Berita

Seorang pemuda sedang mengibarkan bendera Sudan/Net

Muhammad Najib

Mengapa Sudan Perlu Melakukan Normalisasi Hubungan Dengan Israel?

RABU, 23 SEPTEMBER 2020 | 14:59 WIB | OLEH: DR. MUHAMMAD NAJIB

BAGI Israel semakin banyak negara Arab yang menjalin hubungan diplomatik dengan Tel Aviv semakin dekat cita-cita Zionisme terwujud. Cita-cita Zionisme sejak dideklarasikannya berusaha untuk membangun negara Israel bagi penganut Yahudi di atas seluruh wilayah Palestina, termasuk Kota Yerusalem dan Masjid Al Aqsa serta berbagi tempat suci penganut Nasrani yang berada di dalamnya.

Setelah Mesir dan Yordania, kemudian UEA dan Bahrain, kini giliran negara Arab lain bernama Sudan yang sedang digarap Amerika. Berbagai media internasional seperti Aljazeera dan The Jerusalem Post memberitakan bahwa perwakilan Sudan dan UEA, serta Amerika kini berada di ibukota UEA Abu Dhobi, merundingkan kemungkinan normalisasi hubungan diplomatik antara Khartoum dengan Tel Aviv.

Delegasi Sudan dipimpin oleh Abdul Fatah Al Burhan yang menjadi kepala Pemerintahan Transisi mewakili kelompok militer yang didampingi sejumlah pejabat setingkat mentri. Beberapa bulan lalu Al Burhan bertemu Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Uganda. Sejak saat itu Al Burhan telah memberikan isyarat perubahan sikap politik Khartoum terhadap Tel Aviv.

Ada sejumlah masalah yang dihadapi Sudan yang mendorongnya untuk mendekat ke Israel, akan tetapi masalah yang menghambatnya juga tidak kalah peliknya. Untuk menjelaskan hal ini, maka akan dikelompokkan menjadi masalah dalam negeri dan masalah luar negri.

Masalah dalam negri dimulai sejak kudeta yang dilakukan oleh Gendral Omar Basyir tahun 1989, yang mengubah sistem demokrasi di negara Arab yang terletak di bagian Timur benua Afrika ini menjadi otoritarian dan militeristik.

Untuk mendapatkan dukungan rakyatnya yang mayoritas beragama Islam, sejak saat itu Presiden Omar Basyir memberlakukan hukum Islam dan menyebut negaranya sebagai negara Islam.

Perubahan ini memunculkan sejumlah masalah: Pertama, Sudan berubah menjadi negara yang konservatif dan puritan dalam memberlakukan nilai-nilai Islam,  yang mengakibatkan penduduknya yang beragama Nasrani dan pemeluk Animisme merasa didiskriminasi, kemudian mendorongnya melakukan perlawanan politik dan militer.

Akibatnya penduduknya di bagian Selatan memisahkan diri, kemudian mendirikan negara sendiri yang diberi nama Republik Sudan Selatan. Sementara yang berada di Darfur masih terus bergolak dan melawan sampai sekarang.

Kedua, sistem pemerintahan yang otoritarian dan militeristik menimbulkan pelanggaran terhadap HAM dan pembatasan kebebasan dalam berbagai bentuknya khususnya dalam kehidupan politik, yang kemudian menimbulkan perlawanan dari kelompok pro-demokrasi.

Perlawanan politik dan militer bermuara pada tumbangnya rezim Omar Basyir pada tahun 2019, yang kemudian digantikan oleh pemerintahan transisi sampai sekarang. Pemerintahan transisi dibentuk dari gabungan antara perwakilan kelompok sipil pro-demokrasi dengan kelompok militer.

Ketiga, pasca tumbangnya Rezim Omar Basyir, disamping Sudan menyatakan ingin menjadi negara demokratis, juga telah mendeklarasikan diri menjadi negara sekuler. Keputusan ini diharapkan akan mengubah Sudan menjadi negara modern, disamping sebagai upaya untuk meredam pemberontakan di Darfur.

