Berita

Kampus UI di Depok/Net

Politik

Wali Amanat UI: Pembahasan Statuta Dua Kali Mandeg, Sebelum Akhirnya Sampai Di Meja Presiden

JUMAT, 23 JULI 2021 | 13:40 WIB | LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK

Perubahan Peraturan Pemerintah (PP) 68/2021 menjadi PP 75/2021 tentang Statuta Universitas Indonesia (UI) menjadi polemik.

Pasalnya, PP 75/2021 memungkinkan rektor UI menjadi komisaris di BUMN. Sementara dalam PP 68/2013, rektor dilarang merangkap jabatan di BUMN atau BUMD.

Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) UI, Saleh Husin menjelaskan, proses revisi PP itu sudah berlangsung sejak 2019 yang dimulai dengan menampung usulan dari empat organisasi di UI, yakni Majelis Wali Amanat UI, Dewan Guru Besar (DGB), Senat Akademik (SA), dan Eksekutif/Rektorat.

Masing-masing organisasi mengusulkan substansi perubahan Statuta UI. Masukan dari setiap organisasi itu kemudian dibahas oleh tim kecil yang dibentuk oleh rektor untuk menyinkronisasi substansi perubahan dalam daftar inventarisasi masalah.

"Kalau tidak salah, pada April 2020 dibentuk tim kecil, tetapi seingat saya pada Maret 2020 atas inisiatif DGB, tim kecil ini sudah mulai rapat. Di tim kecil itu niatnya untuk memformulasikan masukan setiap organ, tetapi tidak pernah match. Akhirnya mentah dan balik ke masing-masing organ untuk dibahas lagi dan penambahan masukan," ujar Saleh dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat (23/7).

Dikatakan Saleh, tim yang bekerja dua bulan itu bubar pada Juni 2020 dan pembahasan pun sempat vakum. Namun, akhirnya dibentuk tim kecil kedua pada September 2020 yang berisi 12 orang yang merupakan perwakilan dari masing-masing organisasi.

Mereka adalah Ari Kuncoro, Agustin Kusumayati, dan Abdul Haris yang mewakili eksekutif. Lalu, Bambang PS Brodjonegoro, Yosi Kusuma Eriwati, dan Fredy Buhama Lumban Tobing mewakili MWA; Harkristuti Hakrisnowo, Lindawati Gani, dan Ine Minara S Ruky (DGB); serta Nachrowi Djalal Nachrowi, Frieda Maryam Manungsong Siahaan, dan Surastini Fitriasih (SA).

"Setelah itu, berproseslah mereka (tim kecil kedua), tetapi tidak juga menghasilkan sinkronisasi dan kesimpulan. Tim kedua ini akhirnya bubar karena hanya diminta bekerja selama dua bulan," tutur mantan Menteri Perindustrian.

Lanjut Saleh, proses pembahasan usulan revisi berlanjut di kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud). Rapat digelar oleh Kemdikbud dengan menghadirkan perwakilan dari masing-masing organisasi UI, yaitu eksekutif, MWA, DGB, dan SA.

"Mereka hadir untuk menyampaikan masukan-masukan, termasuk juga Bambang Brodjonegoro mewakili MWA, yang waktu itu masih sebagai menteri. Namun, dalam rapat tersebut juga tidak ada titik temu. Masing-masing mempertahankan masukan mereka," cerita Saleh.

Pembahasan tentang perubahan Statuta UI mandek lagi sampai akhirnya Kemdikbud mengundang berbagai menteri terkait, yakni Menteri Keuangan Menkumham, Mensesneg, Menko PMK, Menteri PAN RB, serta dari pihak UI.

Kehadiran perwakilan UI kali ini bukan dari organisasi, melainkan UI sebagai institusi, dalam hal ini rektor dan dapat diwakilkan oleh rektor. Pembahasan revisi PP tentang Statuta UI itu berjalan lancar hingga naskah final revisi PP itu sampai di meja Presiden Jokowi.

"Jadi, semua sesuai mekanisme dan tata aturan yang berlaku. Ini sudah menjadi keputusan dan sudah diteken Presiden, tentu kita menghormati keputusan itu. Dalam hal ini, MWA diamanahkan membuat aturan turunannya," urainya.

Saleh menjelaskan, ada banyak hal yang berubah di dalam PP itu, tetapi yang menuai perhatian adalah Pasal 35 huruf c.

Pada PP lama, yakni PP 68/2013, pasal itu berbunyi, "Rektor dan Wakil Rektor dilarang merangkap sebagai pejabat pada badan usaha milik negara/daerah maupun swasta".

Kemudian, pada PP yang baru, yakni PP 75/2021, bunyi Pasal 35 huruf c diubah menjadi, "Rektor dan Wakil Rektor dilarang merangkap sebagai direksi pada badan usaha milik negara/daerah maupun swasta".

Saleh Husin mengatakan, dalam pandangan MWA, Pasal 35 huruf c pada PP yang lama multitafsir sehingga perlu dibuat lebih jelas. Sebab, ujarnya, definisi pejabat seperti yang ada di PP 68/2013 sangat luas.

"MWA menilai, yang namanya pejabat itu adalah orang yang day to day bekerja untuk perusahaan, yaitu jajaran direksi. Maka, pada PP yang baru diperjelas langsung direksi," pungkasnya.

Populer

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Pj Gubernur Jabar Ingin Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Sempurna

Kamis, 02 Mei 2024 | 03:58

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

Kantongi Sertifikasi NBTC, Poco F6 Segera Diluncurkan

Sabtu, 04 Mei 2024 | 08:24

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

UPDATE

Eko Darmanto Bakal Didakwa Terima Gratifikasi dan TPPU Rp37,7 M

Senin, 06 Mei 2024 | 16:06

Fahri Hamzah: Akademisi Mau Terjun Politik Harus Ganti Baju Dulu

Senin, 06 Mei 2024 | 15:56

Pileg di Intan Jaya Molor Karena Ulah OPM

Senin, 06 Mei 2024 | 15:56

Gaduh Investasi Bodong, Pengamat: Jangan Cuma Nasabah, Bank Juga Perlu Perlindungan

Senin, 06 Mei 2024 | 15:46

Tertinggi dalam Lima Tahun, Ekonomi RI di Kuartal I 2024 Tumbuh 5,11 Persen

Senin, 06 Mei 2024 | 15:46

Parnas Tak Punya Keberanian Usung Kader Internal jadi Cagub/Cawagub Aceh

Senin, 06 Mei 2024 | 15:45

PDIP Buka Pendaftaran Cagub-Cawagub Jakarta 8 Mei 2024

Senin, 06 Mei 2024 | 15:35

Dirut Pertamina: Kita Harus Gerak Bersama

Senin, 06 Mei 2024 | 15:35

Banyak Pelanggan Masih Pakai Ponsel Jadul, Telstra Tunda Penutupan Jaringan 3G di Australia

Senin, 06 Mei 2024 | 15:31

Maju sebagai Cagub Jateng, Sudaryono Dapat Perintah Khusus Prabowo

Senin, 06 Mei 2024 | 15:24

Selengkapnya