Berita

Presiden Joko Widodo dan (mantan) Wapres Jusuf Kalla mengunjungi Museum Lubang Buaya, 1 Oktober 2017/Net

Publika

Bukan Tiktok “You Know” Rizky Ayuba, Tetapi Tahukah Siapa PKI Dengan Komunisme Importnya?

SENIN, 22 JUNI 2020 | 09:00 WIB | OLEH: PRIJANTO

PERNYATAAM Sikap Purnawirawan TNI-POLRI: “Pengangkatan RUU HIP ini dinilai sangat tendensius karena terkait dengan upaya menciptakan kekacauan serta menghidupkan kembali PKI”. (Forum Komunikasi Purnawirawan TNI-POLRI, 9/6/2020)

Awal Juni 2020, bangsa Indonesia dihebohkan RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP), mengalahan isu persoalan  Covid-19, PLN, Pertamina, anggaran  Covid-19, dan devisit APBN yang dramatis sehingga menjadi beban 10 tahun ke depan. Bahkan, membangkitkan purnawirawan TNI-POLRI membuat pernyataan.

Kecurigaan tidak saja para purnawirawan, tetapi juga MUI se-Indonesia, NU, Muhamadiyah, pesantren, dan masyarakat dari Jember, Kediri, Madura, Solo, Yogya, Banten dll. Kesemuanya menolak RUU HIP. Artinya bangsa Indonesia tidak memerlukan UU HIP.

Gerakan Kebangkitan Indonesia (GKI) bersama Panji Masyarakat pun menyelenggarakan Webinar dengan tema “RUU HIP dalam berbagai perspektif, perlukah UU HIP?”,  yang menyoroti lebih dalam, 19/6/2020. Ada penekanan, jangan sampai terjadi degradasi terhadap Pancasila. Kita perlu menguji pasal-pasal Undang-undang Dasar hasil amandemen dengan nilai-nilai Pancasila. Sebab, menurut Prof. Dr. Kaelan, Guru Besar UGM dalam Webinar, Undang-undang Dasar hasil amandemen bukan UUD 1945.

Mencermati RUU HIP, dan berbagai kejadian, memunculkan firasat adanya upaya menghidupkan komunisme dengan mendegradasi Pancasila. Pasti generasi muda heran, mengapa gambar palu-arit dilarang tidak boleh menjadi ‘trend’ dan mengapa rakyat alergi/benci PKI dengan komunismenya? Generasi tua tidak boleh amnesia, sedangkan generasi muda harus tahu, siapa PKI dengan faham komunismenya itu.

PKI memiliki catatan buruk dalam sejarah Indonesia. Komunisme, dibawa ke Hindia-Belada (Indonesia) oleh J.F Marie Sneevliet (orang Belanda) tahun 1913. Mulanya Sneevliet orang sosialis-demokrat tetapi lebih condong ke komunis. Jadi komunisme itu faham import. Sedangkan Pancasila, merupakan nilai-nilai dari bumi pertiwi. Dengan demikian tidaklah mungkin dalam satu negara menganut dua macam ideologi.

Sneevliet mendirikan Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV), 23/5/1914. Awalnya berisi 85 orang Belanda totok, ingin mengganti tatanan lama pemerintahan Belanda di Nederlands Indie (Indonesia) dengan propaganda komunisme. Jadi bukan untuk kepentingan pribumi agar merdeka dari jajahan Belanda.

Dua tahun berdirinya ISDV, 3 pribumi Semaun, Darsono dan Alimin, ketiganya anggota Sarikat Islam masuk ISDV. Pada 23 Mei 1920, ISDV berubah menjadi Perserikatan Komunis di Hindia (PKH) dengan Ketua Semaun dan Darsono sebagai Wakil.

Kongres Sarekat Islam (SI), tahun 1921, anggota SI yang masuk PKH dipecat Agus Salim. Inilah awal konflik golongan Islam dengan Komunis. PKH berubah menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 1924. Pemberontakan PKI kepada kolonial Belanda tahun 1926/1927 bukan untuk mewujudkan Indonesia Merdeka, tetapi hakikatnya terkait dengan konsep perjuangan Komunisme Internasional.

Bahkan setelah Indonesia merdeka, PKI masih melakukan pemberontakan juga. Peristiwa  Madiun, 18 September 1948 adalah Pemberontakan PKI yang dapat digagalkan. Peristiwa ini merupakan konflik bersenjata antara pemerintah Indonesia dengan kelompok oposisi kiri, pimpinan Muso, tokoh PKI lama di Uni Soviet. Muso menghendaki satu kelas buruh  beraliran Marxisme-Leninisme dan mendirikan pemerintahan “Komite Front Nasional” dan bekerjasama dengan Uni Soviet.

