Berita

Ilustrasi

Dunia

Geram Pemerintah Indonesia Tolak Resolusi PBB, Amnesty International: Mana Komitmen Negara Memajukan HAM Di Dunia?

JUMAT, 21 MEI 2021 | 00:57 WIB | LAPORAN: AHMAD SATRYO

Penolakan pemerinta terhadap resolusi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) soal kewajiban negara-negara untuk melindungi dan mencegah genosida, kejahatan perang, pembersihan etnis, dan kejahatan terhadap kemanusian, dikecam Amnesty International.

Direktur Eksekutif Amnesty International, Usman Hamid mengaku geram dengan penolakan pemerintahan Indonesia atas resolusi PBB tersebut, khususnya terkait pelaksanaan tanggung-jawab untuk melindungi atas kejahatan HAM di Palestina, Myanmar dan Suriah

“Kami menyayangkan sikap Indonesia yang menyatakan 'tidak' saat pemungutan suara di Sidang Umum PBB," ujar Usman Hamid dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis (20/5).

"(Yaitu) terkait resolusi pelaksanaan Tanggungjawab Untuk Melindungi (Responsibility To Protect) atas situasi kejahatan yang tergolong amat serius di Palestina, Myanmar dan Suriah, terutama kejahatan terhadap kemanusiaan," sambungnya.

Menurut Usman Hamid, apa yang terjadi di Palestina, Myanmar dan juga Suriah merupakan jenis kejahatan yang terkait langsung dengan pelanggaran HAM berat, dan termasuk melanggar hukum Indonesia yang diatur di dalam UU 26/2000 tentang  Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Menurut Usman, sikap yang ditunjukkan Indonesia di forum internasional itu memperlihatkan rendahnya tingkat komitmen negara dalam memajukan dan melindungi HAM di dunia.

Dalam voting di PBB yang berlangsung pada 17-18 Mei, Indonesia sejajar dengan 14 negara lain yang memiliki reputasi rendah di bidang HAM.

“Indonesia diapresiasi karena memberikan perhatian atas situasi kemanusiaan di sana. Tetapi sayangnya tidak mau memberikan suara 'ya' untuk menghentikan pelanggaran HAM di Palestina, Myanmar dan Suriah melalui voting tersebut," tegas Usman Hamid.

The Responsibility to Protect (R2P) merupakan satu komitmen masyarakat dunia yang disetujui oleh semua negara anggota PBB pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Dunia sejak 2005 lalu.

Melalui itu, para anggota dunia sepakat menangani serta mencegah terjadinya kejahatan-kejahatan yang sangat serius di bawah hukum internasional, yaitu genosida, kejahatan perang, pembersihan etnis dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

Ukraina Lancarkan Serangan Drone di Beberapa Wilayah Rusia

Rabu, 01 Mei 2024 | 16:03

Bonus Olimpiade Ditahan, Polisi Prancis Ancam Ganggu Prosesi Estafet Obor

Rabu, 01 Mei 2024 | 16:02

Antisipasi Main Judi Online, HP Prajurit Marinir Disidak Staf Intelijen

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:37

Ikut Aturan Pemerintah, Alibaba akan Dirikan Pusat Data di Vietnam

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:29

KI DKI Ajak Pekerja Manfaatkan Hak Akses Informasi Publik

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:27

Negara Pro Rakyat Harus Hapus Sistem Kontrak dan Outsourcing

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:17

Bandara Solo Berpeluang Kembali Berstatus Internasional

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:09

Polisi New York Terobos Barikade Mahasiswa Pro-Palestina di Universitas Columbia

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:02

Taruna Lintas Instansi Ikuti Latsitardarnus 2024 dengan KRI BAC-593

Rabu, 01 Mei 2024 | 14:55

Peta Koalisi Pilpres Diramalkan Tak Awet hingga Pilkada 2024

Rabu, 01 Mei 2024 | 14:50

Selengkapnya