SAYA memang sempat menonton serial sinetron Holywood berjudul “Quantum Leap†garapan Donald P Bellisario, namun terus terang saya belum kunjung mengerti apa sebenarnya makna apa yang disebut sebagai quantum.
Makna
Sempat saya sibuk mempelajari makna
quantum melalui berbagai jenis leksika dan ensiklopedia. Namun berbagai jenis makna
quantum juga bukan hanya saling berbeda namun saling bertentangan dari ensiklopedia yang satu ke yang lain lainnya.
Kemudian saya sibuk mempelajari apa kata para beliau yang ditokohkan sebagai ahli
quantum seperti Planck, Bohr, Einstein, Rutherford, Fraunhofer, Zeeman, Pauli, Schroedinger, Heisenberg, Hawkings.
Dengan hasil alih-alih makin mengerti malah makin bingung. Sebab para tokoh bukan saja saling beda namun malah saling berlawanan mengenai apa sebenarnya yang disebut sebagai
quantum.
Kebingunan saya makin diperbingung dengan sebuah istilah (buat saya) baru yaitu
quantum computing yang dimantapkan unsur bingungologisnya oleh sang mahafisikawan keren Amerika Serikat, Richard Feynman, yang dalam sebuah muktamar computing sesumbar bahwa
“Nature isn’t classical, dammit, and if you want to make a simulation of nature, you’d better make it quantum mechanical, and by golly it’s a wonderful problem, because it doesn’t look so easy".
Dari ujar-ujar Feynman secara kirakiramologis, saya memberanikan diri menyimpulkan bahwa
quantum bukan kata benda namun kata sifat, akibat ternyata harus dikaitkan dengan kata benda demi menyifatkan sang benda.
QuantumSang penerima anugerah Nobel serta penulis esai tentang pemikiran fisika dan teknologi supratersohor itu di dalam sesumbar tahun 1981 menggarisbawahi kenyataan bahwa pada hakikatnya alam mustahil dipastikan kecuali didogmakan sebagai pasti justru menjadi indah akibat senantiasa dirundung enigma dan misteri.
Dan di dalam apa yang disebut sebagai alam apalagi alam-alam semesta terdapat
quantum yang ternyata (bagi saya) sulit bahkan terasa mustahil bisa saya pahami.
Sama halnya dengan apa yang disebut sebagai humor, keliru, alasan, malu, kasih-sayang, kemanusiaan bahkan kehidupan itu sendiri. Semakin saya pelajari, semakin saya sadar bahwa semakin terbukti saya tidak tahu apa-apa.
Dari kalimat
“if you want to make a simulation of natur, you’d better make it quantum mechanical†dapat disimpulkan bahwa tidak kurang dari seorang mahafisikawan merangkap mahapemikir sekaliber Richard Feynman ternyata mengakui sukma andaikatamologi juga menyelundupkan diri pada apa yang disebut
quantum mechanical sebagai simulasi apa yang disebut sebagai alam.
Penulis masih harus banyak belajar tentang aneka enigma di alam-alam semesta.