 15:41

Jokowi Kena Karma Mengolok-olok SBY-Hambalang

Jumat, 07 Februari 2025 | 16:45

Alfiansyah Komeng Harus Dipecat

Jumat, 07 Februari 2025 | 18:05

Prabowo Harus Pecat Bahlil Imbas Bikin Gaduh LPG 3 Kg

Senin, 03 Februari 2025 | 15:45

Bahlil Gembosi Wibawa Prabowo Lewat Kebijakan LPG

Senin, 03 Februari 2025 | 13:49

Pengamat: Bahlil Sengaja Bikin Skenario agar Rakyat Benci Prabowo

Selasa, 04 Februari 2025 | 14:20

Komjen Dedi Ultimatum, Jangan Lagi Ada Anggapan Masuk Polisi Bayar!

Rabu, 05 Februari 2025 | 18:12

UPDATE

Pengurus Serikat Pekerja Kuatkan Gugatan Pensiunan Pegadaian

Kamis, 13 Februari 2025 | 01:34

Platform Telkom Genjot Kualitas Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik

Kamis, 13 Februari 2025 | 01:19

Tokoh Dayak: Pilbup Barito Utara Cukup Lancar

Kamis, 13 Februari 2025 | 00:53

Wujudkan Energi Bersih, Pertamina Sulap Gas Suar Kilang Menjadi Listrik

Kamis, 13 Februari 2025 | 00:31

Terdakwa Kasus Narkoba Berhasil Diringkus Usai Buron 10 Tahun

Kamis, 13 Februari 2025 | 00:13

Kerja Sama "Two Countries Twin Parks" Genjot Investasi Sektor Industri

Rabu, 12 Februari 2025 | 23:45

Erdogan Hadiahkan Mobil Listrik Togg T10X pada Prabowo

Rabu, 12 Februari 2025 | 23:35

Cukong Trump Tekor Rp3.300 Triliun, IHSG Berbalik Lompat 1,74 Persen

Rabu, 12 Februari 2025 | 23:31

Biaya Perjalanan Dinas Hingga Rapat Dipangkas Polri Demi Efisiensi

Rabu, 12 Februari 2025 | 23:17

Warga Pesisir Pulau Jawa Terancam Ditelan Laut

Rabu, 12 Februari 2025 | 22:55

Selengkapnya