Berita

TikTok merupakan salah satu aplikasi yang saat ini tengah populer terutama di kalangan anak muda di dunia/Net

Dunia

TikTok Ancaman Keamanan Nasional Atau Hanya Korban Politisasi?

JUMAT, 10 JULI 2020 | 13:12 WIB | LAPORAN: AMELIA FITRIANI

Aplikasi video pendek TikTok saat ini  tengah diganderungi banyak orang di seluruh dunia, terutama remaja dan anak muda. Aplikasi yang dikembangkan oleh perusahaan China, ByteDance itu juga populer di Amerika Serikat. TikTok telah diunduh sebanyak 165 juta kali di Negeri Paman Sam saja.

Namun kini, pemerintah Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump menuding bahwa TikTok merupakan ancaman keamanan nasional. Amerika Serikat.

Hal itu ditegaskan Trump pada Selasa lalu (7/7). Saat itu, dia menekankan bahwa pihaknya sedang mempertimbangkan pelarangan aplikasi tersebut. Hal senada juga diungkapkan oleh Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo, sehari sebelumnya.


Sebenarnya isu soal keamanan nasional yang ditimbulkan oleh TikTok telah menggema sejak tahun lalu di Amerika Serikat. Sejumlah kritikus terkemuka telah menyoroti TikTok sebagai ancaman mata-mata yang potensial.

Tahun lalu, Pemimpin Minoritas Senat Chuck Schumer dan Senator Republik dari Arkansas Tom Cotton meminta komunitas intelijen untuk menilai risiko yang mungkin ditimbulkan TikTok terhadap keamanan nasional.

Pada saat itu, TikTok membantah tudingan tersebut dan menilainya tidak berdasar. Penegasan serupa juga kembali dibuat TikTok belum lama ini. Pihak TikTok dalam peryataan teranyarnya menyebut bahwa pihak perusahaan tidak pernah memberikan data pengguna kepada pemerintah China dan tidak akan melakukannya meskipun jika diminta.

Amerika Serikat bukan satu-satunya negara yang "galak" terhadap TikTok. Ada India yang baru-baru ini bergerak lebih cepat dengan langsung memblokir akses ke belasan aplikasi yang dikembangkan oleh China, termasuk TikTok.

Dengan demikian, para pengguna TikTok di India terpaksa menelan pil pahit tidak lagi bisa mengakses TikTok di gawai mereka.

Langkah tersebut diambil oleh India karena menilai bahwa aplikasi-aplikasi buatan China itu merupakan ancaman keamanan nasional.

Namun banyak kritikus menilai bahwa keputusan India sarat nuansa politik, mengingat bahwa langkah tersebut diambil saat India dan China tengah bersitegang di perbatasan darat.

Jika mau melihat lebih dekat, agaknya perlu untuk mempertanyakan soal benarkah TikTok merupakan potensi ancaman keamanan nasional? atau hanya "korban" politisasi dari negara-negara tersebut?

Sejumlah pakar menilai bahwa TikTok mungkin bisa menjadi ancaman bagi keamanan Amerika Serikat di bawah skenario tertentu. Namun bahanyanya saat ini sebagian besar hipotesis atau tidak langsung.

Sementara dalam kasus Amerika Serikat, masalah ini semakin kompleks dengan pendekatan agresif Trump ke China secara keseluruhan. Sejumlah pakar juga telah mengangkat keprihatinan serupa tentang pendekatan Trump terhadap raksasa teknologi China lainnya, Huawei.

Trump diketahui mencampuradukan isu keamanan nasional dengan negosiasi perdagangan dalam kasus Huawei.

"Pemerintahan Trump telah mengambil hampir seperti pendekatan whack-a-mole untuk menangani masalah ini, karena tampaknya begitu perusahaan China muncul dalam berita, tiba-tiba itu menjadi target baru," kata seorang fellow cybersecurity dari Cyber Statecraft Initiative di Atlantic Council, Justin Sherman, kepada CNN (Kamis, 9/7).

"Tampaknya sangat tidak mungkin bahwa ada pemikiran tentang strategi jangka panjang, dan lebih mungkin bahwa fokusnya adalah pada serangan bermotivasi politik pada aplikasi karena ini adalah aplikasi milik China, bahkan jika ada pertanyaan keamanan nyata," sambungnya.

Untuk memahami mengapa pembuat kebijakan memandang TikTok sebagai risiko bagi keamanan nasional, ada baiknya jika kita mengetahui cara kerja perusahaan tersebut.

TikTok dimiliki oleh startup paling bernilai di dunia, yakni sebuah perusahaan China bernama ByteDance. Namun, aplikasi TikTok tidak beroperasi di China dan hanya berfungsi sebagai anak perusahaan independen.

