Berita

Heppy Trenggono/Net

Dahlan Iskan

Porang Kultur Jaringan

RABU, 21 OKTOBER 2020 | 05:31 WIB | OLEH: DAHLAN ISKAN

PUN tanpa omnibus law. Saya sudah mendengar ada investor besar yang ingin menanam porang di Indonesia. Investor asing. Dengan skala ribuan hektare.

Saya pun langsung ingat petani-petani kecil porang di lereng-lereng gunung. Yang baru lima tahun terakhir menunjukkan gairah yang tinggi untuk mengembangkan tanaman porang.

Adakah kegairahan itu akan segera sirna oleh kapitalisme besar?


Saya pun mulai mendengar bahwa pembenihan porang sudah bisa dilakukan secara kultur jaringan. Berarti era perkebunan besar porang segera datang.

"Tim kami sudah berhasil mengembangkan pembibitan porang dengan kultur jaringan," ujar Heppy Trenggono.

Ia seorang pengusaha besar. Yang juga seorang aktivis Islam. Pernah juga jadi direktur Lativi. Lalu beralih ke bisnis. Salah satunya perkebunan kelapa sawit.

Minggu lalu saya menghadiri satu forum ulama dan habaib yang tertarik bergiat di bidang pertanian. Yakni di pondok pesantren Riyadlul Jannah, Pacet, Mojokerto. Pondok besar itu dipimpin KH. Mahfudz Syaubari.

Hadir juga di situ Heppy Trenggono. Dalam posisinya sebagai presiden Indonesian Islamic Business Forum (IIBF). Ia adalah pendiri YP3I bersama Kyai Mahfuds Syaubari, Marzuki Alie, Prof Ahmad Zahro, dan alm Gus Sholah.

Rupanya ia tahu bahwa saya sering memperhatikan porang. Maka soal kultur jaringan itu ia sampaikan di forum ulama tersebut.

Sebenarnya topik pertemuan hari itu bukan porang. Para ulama itu lagi membahas gerakan tani dari pesantren. Termasuk gerakan santri tani.

Beberapa profesor ahli pertanian ikut hadir di forum Jumat lalu itu.

Kiai Mahfudz-lah yang punya gagasan santri tani itu. Saya akan menuliskannya secara khusus kelak, setelah program ini sukses.

Kalau benar bahwa pembibitan porang sudah bisa dilakukan secara kultur jaringan, maka porang akan memasuki babak baru: kapitalisme.

Siapa pun akan bisa menanam porang dalam skala besar.

Selama ini pengembangan tanaman porang memang terhambat oleh kelangkaan bibit. Harga benih pun bisa sampai Rp 200.000/kg. Padahal untuk satu hektare porang diperlukan 250 kg.

Itu karena benih hanya bisa didapat dari umbi yang ada di dalam tanah. Atau dari umbi-umbi kecil yang bermunculan di daun porang. Berarti dari satu tanaman porang hanya bisa diperoleh sekitar 20 benih.

Sedang lewat kultur jaringan, sekali pembenihan bisa menghasilkan 4 juta benih. Sudah seperti kelapa sawit saja.

Heppy sendiri akan masuk ke porang akhir tahun ini --bersamaan dengan datangnya musim hujan nanti. Ia akan langsung menanam 4 juta benih porang di 200 ha tanahnya di Kabupaten Batang, Jateng.

Dengan pengembangan skala besar itu, harga porang pasti akan turun. Maka harapan petani-petani kecil untuk menikmati harga bagus sekarang ini akan berakhir.

Sekarang ini harga porang mencapai Rp 12.000/kg. Biaya tanamnya sekitar Rp 3.000/kg.

Satu hektare tanah bisa menghasilkan 30 ton porang. Hitung sendiri berapa keuntungan petani porang selama ini.

Itulah yang membuat porang berkembang pesat di kalangan petani. Kalau dulu hanya ada di Nganjuk, Madiun, Grobogan dan sekitarnya, sekarang sudah sampai ke Sumbawa.

