Berita

Foto ilustrasi/Net

Publika

Buzzerkrasi Di Rezim Jokowi

SENIN, 08 FEBRUARI 2021 | 10:39 WIB

Era pemerintahan Presiden Jokowi demokrasi ambruk. Cuitan Kwik Kian Gie, mantan Menko Perekonomian menyebut kondisi kini berbeda dengan rezim-rezim sebelumnya. Suasana nampak menakutkan.

Bukan karena takut mengkritik, tetapi perbedaan pendapat yang disikapi dengan serangan buzzer. "Masalah pribadi diodal adil", serunya.

Pandangan Kwik disetujui oleh Susi Pudjiastuti, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan. Kekuasaan buzzer yang luar biasa tanpa ancaman hukum ini menggambarkan pergeseran sistem pemerintahan dari demokrasi kepada buzzerkrasi.

Buzzer itu bahasa Inggris yang artinya lonceng atau alarm. Dalam makna tradisi Indonesia adalah kentongan. Berfungsi untuk memperbesar gaung dan memanggil orang untuk berkumpul. Buzzer digunakan untuk menyuarakan kandidat, pemimpin, bahkan Istana. Keliling dari kampung ke kampung, dari media ke media.

Buzzer media sosial lebih populer saat kini. Ada fungsi baru si tukang kentongan ini yakni menakut-nakuti seperti dalam kasus Kwik Kian Gie.

Kekuasaan besar, proteksi hukum, serta menjadi alat pengancam yang efektif, maka buzzerkrasi adalah fenomena. Melengkapi multi predikat rezim Jokowi mulai oligarkhi, korporatokrasi, otokrasi, kleptokrasi, hingga buzzerkrasi.

Yang terakhir ini ternyata sangat berbahaya sebab dibentuk memang dengan tugas menyerang lawan. Korporatokrasi atau kleptokrasi hanya memangsa lingkaran kecil dan tertentu, tetapi buzzerkrasi menjadikan oposisi sebagai target. Politisi, cendekiawan, aktivis, hingga rakyat kebanyakan.

Pemimpin negara yang tak punya wibawa dan pengecut akan membayar harga mahal para buzzer. Sayangnya bukan uang pribadi tetapi uang negara. Jika ini yang dilakukan, maka hal itu bukan masuk bagian dari dana sosial atau hibah tetapi korupsi karena dana buzzer tidak masuk dalam item APBN yang disetujui DPR.

Rambahan buzzer cukup luas dan dapat kemana-mana. Natalius Pigai menyebut bahwa serangan rasialisme kepada dirinya dilakukan pula oleh para buzzer. Menurutnya rasisme para buzzer ini di remote control oleh lingkaran kekuasaan. Meski dibantah oleh Ngabalin tetapi kecurigaan Pigai cukup beralasan.

Keberadaan buzzer menurut Ketua YLBHI Asfinawati dibenarkan atas dasar penelitian Oxford University. Buzzer ini merusak demokrasi dengan memanipulasi opini, menyebar hoax dan ujaran kebencian. Dimanfaatkan optimal oleh elit-elit politik. Tanpa gangguan apalagi penangkapan aparat. Mereka menggunakan media untuk propaganda dengan melabrak kode etik jurnalistik.

Jika ingin mengembalikan negara Indonesia menjadi negara demokrasi, maka masalah buzzer ini mesti diselesaikan. Buzzerkrasi tidak boleh ditoleransi. Saatnya MUI mengeluarkan fatwa haram untuk buzzer. KPK meneliti dugaan korupsi penggunaan uang negara untuk membiayai para buzzer. DPR RI harus menginisiasi pembuatan UU Anti-Buzzer. Demokrasi harus diselamatkan.

Bangsa Indonesia jangan hanya ribut soal mencegah radikalisme dan ekstrimisme atau anti kapitalisme, liberalisme, dan komunisme. Ada fenomena baru yang mesti diwaspadai, dicegah, dan segera dibasmi yaitu buzzerisme.

M. Rizal Fadillah
Pemerhati politik dan kebangsaan.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

Pendapatan Garuda Indonesia Melonjak 18 Persen di Kuartal I 2024

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:41

Sidang Pendahuluan di PTUN, Tim Hukum PDIP: Pelantikan Prabowo-Gibran Bisa Ditunda

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:35

Tak Tahan Melihat Penderitaan Gaza, Kolombia Putus Hubungan Diplomatik dengan Israel

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:34

Pakar Indonesia dan Australia Bahas Dekarbonisasi

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:29

Soal Usulan Kewarganegaraan Ganda, DPR Dorong Revisi UU 12 Tahun 2006

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:25

Momen Hardiknas, Pertamina Siap Hadir di 15 Kampus untuk Hadapi Trilemma Energy

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:24

Prabowo-Gibran Diminta Lanjutkan Merdeka Belajar Gagasan Nadiem

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:16

Kebijakan Merdeka Belajar Harus Diterapkan dengan Baik di Jakarta

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:06

Redmi 13 Disertifikasi SDPPI, Spesifikasi Mirip Poco M6 4G

Kamis, 02 Mei 2024 | 10:59

Prajurit TNI dan Polisi Diserukan Taat Hukum

Kamis, 02 Mei 2024 | 10:58

Selengkapnya