Pembuat kebijakan di Amerika Serikat, dan sejumlah negara lainnya, khawatir bahwa ByteDance dapat dipaksa untuk menyerahkan data pengguna TikTok kepada pemerintah China, di bawah undang-undang keamanan nasional negara itu.

Pihak TikTok sendiri mengklaim, mereka menyimpan data pengguna Amerika Serikat di server yang berbasis di Amerika Serikat. Hal itu berarti bahwa mereka tidak tunduk pada hukum China.

Meski begitu, tidak sedikit pembuat kebijakan yang skeptis dengan pernyataan pihak TikTok. Mengingat ByteDance, pada akhirnya adalah bisnis China yang masih terikat pada Beijing.

Sejumlah pakar lainnya menilai bahwa meskipun tautan TikTok ke perusahaan swasta China layak dikhawatirkan, namun aplikasi itu tidak akan berguna untuk melakukan spionase.

"Adalah benar untuk curiga terhadap China," kata wakil presiden senior di sebuah think tank keamanan, yakni Pusat Studi Strategis dan Internasional, kata James Lewis.

"Tapi saya tidak yakin TikTok adalah alat intelijen yang bagus untuk mereka," tambahnya.

TikTok, seperti beberapa aplikasi media sosial lainnya, secara otomatis memang mengumpulkan sejumlah informasi dari penggunanya, seperti geolokasi, alamat IP, pengidentifikasi perangkat unik, dan konten pesan dalam aplikasi, sesuai dengan kebijakan privasinya.

Bahkan jika TikTok mengumpulkan cukup jenis data yang tepat dari orang yang tepat untuk menimbulkan ancaman kemanan yang unik, tidak berarti bahwa pemerintah China bisa mengaksesnya dengan mudah.

Menurut Samm Sacks, seorang senior di Yale Law School yang telah mempelajari hukum China, hukum keamanan nasional China mengandung lebih banyak wilayah abu-abu daripada yang disadari banyak orang.

Dia menjelaskan bahwa banyak perusahaan China telah berhasil menolak atau membuat hambatan terhadap tuntutan Beijing untuk data di masa lalu.

"Pemerintah China tidak harus memiliki akses real-time tanpa batas ke semua data perusahaan," kata Sacks dalam kesaksiannya di hadapan anggota parlemen pada sidang Senat Amerika Serikat bulan Maret lalu.

"Aktor korporat China tidak identik dengan pemerintah China atau Partai Komunis China, dan memiliki kepentingan komersial sendiri untuk dilindungi," sambungnya.

Namun memang, bukan berarti bahwa TikTok merupakan aplikasi tanpa celah masalah keamanan. Pada bulan Januari lalu, sejumlah tim peneliti keamanan mengumumkan bahwa mereka telah menemukan beberapa kerentanan di TikTok. Jika dibiarkan, hal tersebut berpotensi membuat penyerang menguasai akun TikTok, mengubah pengaturan privasi pada video TikTok, mengunggah video tanpa izin serta mendapatkan data pengguna seperti alamat email.

Meski begitum banyak ahli menekankan bahwa ada perbedaan penting antara mengidentifikasi celah keamanan individu dan memberi label sesuatu sebagai ancaman terhadap keamanan nasional.

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Sisingamangaraja XII dan Cut Nya Dien Menangis Akibat Kerakusan dan Korupsi

Senin, 29 Desember 2025 | 00:13

Firman Tendry: Bongkar Rahasia OTT KPK di Pemkab Bekasi!

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:40

Aklamasi, Nasarudin Nakhoda Baru KAUMY

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:23

Bayang-bayang Resesi Global Menghantui Tahun 2026

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:05

Ridwan Kamil dan Gibran, Dua Orang Bermasalah yang Didukung Jokowi

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:00

Prabowo Harus jadi Antitesa Jokowi jika Mau Dipercaya Rakyat

Minggu, 28 Desember 2025 | 22:44

Nasarudin Terpilih Aklamasi sebagai Ketum KAUMY Periode 2025-2029

Minggu, 28 Desember 2025 | 22:15

Pemberantasan Korupsi Cuma Simbolik Berbasis Politik Kekuasaan

Minggu, 28 Desember 2025 | 21:40

Proyeksi 2026: Rupiah Tertekan, Konsumsi Masyarakat Melemah

Minggu, 28 Desember 2025 | 20:45

Pertumbuhan Kredit Bank Mandiri Akhir Tahun Menguat, DPK Meningkat

Minggu, 28 Desember 2025 | 20:28

Selengkapnya