Berita

Ilustrasi vaksinasi/Net

Dahlan Iskan

Vaksin Itu

JUMAT, 12 MARET 2021 | 04:42 WIB | OLEH: DAHLAN ISKAN

SURAT itu rahasia. Terlihat dari semua kode "rahasia" di setiap halamannya. Tapi kemarin pagi copy-nya beredar luas di medsos. Kemungkinannya dua: ada wartawan yang hebat sekali –sampai mampu "mencuri" surat itu. Atau memang ada skenario sengaja membocorkannya ke media.

Anda pun sudah tahu: itulah surat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tentang Vaksin Nusantara. Yang intinya: belum bisa memberikan izin dilakukannya uji coba tahap 2.

"Dari hasil penelitian yang dilakukan BPOM, data yang diperoleh dari interim fase I belum dapat mendukung rasionalitas untuk pelaksanaan uji klinik fase II dalam desain adaptive trial," bunyi surat itu.

"Diketahui, dalam 4 minggu setelah penyuntikan, vaksin belum dapat memberikan respons yang memadai untuk melindungi subjek. Sehingga hal tersebut tidak memungkinkan digunakan dalam masa pandemi karena subjek tidak terlindungi".

Itulah sebabnya BPOM minta respons dari tim peneliti.

Respons itu sudah disampaikan ke BPOM –menurut tim peneliti. Tentu sifatnya juga rahasia. Tidak terlihat dibocorkan ke publik.

Saya mencatat ada dua butir alasan BPOM yang saya nilai telak sekali. Pertama, dari uji coba tahap 1 ternyata tidak menghasilkan antibodi yang memenuhi syarat.

Kedua, rekomendasi etisnya kok datang dari RSPAD Jakarta. Bukan dari RS Kariadi Semarang –tempat uji coba dilakukan.

Selebihnya adalah alasan-alasan teknis proses uji coba dan penelitian. Yang saya tidak ahli di bidang itu.

Dengan membaca copy surat yang bocor itu, kesan pertama saya, tim Vaksin Nusantara telah berbohong. Setidaknya kepada saya. Yang mengatakan dari uji coba 1 itu sudah didapatkan hasil antibodi yang cukup. Bahkan ada yang sampai 136 kali.

Saya pun bisa ikut mempertanyakan: mengapa RSPAD yang mengeluarkan surat rekomendasi itu.

Maka saya kembali menghubungi tim Vaksin Nusantara. Juga berbicara dengan Wakil Ketua Komisi IX DPR Melki Laka Lena, yang gigih membela Vaksin Nusantara.

Rabu kemarin Komisi IX DPR ternyata mengadakan rapat kerja dan dengar pendapat. Komisi IX mengundang Kemenkes, BPOM, sponsor Vaksin Nusantara, Vaksin Merah Putih, dan dua orang ahli yang mendukung Vaksin Nusantara. Dokter-jenderal Terawan hadir mewakili Vaksin Nusantara. Prof. Dr. C. A Nidom, guru besar Unair, hadir sebagai ahli virus. Prof Dr Amin Subandrio hadir sebagai Lembaga Eijkman.

Menkes mengutus wakilnya: Prof. Dr. Dante Laksono Harbuwono. Menristek Prof Dr Bambang Brodjonegoro hadir sendiri. Demikian juga Kepala BPOM Dr Ir Penny K Lukito.

Tema rapat itu: membahas dukungan pemerintah pada pengembangan Vaksin Merah Putih dan Vaksin Nusantara. Yang memimpin sidang adalah Ketua Komisi IX DPR sendiri: Felly Estelita Runtuwene.

Hasil rapat kerja itu sudah bisa kita duga: mendukung Vaksin Merah Putih dan Vaksin Nusantara. Mereka mendesak BPOM untuk segera mengeluarkan izin uji coba fase 2 Vaksin Nusantara. Juga minta tim peneliti untuk membuka saja ke publik hasil penelitian fase 1 yang lalu.

Benarkah hasil uji coba fase 1 itu tidak memunculkan antibodi terhadap Covid-19 –seperti disebut dalam surat BPOM?

"BPOM telah membuat kesimpulan dari hasil rata-rata uji coba fase 1," ujar tim peneliti yang saya hubungi.