Sedangkan masalah yang terkait dengan luar negeri antara lain: Pertama, akibat perubahan menjadi negara Islam yang puritan dan konservatif, Sudan diisolasi oleh Amerika dan sekutu-sekutunya, dengan cara memasukkannya ke dalam daftar negara pendukung terorisme.

Implikasi sebagai negara yang dimasukkan daftar pendukung terorisme, Sudan terkena sanksi berbagai bentuk sanksi yang mengakibatkan ekonomi Sudan menjadi terpuruk dan jumlah rakyatnya miskin bertambah banyak. Sanksi ekonomi dan boikot politik diharapkan akan dihentikan sebagai imbalan kesediaan Sudan berdamai dengan Israel.

Kedua, Israel atas dukungan Amerika beberapa kali melakukan serangan ke sasaran vital di wilayah Sudan, dengan tuduhan wilayahnya dijadikan basis oleh Iran untuk membantu para teroris yang mengancam keamanan Israel. Dengan berdamai dengan Israel, diharapkan tidak ada lagi ancaman militer dari luar.

Ketiga, Saud Arabia dan UEA menjanjikan berbagai bentuk paket bantuan ekonomi yang sangat diperlukan Sudan, jika negara ini bersedia mengikuti jejak UEA dan Bahrain. Bantuan ekonomi dari luar sangat diperlukan untuk membangun kembali ekonominya yang sangat terpuruk.

Apakah Sudan dan Israel akan benar-benar sampai pada penandatangan normalisasi hubungan diplomatik, akan sangat ditentukan oleh kemampuan pihak militer meyakinkan kelompok sipil pro-demokrasi.

Indikasi perbedaan sikap kelompok sipil pro-demokrasi dengan kelompok militer, terlihat saat Menlu Amerika Mike Pompeo mengunjungi Ibukota Sudan Khartoum untuk membawa misinya. Perdana Mentri Abdalla Hamdok menyatakan bahwa negaranya tidak memiliki mandat untuk melakukan normalisasi hubungan diplomatik dengan Israel sampai 2022.

Kelompok sipil pro-demokrasi di Sudan sebagaimana diketahui mendapat dukungan dari Turki, Qatar, dan Iran, yang menjadi saingan kelompok Saudi Arabia, UEA, dan Mesir, dalam pertarungan regional di kawasan MENA.

Penulis adalah pengamat politik Islam dan demokrasi.

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Melalui Rembug Ngopeni Ngelakoni, Luthfi-Yasin Siap Bangun Jateng

Minggu, 02 Februari 2025 | 05:21

PCNU Bandar Lampung Didorong Jadi Panutan Daerah Lain

Minggu, 02 Februari 2025 | 04:58

Jawa Timur Berstatus Darurat PMK

Minggu, 02 Februari 2025 | 04:30

Dituding Korupsi, Kuwu Wanasaba Kidul Didemo Ratusan Warga

Minggu, 02 Februari 2025 | 03:58

Pelantikan Gubernur Lampung Diundur, Rahmat Mirzani Djausal: Tidak Masalah

Minggu, 02 Februari 2025 | 03:31

Ketua Gerindra Banjarnegara Laporkan Akun TikTok LPKSM

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:57

Isi Garasi Raffi Ahmad Tembus Rp55 Miliar, Koleksi Menteri Terkaya jadi Biasa Saja

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:39

Ahli Kesehatan Minta Pemerintah Dukung Penelitian Produk Tembakau Alternatif

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:18

Heboh Penahanan Ijazah, BMPS Minta Pemerintah Alokasikan Anggaran Khusus Sekolah Swasta

Minggu, 02 Februari 2025 | 01:58

Kecewa Bekas Bupati Probolinggo Dituntut Ringan, LIRA Jatim: Ada Apa dengan Ketua KPK yang Baru?

Minggu, 02 Februari 2025 | 01:42

Selengkapnya