Tapi keperluan akan tepung porang memang tidak terbatas. Itulah tepung yang di Jepang diolah menjadi shirataki. Bisa untuk mie atau beras. Atau campuran bakso. Atau kue moci.

Harga beras shirataki Rp 160.000/kg di supermarket kelas atas di Jakarta.

"Kepala sawit memang menguntungkan. Tapi porang lebih menguntungkan lagi," ujar Heppy yang juga memiliki kebun kelapa sawit.

Yang jelas petani tidak akan bisa jualan bibit porang lagi. Selama ini petani bisa jualan porang sekaligus jualan bibit porang. Permintaan bibit ini datang dari seluruh Indonesia. Begitu tinggi minat mengembangkan porang di seluruh Indonesia.

Pertanyaannya:berapakah harga bibit porang hasil kultur jaringan itu?

Itu yang belum diketahui. "Rasanya pasti mahal," ujar Suwarno, petani porang dari Semarang. "Rasanya tidak akan terjangkau oleh petani di pedesaan," tambahnya.

Menurut Suwarno membuat benih lewat kultur jaringan sangat mahal. Suwarno adalah mantan petinggi di Perhutani.

Menurut Suwarno, petani kini sudah lebih kreatif. "Sekarang ini petani sudah bisa membuat satu umbi menjadi 100 bibit," ujarnya. Caranya? “Umbi itu di pecah-pecah kecil-kecil," katanya.

Petani porang juga sudah bisa "mencuri" waktu. Dulu, porang itu baru bisa ditanam setelah ada hujan. Berarti di bulan November. Akibatnya, di musim kemarau belum bisa panen. Masih terlalu kecil.

Tapi mulai tahun ini ada perkembangan baru. Di bulan Agustus petani sudah bisa menanam. Tentu tidak menanam di ladang. Penanaman itu dilakukan di polibag. Dijejer-jejer di pekarangan rumah. Agar bisa disiram air setiap hari.

Berarti ketika musim hujan tiba benih yang di polibag itu sudah berumur 3 bulan. Sudah setinggi 30 cm. Saat itulah dipindah ke kebun. Di musim kemarau pun sudah bisa panen.

Cara mencuri waktu 3 bulan itu belum saya temui ketika saya ke pegunungan di selatan Ponorogo. Atau ketika saya ke kebun porang di Nganjuk dan Grobogan dulu.

Begitu kreatif para petani porang itu. Sampai akhirnya menyerah nanti?

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Perbankan Nasional Didorong Lebih Sehat dan Tangguh di 2026

Senin, 22 Desember 2025 | 08:06

Paus Leo XIV Panggil Kardinal di Seluruh Dunia ke Vatikan

Senin, 22 Desember 2025 | 08:00

Implementasi KHL dalam Perspektif Konstitusi: Sinergi Pekerja, Pengusaha, dan Negara

Senin, 22 Desember 2025 | 07:45

FLPP Pecah Rekor, Ribuan MBR Miliki Rumah

Senin, 22 Desember 2025 | 07:24

Jaksa Yadyn Soal Tarik Jaksa dari KPK: Fitnah!

Senin, 22 Desember 2025 | 07:15

Sanad Tarekat PUI

Senin, 22 Desember 2025 | 07:10

Kemenkop–DJP Bangun Ekosistem Data untuk Percepatan Digitalisasi Koperasi

Senin, 22 Desember 2025 | 07:00

FDII 2025 Angkat Kisah Rempah Kenang Kejayaan Nusantara

Senin, 22 Desember 2025 | 06:56

Polemik Homebase Dosen di Indonesia

Senin, 22 Desember 2025 | 06:30

KKP Bidik 35 Titik Pesisir Indonesia Buat KNMP Tahap Dua

Senin, 22 Desember 2025 | 05:59

Selengkapnya