Berita

Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko/Net

Politik

Berlatar Belakang Prajurit, Moeldoko Diyakini Bergerak Atas Perintah

MINGGU, 07 MARET 2021 | 10:22 WIB | LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL

Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko merupakan mantan prajurit di TNI. Artinya, setiap gerakan yang dilakukan selalu atas dasar perintah dari atasannya.

Hal serupa diyakini juga dilakukan Moeldoko saat mau menerima menjadi ketua umum Partai Demokrat dari hasil Kongres Luar Biasa (KLB) yang ilegal.

Begitu kata  Presidium Gerakan Pro Demokrasi Indonesia, Andrianto atas sikap Moeldoko yang masih menjabat sebagai Kepala Staf Kepresidenan (KSP) mengambil alih kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) lewat KLB Deliserdang.


Menurut Andrianto, era kegelapan semakin muncul ketika semua etika dan adab ditabrakan demi sebuah pembegalan partai politik (parpol).

"Apa yang terjadi terhadap Demokrat sebuah preseden buruk manakala kekuasaan menghendakinya. Bahkan lebih buruk dari era Orba," ujar Andrianto kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (7/3).

Andrianto pun meyakini bahwa, apa yang dilakukan Moeldoko merupakan atas perintah atasan.

"Seorang Moeldoko yang darah dagingnya prajurit tentu bergerak atas dasar perintah. Beliau punya atasan kan? Tak mungkin selevel pejabat tinggi seperti KSP bertindak pribadi. Semua nafsu kuasa, abuse of power," jelasnya.

Andrianto juga mempunyai dua penilaian alasan kenapa Demokrat dibegal.Alasan adalah, untuk agenda amandemen perlu mayoritas mutlak di MPR RI. Sehingga, periodesasi jabatan presiden bisa lanjut.

"Bila poin pertama gagal, setidaknya dengan genggam Demokrat di tambah PKB dan PPP sebuah bargains si Lurah kelak," tegasnya.

Apalagi, kata Andrianto, Demokrat dipilih untuk dibegal karena surat keputusan (SK) pengesahan pengurus partai berada di tangan Kementerian Hukum dan HAM.
Seperti diketahui, yang jabat menjadi Menteri Hukum dan HAM juga menjabat di petinggi partai penguasa.

"Notabane paling mungkin karena ada faktor Mega, yang sampai detik ini belum ada tanda damai dengan SBY," terang Andrianto.

Dengan demikian, Andrianto mengajak seluruh elemen parpol dan civil society untuk segera membunyikan alarm darurat.

"Sebuah perbuatan pembegalan parpol yang lebih buruk dari era Orba terjadi demikian vulgar, mencabik-cabik semangat reformasi yang inginkan parpol harus steril dari intervensi kekuasaan," pungkasnya.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Berjuang Bawa Bantuan Bencana

Kamis, 04 Desember 2025 | 05:04

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Cegah Penimbunan BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 02:00

Polri Kerahkan Kapal Wisanggeni 8005 ke Aceh

Jumat, 05 Desember 2025 | 03:03

UPDATE

Platform X Setor Denda ke Negara Atas Pelanggaran Konten Pornografi

Minggu, 14 Desember 2025 | 10:04

Prabowo Komitmen Tindak Tegas Pembalakan Liar di Sumatera

Minggu, 14 Desember 2025 | 10:02

KPK Sebut Temuan BPK Soal Penyelenggaraan Haji Tahun 2024 Jadi Informasi Tambahan

Minggu, 14 Desember 2025 | 09:43

Prabowo Pastikan Distribusi Pangan Jangkau Wilayah Bencana Terisolasi

Minggu, 14 Desember 2025 | 09:16

Cuaca Jabodetabek Cenderung Cerah Berawan di Akhir Pekan

Minggu, 14 Desember 2025 | 09:01

Koalisi Permanen Perburuan Kekuasaan atau Kesejahteraan Rakyat?

Minggu, 14 Desember 2025 | 08:51

KPK Masih Telusuri Dugaan Alur Perintah Hingga Aliran Uang ke Bupati Pati Sudewo

Minggu, 14 Desember 2025 | 08:17

JEKATE Running Series Akan Digelar di Semua Wilayah Jakarta

Minggu, 14 Desember 2025 | 08:08

PAM Jaya Didorong Turun Tangan Penuhi Air Bersih Korban Banjir Sumatera

Minggu, 14 Desember 2025 | 07:40

PKS Jakarta Sumbang Rp 1 M untuk Korban Bencana Sumatera

Minggu, 14 Desember 2025 | 07:31

Selengkapnya