Berita

Diplomat Rusia meninggalkan Korea Utara dengan kereta troli bertenaga tangan/Net

Dunia

Krisis Korea Utara: Tidak Ada Obat-obatan Dan Makanan, Diplomat Asing Berbondong-bondong 'Kabur' Dari Pyongyang

JUMAT, 02 APRIL 2021 | 07:34 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Korea Utara mengalami krisis yang semakin mengkhawatirkan di tengah pandemi yang membuat diplomat asing berbondong-bondong meninggalkan negara itu

Staf kedutaan Rusia di Pyongyang menceritakan 'kondisi tak tertahan' di ibukota Korea Utara akibat kurangnya pasokan barang-barang penting seperti obat-obatan, makanan, dan pelayanan medis.

Dalam postingan di Facebook, ia mengatakan hampir semua orang tidak tahan dengan pembatasan total yang diberlakukan di negara itu yang belum pernah terjadi sebelumnya.  


“Sangat mungkin untuk memahami mereka yang meninggalkan ibukota Korea Utara. Hampir semua orang tidak tahan dengan pembatasan total yang belum pernah terjadi sebelumnya pada individu," katanya, seperti dikutip dari The Guardian, Kamis (1/4).

Korea Utara telah memberlakukan pembatasan pandemi yang terlalu ketat. Penutupan perbatasan, pelarangan sebagian besar perjalanan internasional, dan membatasi pergerakan di dalam negeri, yang semuanya itu telah benar-benar melumpuhkan berbagai sektor, termasuk tidak tersedianya obat-obatan dan makanan, serta kebutuhan penting lainnya.

"Hampir tidak ada diplomat yang tersisa di Pyongyang," katanya.

Semua, kecuali tiga pekerja bantuan asing telah dievakuasi dari negara itu pada Desember lalu. Semua kantor kedutaan yang masih bertahan telah memangkas jumlah staf seminimal mungkin.

Inggris, Brasil, Jerman dan beberapa negara lain telah mengunci gerbang misi mereka di Pyongyang, sementara semua staf asing di organisasi kemanusiaan internasional telah pergi, katanya, seperti dikutip dari Reuters.

Pada bulan Februari, para diplomat Rusia dan anggota keluarga mereka dipaksa untuk menaiki troli rel yang didorong tangan melintasi perbatasan setelah menghabiskan lebih dari 30 jam di atas kereta dari Pyongyang ke perbatasan.

Perbatasan Korea Utara pada dasarnya telah ditutup sejak Januari lalu di tempat yang mungkin merupakan karantina Covid-19 paling parah di dunia.

Para pengamat mengatakan tindakan tersebut telah memungkinkan pemerintah untuk meningkatkan kendali atas kehidupan sehari-hari ke tingkat yang mirip dengan tahun-tahun kelaparan di tahun 1990-an.

Seorang peneliti senior di Korea Utara untuk Human Rights Watch, Lina Yoon, mengatakan pada bulan lalu bahwa dia telah diberitahu tentang kekurangan makanan, sabun, pasta gigi dan baterai.

Perdagangan Korea Utara dengan China telah turun sekitar 80 persen, dengan impor makanan dan obat-obatan turun mendekati nol. Pemerintah Korea Utara mengklaim bahwa perdagangan, bersama dengan 'debu kuning' yang bertiup di perbatasan dari China, dapat menyebabkan penyebaran virus Corona.

Bencana banjir besar juga telah merusak produksi pertanian, memperburuk kekurangan pangan di negara itu.

Yoon membandingkan 'tindakan ekstrim' yang baru-baru ini diberlakukan di tengah pandemi dengan 'kontrol ultra-ketat' dalam beberapa dekade terakhir, di mana di masa lalu pemerintah mengontrol semua informasi dan distribusi makanan dan bahan, sambil melarang aktivitas 'pasar bebas'. Kondisi ini menyebabkan kelaparan massal pada 1990-an setelah Uni Soviet runtuh, dan persediaan makanan gagal.

Korea Utara telah melaporkan tidak ada kasus virus corona di negara tersebut, tetapi para pengamat meyakini kemungkinan ada wabah di tentara dan di kota-kota perbatasan yang kemudian dikarantina oleh pemerintah.

Korea Utara akan menerima 1,7 juta dosis vaksin Oxford / AstraZeneca sebagai bagian dari program Covax Organisasi Kesehatan Dunia.

Yoon telah meminta pemerintahan Biden dan pemerintah asing lainnya untuk memberikan prioritas pada upaya bantuan ke Korea Utara, daripada berfokus pada negosiasi program senjata nuklirnya. Bulan lalu negara itu melanjutkan pengujian rudal jelajah dan rudal balistik jarak pendek .

“Sangat penting bagi dunia untuk mengingat rakyat Korea Utara, bukan hanya senjata nuklirnya,” tulisnya.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

UPDATE

Rumah Dinas Kajari Bekasi Disegel KPK, Dijaga Petugas

Jumat, 19 Desember 2025 | 20:12

Purbaya Dipanggil Prabowo ke Istana, Bahas Apa?

Jumat, 19 Desember 2025 | 20:10

Dualisme, PB IKA PMII Pimpinan Slamet Ariyadi Banding ke PTTUN

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:48

GREAT Institute: Perluasan Indeks Alfa Harus Jamin UMP 2026 Naik

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:29

Megawati Pastikan Dapur Baguna PDIP Bukan Alat Kampanye Politik

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:24

Relawan BNI Ikut Aksi BUMN Peduli Pulihkan Korban Terdampak Bencana Aceh

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:15

Kontroversi Bantuan Luar Negeri untuk Bencana Banjir Sumatera

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:58

Uang Ratusan Juta Disita KPK saat OTT Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:52

Jarnas Prabowo-Gibran Dorong Gerakan Umat Bantu Korban Banjir Sumatera

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:34

Gelora Siap Cetak Pengusaha Baru

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:33

Selengkapnya