Berita

Jaya Suprana/Ist

Jaya Suprana

Rindu Pendidikan Kebudayaan

KAMIS, 12 AGUSTUS 2021 | 10:52 WIB | OLEH: JAYA SUPRANA

SEBAGAI warga Indonesia yang bangga atas kebudayaan Indonesia, sebenarnya saya mendambakan Kementerian Kebudayaan berdaulat mandiri tanpa digabung dengan kementerian lain seperti di Prancis.

Dambaan tersebut sudah saya sampaikan ke Ir. Joko Widodo ketika beliau masih capres, namun akibat aneka ragam alasan, ternyata dambaan saya tidak kunjung terkabul. Kementerian kebudayaan kembali digabung ke kementerian pendidikan, bahkan kata kebudayaan tetap diletakkan di belakang pendidikan.

Bagi yang meletakkan pendidikan di depan kebudayaan pada hakikatnya meyakini bahwa pendidikan lebih penting ketimbang kebudayaan, padahal pendidikan merupakan bagian dari pendidikan. Bukan sebaliknya.

Pendidikan Kebudayaan

Namun tidak usah berdebat mana lebih penting, sebab lebih bermanfaat apabila kita bicara bukan tentang kebudayaan pendidikan yang cenderung abstrak, tetapi pendidikan kebudayaan yang cenderung lebih berwujud. Sebagai kodok gagal merindukan rembulan, maka saya cukup tahu diri untuk menurunkan kerinduan dari Menteri Kebudayaan menjadi Pendidikan Kebudayaan.

Setelah belajar dan mengajar di Jerman selama sedasawarsa, saya menyimpulkan bangsa Jerman seperti bangsa besar lain-lainnya menghargai dan menghormati, maka mengutamakan kebudayaan. Pendidikan kebudayaan di Jerman dianggap setara penting dengan pendididikan sains, matematika, ilmu pengetahuan alam maupun keterampilan menggunakan teknologi.

Tidak seperti di Indonesia, pendidikan kebudayaan di Jerman sama sekali tidak dianggap lebih tidak penting ketimbang pendidikan ilmu pengetahuan alam dan ilmu eksakta. Di negeri Beethoven, Goethe dan Leibniz, pendidikan kebudayaan justru dianggap sebagai landasan pendidikan pengetahuan alam, sains dan teknologi. Apa yang disebut kebudayaan justru dianggap ibunda segenap ilmu.

Presiden BJ Habibie sempat berkisah ketika beliau lebih menginginkan putranya yang memenangkan kompetisi piano remaja Jerman untuk studi iptek ketimbang musik dicemooh seorang profesor kebudayaan sebagai "Kulturbanause" alias tidak paham kebudayaan.

Sama halnya ketika saya menyatakan akan pulang ke Tanah Air Udara, saya bekerja di perusahaan keluarga Suprana, maka para maha guru dan sejawat musik saya di Jerman merasa kecewa, ternyata saya mengutamakan bisnis ketimbang musik.

Bhinneka Tunggal Ika

Lain padang lain belalang, maka lain Jerman lain Indonesia. Namun mengingat kemahakarayaan perbendaharaan kebudayaan Nusantara malah lebih beranekaragam ketimbang Jerman, maka saya yakin bangsa Indonesia mampu kalau mau menyelenggarakan pendidikan kebudayaan.

Betapa indahnya apabila di semua sekolah dasar sampai atas di Jakarta memiliki mata pelajaran bahasa Betawi, musik Tanjidor, Gambang Kromong, Kroncong Tugu, seni tari Betawi, lelucon Betawi, desain Ondel-Ondel.

Semua sekolah di Jawa Barat mengajarkan bahasa Sunda, filsafat Sunda, kisah-kisah rakyat Sunda, angklung, degung, wayang golek, debus, senitari jaipong. Semua sekolah di Jawa Tengah mengajarkan bahasa Jawa, pemikiran Kejawen, seni musik karawitan, langgam, campursari, wayang kulit Jawa, wayang orang, ketoprak, senitari Bedayan.

Di Jawa Timur, seni teater ludruk, seni tari remo, gandrung, thengul, reog, kuda lumping. Di Madura tentang sejarah peradaban Madura, lelucon Madura, kuliner Madura, filsafat Madura, senitari Muang Sangkal. Di Bali tidak terlalu perlu, sebab pendidikan kebudayaan sudah merakyat secara alami mendarah-daging pada setiap keluarga di pulau Dewata.

Tidak terbayang betapa dahsyat keindahan menggetar sukma di lubuk sanubari andaikata seluruh sekolah dari Sabang sampai Merauke masing-masing mengajarkan generasi muda Indonesia untuk lebih mengenal, maka cinta dan bangga kebudayaan bukan asing, tetapi kebudayaan negara, bangsa dan rakyat Indonesia sendiri. MERDEKA!

Penulis adalah budayawan, filsuf, pakar kelimurologi

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Melalui Rembug Ngopeni Ngelakoni, Luthfi-Yasin Siap Bangun Jateng

Minggu, 02 Februari 2025 | 05:21

PCNU Bandar Lampung Didorong Jadi Panutan Daerah Lain

Minggu, 02 Februari 2025 | 04:58

Jawa Timur Berstatus Darurat PMK

Minggu, 02 Februari 2025 | 04:30

Dituding Korupsi, Kuwu Wanasaba Kidul Didemo Ratusan Warga

Minggu, 02 Februari 2025 | 03:58

Pelantikan Gubernur Lampung Diundur, Rahmat Mirzani Djausal: Tidak Masalah

Minggu, 02 Februari 2025 | 03:31

Ketua Gerindra Banjarnegara Laporkan Akun TikTok LPKSM

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:57

Isi Garasi Raffi Ahmad Tembus Rp55 Miliar, Koleksi Menteri Terkaya jadi Biasa Saja

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:39

Ahli Kesehatan Minta Pemerintah Dukung Penelitian Produk Tembakau Alternatif

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:18

Heboh Penahanan Ijazah, BMPS Minta Pemerintah Alokasikan Anggaran Khusus Sekolah Swasta

Minggu, 02 Februari 2025 | 01:58

Kecewa Bekas Bupati Probolinggo Dituntut Ringan, LIRA Jatim: Ada Apa dengan Ketua KPK yang Baru?

Minggu, 02 Februari 2025 | 01:42

Selengkapnya