Berita

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan/Net

Dunia

Peringatan 25 Tahun Genosida Srebrenica, Erdogan: Teror Rasisme Terkadang Dilindungi Pemimpin Negara-negara Barat

SENIN, 02 NOVEMBER 2020 | 07:54 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menegaskan kembali tentang perlunya melakukan perlawanan terhadap sentimen anti-Muslim. Hal tersebut disampaikan Erdogan dalam pidatonya saat memperingati ulang tahun ke-25 Perjanjian Perdamaian Dayton.

"Pertarungan perlu dilakukan melawan sentimen anti-Muslim hari ini, sama seperti pertempuran dilakukan melawan anti-Semitisme setelah Holocaust," kata Erdogan, seperti dikutip dari Anadolu Agency, Senin (2/11).

Pada kesempatan peringatan 25 tahun dimulainya pembicaraan untuk Perjanjian Perdamaian Dayton (yang mengakhiri perang dan genosida di Bosnia dan Herzegovina pada 1 November 1995), Erdogan berbicara melalui siaran virtual dalam acara KTT tentang Genosida yang bertema 'Pelajaran yang Dipetik dari Srebrenica', yang diselenggarakan oleh Pusat Peringatan Srebrenica dan Sycamore Foundation.

"Genosida, yang terjadi 25 tahun lalu di Srebrenica, jantung Eropa, telah diukir sebagai noda hitam pada sejarah umat manusia. Meskipun telah berlalu seperempat abad, rasa sakit yang disebabkan oleh 8.372 saudara dan saudari Bosnia, dibunuh secara brutal, terus melukai hati kita," ungkapnya.

"Pada kesempatan ini, saya sekali lagi memperingati para martir yang kita cintai dengan belas kasihan dan menyampaikan belasungkawa kepada keluarga korban genosida dan rakyat Bosnia yang berduka," kata Erdogan.

Dia mengatakan bahwa sayangnya "tuntutan keadilan yang dibuat oleh mereka yang kehilangan orang yang mereka cintai selama genosida tidak dipenuhi sepenuhnya, dan sebagian besar pelaku tidak menerima hukuman yang pantas."

"Mereka menyerahkan saudara dan saudari kita, yang berlindung di bawah PBB, kepada para pembunuh. Mengirim mereka sampai mati, tidak memberikan pertanggungjawaban atas perbuatan mereka. Lebih buruk lagi, umat manusia, terutama para politisi dan media Eropa, tidak mengambil pelajaran yang diperlukan dari genosida Srebrenica.

"Pembantaian yang kami saksikan di banyak bagian dunia dari Suriah hingga Yaman, Arakan hingga Selandia Baru, adalah contoh yang paling menyakitkan dari ini. Organisasi internasional yang telah menyaksikan genosida Srebrenica tetap menjadi saksi dalam menghadapi kekejaman di tahun-tahun belakangan ini."

Dia menambahkan: "Kami melihat bahwa negara-negara yang mengajarkan dunia tentang hak asasi manusia dan demokrasi, malah memimpin dalam Islamofobia dan xenofobia."

Erdogan juga menyinggung teror rasisme yang terkadang dilindungi oleh pemimpin di banyak negara barat.

"Terorisme rasis menyebar seperti wabah di banyak negara barat, terkadang dilindungi di tingkat presiden. Beratnya ancaman dan serangan yang menargetkan tempat ibadah, tempat kerja, masjid, dan bangunan lembaga non-pemerintah Muslim telah meningkat ke tingkat yang mengkhawatirkan," katanya.

Erdogan menekankan saat ini Muslim Eropa menghadapi diskriminasi sistematis, dan hak serta kebebasan mereka dirampas.

"Ini adalah waktu yang tepat untuk mengatakan 'berhenti' untuk keadaan ganas dan tindakan yang mengancam masa depan umat manusia dan budaya hidup berdampingan dari berbagai agama dan budaya," katanya.

Menurutnya, saat ini tekanan ekonomi dan ketegangan sosial semakin meningkat karena  pandemi virus corona. Tugas dan tanggung jawab mestinya ditanggung oleh semua orang dan semua pemimpin negara dengan menjunjung demokrasi, kebebasan, perdamaian, dan keadilan.

“Kita harus berani bersuara tentang kesalahan dan perbuatan jahat yang kita lihat untuk mencegah terulangnya genosida di Srebrenica dan kita harus mencari solusi bersama. Kita harus memenuhi tanggung jawab kita, tidak hanya untuk diri kita sendiri dan negara kita, tetapi juga untuk masa depan anak-anak kita," tegasnya.

Erdogan mengatakan dia berharap "peringatan 25 tahun genosida Srebrenica dan dimulainya pembicaraan untuk Perjanjian Perdamaian Dayton, akan menjadi sarana kebangkitan bagi seluruh dunia, terutama negara-negara Eropa."

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

UPDATE

Prabowo-Gibran Perlu Buat Kabinet Zaken

Jumat, 03 Mei 2024 | 18:00

Dahnil Jamin Pemerintahan Prabowo Jaga Kebebasan Pers

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:57

Dibantu China, Pakistan Sukses Luncurkan Misi Bulan Pertama

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:46

Prajurit Marinir Bersama Warga di Sebatik Gotong Royong Renovasi Gereja

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:36

Sakit Hati Usai Berkencan Jadi Motif Pembunuhan Wanita Dalam Koper

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:26

Pemerintah: Internet Garapan Elon Musk Menjangkau Titik Buta

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:26

Bamsoet Minta Pemerintah Transparan Soal Vaksin AstraZeneca

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:16

DPR Imbau Masyarakat Tak Tergiur Investasi Bunga Besar

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:06

Hakim MK Singgung Kekalahan Timnas U-23 dalam Sidang Sengketa Pileg

Jumat, 03 Mei 2024 | 16:53

Polisi Tangkap 2.100 Demonstran Pro-Palestina di Kampus-kampus AS

Jumat, 03 Mei 2024 | 16:19

Selengkapnya