Berita

Petugas polisi berjaga di luar pengadilan 30 Juli 2021, di Hong Kong, ketika seorang demonstran Tong Ying-kit keluar dari pengadilan setelah hukumannya karena melanggar undang-undang keamanan selama protes tahun 2020/AP

Dunia

Tawaran Safe Haven AS bagi Warga Hong Kong Mempercantik Kekacauan Anti-China

JUMAT, 06 AGUSTUS 2021 | 14:24 WIB | LAPORAN: AMELIA FITRIANI

China dan Amerika Serikat kembali bergesekan terkait isu Hong Kong. Pada Jumat (6/8), Kementerian Luar Negeri China mengecam tawaran perlindungan sementara atau safe haven yang diberikan oleh Amerika Serikat kepada warga Hong Kong yang berada di negeri Paman Sam.

Sehari sebelumnya, tepatnya pada Kamis (5/8), Presiden Amerika Serikat Joe Biden menandatangani sebuah memorandum yang memungkinkan warga Hong Kong yang saat ini berada di Amerika Serikat untuk tinggal dan bekerja di negara itu selama 18 bulan ke depan.

Langkah ini diambil Biden sebagai bentuk tanggapan langsung terhadap Undang-Undang Keamanan Nasional baru yang diberlakukan di Hong Kong. Selain itu, langkah ini juga merupakan bentuk kecaman atas situasi di Hong Kong yang dianggap oleh Amerika Serikat telah melemahkan hak-hak yang yang dijanjikan ketika bekas jajahan Inggris itu diserahkan kembali ke China pada tahun 1997.

Keputusan Biden itu membuat geram China.

Melalui sebuah pernyataan, kantor Kementerian Luar Negeri China yang ada di Hong Kong pada hari Jumat (6/8) menyebut bahwa apa yang dilakukan oleh Amerika Serikat adalah hal yang sia-sia.

"Amerika Serikat memfitnah dan menodai hukum keamanan nasional Hong Kong, secara terang-terangan melakukan campur tangan dalam urusan Hong Kong dan urusan dalam negeri China, dan secara terang-terangan menginjak-injak hukum internasional dan norma-norma dasar hubungan internasional," begitu bunyi pernyataan itu, seperti dimuat Associated Press.

"Amerika Serikat menjalin kebohongan dan memfitnah undang-undang keamanan nasional Hong Kong, secara terang-terangan mempercantik kekacauan anti-China di Hong Kong, dan dengan lancang menawarkan apa yang disebut 'tempat berlindung yang aman'," sambung pernyataan yang sama.

Pernyataan yang sama juga menyebut bahwa langkah itu adalah upaya sia-sia untuk menstigmatisasi Hong Kong, menstigmatisasi China.

Oleh karena itu, masih merujuk pada pernyataan itu, warga Hong Kong dan China akan menanggapi apa yang mereka sebut sebagai “manipulasi politik yang tidak tahu malu”.

Tawaran safe haven adalah langkah terbaru dari serangkaian langkah yang diambil oleh pemerintahan Biden dalam menanggapi tindakan keras China, termasuk menangguhkan perjanjian ekstradisi dengan wilayah tersebut serta memberlakukan larangan visa di Hong Kong.

Dari pihak Amerika Serikat menilai, langkah itudiambil sebagai tanggaan atas situasi yang sedang berkembang di Hong Kong.

“Mengingat penangkapan dan pengadilan bermotif politik, pembungkaman media, dan berkurangnya ruang untuk pemilihan umum dan oposisi demokratis, kami akan terus mengambil langkah untuk mendukung orang-orang di Hong Kong,” kata sekretaris pers Gedung Putih Jen Psaki.

China memberlakukan UU Keamanan Nasional di Hong Kong sebagai tanggapan atas protes jalanan pro-demokrasi selama berbulan-bulan pada 2019 lalu.

Polisi telah menangkap sedikitnya 100 politisi oposisi, aktivis dan demonstran, memberlakukan batasan ketat pada pidato politik, mengatur ulang legislatif lokal untuk memastikan mayoritas pro-Beijing serta menuntut agar siapa pun yang memegang jabatan publik untuk membuktikan kesetiaan mereka kepada China.

Sementara itu, aktivis pro-demokrasi Hong Kong yang baerada di pengasingan memohon kepada Kongres Amerika Serikat bulan lalu untuk meloloskan undang-undang untuk memberikan perlindungan sementara dan status pengungsi permanen di Amerika Serikat. Permohonan ini dibuat setlah polisi Hong Kong mengkonfirmasi bahwa mereka memiliki daftar lebih dari 50 orang yang akan ditangkap jika mereka berusaha untuk pergi.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

Pendapatan Garuda Indonesia Melonjak 18 Persen di Kuartal I 2024

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:41

Sidang Pendahuluan di PTUN, Tim Hukum PDIP: Pelantikan Prabowo-Gibran Bisa Ditunda

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:35

Tak Tahan Melihat Penderitaan Gaza, Kolombia Putus Hubungan Diplomatik dengan Israel

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:34

Pakar Indonesia dan Australia Bahas Dekarbonisasi

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:29

Soal Usulan Kewarganegaraan Ganda, DPR Dorong Revisi UU 12 Tahun 2006

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:25

Momen Hardiknas, Pertamina Siap Hadir di 15 Kampus untuk Hadapi Trilemma Energy

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:24

Prabowo-Gibran Diminta Lanjutkan Merdeka Belajar Gagasan Nadiem

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:16

Kebijakan Merdeka Belajar Harus Diterapkan dengan Baik di Jakarta

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:06

Redmi 13 Disertifikasi SDPPI, Spesifikasi Mirip Poco M6 4G

Kamis, 02 Mei 2024 | 10:59

Prajurit TNI dan Polisi Diserukan Taat Hukum

Kamis, 02 Mei 2024 | 10:58

Selengkapnya