Berita

Ilustrasi FPI/Net

Hukum

Indriyanto Seno Aji: Secara Hukum, FPI Bisa Dikatakan Organisasi Tanpa Bentuk

RABU, 06 JANUARI 2021 | 12:59 WIB | LAPORAN: RAIZA ANDINI

Pakar hukum Universitas Indonesia Indriyanto Seno Adji menilai keputusan pemerintah melarang semua kegiatan, penggunaan logo dan atribut ormas Front Pembela Islam (FPI) tidak perlu menjadi polemik.

Menurut dia, kebijakan pemerintah sudah sesuai hukum.

Kata Indriyanto, penerbitan surat keputusan bersama (SKB) menteri memiliki legalitas hukum yang dapat diprtanggungjawabkan.


"Ini persoalan hukum tata negara, hukum administrasi negara dengan dampak hukum pidana apabila dilakukan pelanggarannya. Keputusan pemerintah melalui SKB memiliki legalitas yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum," kata Indriyanto Seno Adji kepada wartawan, Rabu (6/1).

Dia membeberkan hasil pemeriksaan Kementerian Dalam Negeri menyebutkan anggaran dasar FPI bertentangan dengan Undang-Undang Ormas sebagaimana telah ditegaskan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Ormas.

Kementerian Dalam Negeri, kata Indriyanto sampai sekarang juga tidak menerbitkan Surat Keterangan Terdaftar bagi FPI.

Sedangkan untuk Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Indriyanto mengatakan, memiliki kewenangan mengevaluasi status hukum ormas sebagai badan hukum. Dan FPI, lanjut Indriyanto, tidak pernah terdaftar status badan hukumnya.

"Dari sisi hukum, identitas FPI ini layak dianggap sebagai OTB (organisasi tanpa bentuk)," ujarnya.

Indriyanto menjelaskan, bila aktivitas dan kegiatan FPI telah ditemukan substansi penerapan Islam secara Kaffah di bawah naungan khilafah islamiyah.

Selain itu memunculkan nama dan kata NKRI Bersyariah, jelas bertentangan dengan konstitusi dan perundangan yang berlaku di Indonesia.

Menurut Indriyanto, pelarangan kegiatan dan aktivitas FPI haruslah diartikan terhadap segala bentuk organ dan perubahannya, baik langsung atau tidak langsung, dengan segala atribut maupun lambang organ dan perubahannya.

Karenanya, lanjut Indriyanto, pelanggaran terhadap larangan itu sebagai bentuk pelanggaran hukum yang baru, apalagi dengan visi misi yang tetap tidak mengakui Pancasila, UUD 1945 dan NKRI.

"Ini tidak saja perlu pengawasan tapi sudah berbentuk pembangkangan terhadap kekuasan negara dan konstitusi yang sah dan karenanya bila melanggar hukum harus ditindak secara tegas,” tutupnya.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

Pidato Prabowo buat Roy Suryo: Jangan Lihat ke Belakang

Senin, 08 Desember 2025 | 12:15

UPDATE

BNN-BNPP Awasi Ketat Jalur Tikus Narkoba di Perbatasan

Jumat, 19 Desember 2025 | 00:09

Perkuat Keharmonisan di Jakarta Lewat Pesona Bhinneka Tunggal Ika

Jumat, 19 Desember 2025 | 00:01

Ahmad Doli Kurnia Ditunjuk Jadi Plt Ketua Golkar Sumut

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:47

Ibas: Anak Muda Jangan Gengsi Jadi Petani

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:26

Apel Besar Nelayan Cetak Rekor MURI

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:19

KPK Akui OTT di Kalsel, Enam Orang Dicokok

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:12

Pemerintah Didorong Akhiri Politik Upah Murah

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:00

OTT Jaksa oleh KPK, Kejagung: Masih Koordinasi

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:53

Tak Puas Gelar Perkara Khusus, Polisi Tantang Roy Suryo Cs Tempuh Praperadilan

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:24

Menkeu Purbaya Bantah Bantuan Bencana Luar Negeri Dikenakan Pajak

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:24

Selengkapnya