Memang, katanya, dari 28 orang yang ikut uji coba hanya tiga yang muncul antibodi dalam jumlah yang cukup. Tapi, katanya, itu karena dosis yang diberikan tidak sama. Ada 9 kategori dosis. Tentu hasilnya berbeda.

"Seharusnya belum itu yang dipersoalkan BPOM," ujar tim peneliti itu. "Kalau mau disiplin prosedur, seharusnya yang dipersoalkan adalah apakah ada efek samping atau tidak," tambahnya.

Uji coba tahap 1 adalah uji coba yang tujuannya fokus ke efek samping. Belum ke efektif atau tidak. "Sepanjang diketahui tidak ada efek samping maka izin uji coba tahap 2 harus diberikan," katanya.

Barulah kelak, di uji coba tahap 2, boleh dipersoalkan hasilnya: efektif atau tidak. Kalau tidak efektif jangan diberi izin untuk melakukan uji coba tahap 3. "Para ahli kami sendiri sepakat, kalau tidak efektif kami sendiri yang menghentikan. Tidak usah BPOM," katanya.

Saya pun bisa menerima penjelasan itu. Perasaan telah dibohongi pun sudah saya hilangkan.

Demikian juga soal keterlibatan RSPAD. Itu, katanya, soal teknis dan kemampuan peralatan. RSPAD-lah yang mempunyai peralatan yang sejajar dengan teknologi vaksin Nusantara.

Itu pula sebabnya Komisi IX DPR melangkah lebih nyata lagi. Yakni desakan agar uji coba fase 2 itu harus sudah tuntas sebelum tanggal 17 Maret 2021.

"Kesan saya Vaksin Nusantara ini sengaja dihambat," ujar Melki yang juga seorang apoteker –pun istrinya. Melki asli Kupang, NTT. Istrinya asli Jawa Tengah. Keduanya bertemu di belanga Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Dari belanga itu lahir seorang putri yang masih sekolah SD.

Tentu BPOM tidak mau dikatakan sengaja menghambat. Kepala BPOM Penny Lukito sudah mengungkapkan dalam suratnya itu. BPOM sifatnya minta klarifikasi. Maka kewajiban tim peneliti untuk menjelaskannya.

BPOM juga memberikan kesempatan kepada tim peneliti untuk memberikan klarifikasi dalam hearing Komite Nasional Penilai Obat. Di situ akan hadir bukan saja ahli vaksin tapi juga ahli klinis.

Program vaksinasi sendiri terus berjalan. Bahkan sudah masuk pula yang vaksin mandiri. Yang berbayar. Yang dilakukan oleh swasta –di luar vaksin gratis Sinovac. Modal besar itu harus kembali –secara bisnis.

Populer

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Pj Gubernur Jabar Ingin Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Sempurna

Kamis, 02 Mei 2024 | 03:58

Telkom Buka Suara Soal Tagihan ‘Telepon Tidur’ Rp9 Triliun Pertahun

Kamis, 25 April 2024 | 21:18

UPDATE

Lanal Banten dan Stakeholder Berjibaku Padamkan Api di Kapal MT. Gebang

Minggu, 05 Mei 2024 | 19:55

Indonesia Tetapkan 5,5 Juta Hektare Kawasan Konservasi untuk Habitat Penyu

Minggu, 05 Mei 2024 | 19:41

Kepercayaan Global Terus Meningkat pada Dunia Pelayaran Indonesia

Minggu, 05 Mei 2024 | 19:27

TNI AU Distribusikan Bantuan Korban Banjir di Sulsel Pakai Helikopter

Minggu, 05 Mei 2024 | 19:05

Taruna Jadi Korban Kekerasan, Alumni Minta Ketua STIP Mundur

Minggu, 05 Mei 2024 | 18:42

Gerindra Minta Jangan Adu Domba Relawan dan TKN

Minggu, 05 Mei 2024 | 18:19

Ketua Alumni Akpol 91 Lepas Purna Bhakti 13 Anggota

Minggu, 05 Mei 2024 | 17:52

Jadi Lokasi Mesum, Satpol PP Bangun Posko Keamanan di RTH Tubagus Angke

Minggu, 05 Mei 2024 | 17:24

Perbenihan Nasional Ikan Nila Diperluas untuk Datangkan Cuan

Minggu, 05 Mei 2024 | 16:59

Komandan KRI Diponegoro-365 Sowan ke Pimpinan AL Cyprus

Minggu, 05 Mei 2024 | 16:52

Selengkapnya