Pikiran Bung Karno tentang Nasakom membikin PKI besar kepala. Terlebih kemenangan PKI pada Pemilu 1955, urutan keempat setelah PNI, Masyumi, dan NU. Sejarah mencatat, adanya keterdekatan Bung Karno dengan Presiden Mao Zedong dan PM Chou Enlai tahun 1960-an. Terbentuklah poros Jakarta-Peking dengan pernik-pernik alasan, dan hubungan PKI pimpinan DN. Aidit dengan Partai Komunis China, menambah deret catatan menjelang pemberontakan G.30.S/PKI.

Dasar kelakuan komunis. PKI meniupkan  isu adanya Dewan Jenderal yang akan menculik Bung Karno. Tetapi didahului Komandan G.30.S/PKI Letkol Untung, Komandan Cakrabirawa, pasukan pengawal Presiden. Pasukan Letkol Untung menculik dan membunuh 7 (tujuh) Perwira AD, pada 30 September 1965 dan membuangnya ke dalam sumur secara biadab, di Lubang Buaya Halim.  Korban penculikan itu kita kenal sebagai 7 (tujuh) Pahlawan Revolusi.

Baca:

Pemberontakan PKI tahun 1965, sangat jelas. Dokumen sebagai alat bukti, dan saksi, muncul dalam persidangan Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub) yang mengadili pentolan G.30.S/PKI. Sidang Mahmilub terbuka,  bisa didengar dengan radio transistor di pelosok negeri dan luar negeri, membuktikan PKI dalang G.30.S/PKI.

Dokumen yang tersimpan di Arsip asional, Perpustakaan Nasional, Museum dan Monumen,  bukanlah hasil rekayasa. PKI bukan korban, tetapi dalang pemberontakan yang ingin mengganti Pancasila dengan komunisme adalah fakta sejarah. Karena itulah Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara mengeluarkan Ketetapan MPRS Nomor XXV/MPRS/1966.

Walau PKI sudah dibubarkan dan sebagai organisasi terlarang serta larangan penyebaran ajaran komunis/marxisme-Leninisme, tetapi harus tetap waspada. Pasalnya, ada kelompok yang bangga dengan PKI dan ada jaringan komunis internasional.

Tuntutan rakyat bukan ditunda karena masih sibuk Covid-19, tetapi  menolak RUU HIP. Bangsa Indonesia tidak butuh UU HIP, karena akan mendegradasi Pancasila. Semoga penyelenggara negara mendengarkan. Amin.

Penulis adalah Aster KSAD (2006-2007) dan kini aktivis Rumah Kebangkitan Indonesia.

Populer

Jaksa Agung Tidak Jujur, Jam Tangan Breitling Limited Edition Tidak Masuk LHKPN

Kamis, 21 November 2024 | 08:14

MUI Imbau Umat Islam Tak Pilih Pemimpin Pendukung Dinasti Politik

Jumat, 22 November 2024 | 09:27

Kejagung Periksa OC Kaligis serta Anak-Istri Zarof Ricar

Selasa, 26 November 2024 | 00:21

Rusia Siap Bombardir Ukraina dengan Rudal Hipersonik Oreshnik, Harga Minyak Langsung Naik

Sabtu, 23 November 2024 | 07:41

Ini Identitas 8 Orang yang Terjaring OTT KPK di Bengkulu

Minggu, 24 November 2024 | 16:14

Sikap Jokowi Munculkan Potensi konflik di Pilkada Jateng dan Jakarta

Senin, 25 November 2024 | 18:57

Waspadai Partai Cokelat, PDIP: Biarkan Rakyat Bebas Memilih!

Rabu, 27 November 2024 | 11:18

UPDATE

Sukses Amankan Pilkada, DPR Kasih Nilai Sembilan Buat Kapolri

Jumat, 29 November 2024 | 17:50

Telkom Innovillage 2024 Berhasil Libatkan Ribuan Mahasiswa

Jumat, 29 November 2024 | 17:36

DPR Bakal Panggil Kapolres Semarang Imbas Kasus Penembakan

Jumat, 29 November 2024 | 17:18

Pemerintah Janji Setop Impor Garam Konsumsi Tahun Depan

Jumat, 29 November 2024 | 17:06

Korsel Marah, Pesawat Tiongkok dan Rusia Melipir ke Zona Terlarang

Jumat, 29 November 2024 | 17:01

Polri Gelar Upacara Kenaikan Pangkat, Dedi Prasetyo Naik Bintang Tiga

Jumat, 29 November 2024 | 16:59

Dubes Najib Cicipi Menu Restoran Baru Garuda Indonesia Food di Madrid

Jumat, 29 November 2024 | 16:44

KPU Laksanakan Pencoblosan Susulan di 231 TPS

Jumat, 29 November 2024 | 16:28

Kemenkop Bertekad Perbaiki Ekosistem Koperasi Kredit

Jumat, 29 November 2024 | 16:16

KPK Usut Bau Amis Lelang Pengolahan Karet Kementan

Jumat, 29 November 2024 | 16:05

Selengkapnya