Berita

Ilustrasi/Net

Dahlan Iskan

Hidup Baru

SENIN, 20 APRIL 2020 | 05:39 WIB | OLEH: DAHLAN ISKAN

SAYA selalu ingat petuah ini --agar hubungan suami istri selalu harmonis.

”Jangan semua keputusan diambil oleh suami. Istri juga harus diberi wewenang untuk membuat keputusannya sendiri.”

”Bukankah sebaiknya semua keputusan diambil bersama-sama?”

”Bukan. Yang seperti itu tidak akan memuaskan istri. Itu hanya seolah-olah keputusan bersama. Itu hanya demonstrasi kecerdikan suami seolah-olah sudah melibatkan istri. Padahal suami juga yang mendominasi. Berikanlah wewenang pada istri untuk memutuskan beberapa hal yang kecil-kecil.”                                      

”Yang kecil-kecil itu misalnya seperti apa?”

”Banyak. Misalnya keputusan membeli rumah, termasuk memilih lokasi. Juga keputusan membeli mobil, termasuk memilih merk. Biarlah istri yang memutuskan. Juga keputusan di mana harus menyimpan uang.”

”Lha yang keputusan besar seperti apa?”

”Banyak. Misalnya mengurus tegaknya demokrasi, tegaknya hukum dan bagaimana agar Covid-19 teratasi....”

Itulah cara hidup baru setelah lockdown --apa pun istilahnya dalam bahasa lokal.

”Lho, apakah lockdown itu perlu?”

”Pertanyaan basi. Kenapa tidak ditanyakan 1 bulan lalu? Perlu.”

”Mengapa perlu?”

”Karena tidak semua orang disiplin.”

”Kalau semua orang bisa disiplin tidak perlu lockdown?”

”Tidak perlu.”

”Boleh ke mana-mana?”

”Boleh.”

”Boleh kerja?”

”Boleh.”

”Boleh jualan?”

”Boleh.”

”Boleh ke cafe?”

”Boleh.”

”Boleh ke pasar?”

”Boleh.”

Serba boleh. Asal kita bisa memulai ”hidup baru”. Yakni kalau semua orang sudah bisa disiplin.

Nama hidup gaya baru itu disebut ”disiplin”.

Termasuk disiplin jaga jarak.

Mudik pun boleh. Asal disiplin. Misalnya: jalan kaki.

Murah.

Dengan jaga jarak.

Jalan kaki dari Jakarta ke Ponorogo 14 hari. Tiba di Ponorogo tidak perlu isolasi lagi.

Jadi hidup di tengah Covid-19 ini sebenarnya biasa saja. Yang diperlukan hanya perlu hidup cara baru.

Setidaknya sampai obat yang ditemukan itu bisa kita dapat.

Sampai vaksin yang ditemukan itu bisa memvaksinasi kita.

Setelah itu terserahlah. Mau hidup kembali ke gaya yang lama apa boleh buat.

Mau tetap dengan gaya baru Alhamdulillah. Bisa menjadi seperti orang Jepang? Bisa 75 persennya pun jadi.

Tapi bagaimana memulainya agar bisa membuat kita semua disiplin?

Memang sulit. Apalagi secara nasional.

Tapi bisa. Kan ada ilmu manajemen. Ada teknologi. TINGGAL menambah leadership.

Mungkin bisa kita mulai dari tingkat provinsi.

Mungkin juga masih sulit. Masih terlalu besar.

Maka mulailah per kota/kabupaten.

Masih sulit?

Mulailah per desa.

Masih sulit?

Mulailah per RT. Dan inilah yang kelihatannya mulai tampak. Banyak komplek perumahan sudah setengah ditutup untuk pendatang.

Sudah ada RT yang menerapkan prosedur baru.

Hidup RT! 加油!

Dan bagi kalangan bisnis hidup baru itu sebenarnya lebih mudah. Mulailah di masing-masing perusahaan.

Ciptakan sistem baru. Yang harus dipatuhi semua karyawan dan keluarganya. Mungkin ada karyawan yang tidak mau terikat sistem baru itu. Carilah karyawan lain yang mau. Masih banyak yang perlu pekerjaan.

Departemen HRD di perusahaan itu harus mendapat beban tambahan. Sebagai panglima garis depan hidup baru.

Tahapannya dimulai dari pembuatan peraturan perusahaan: karyawan harus lockdown dulu di rumah masing-masing. Bersama keluarga.

Ciptakan sistem pelaporan --menggunakan teknologi masa kini yang murah itu-- ke HRD. Isinya tentang pelaksanaan lockdown itu.

Harus ada laporan setiap hari. Misalnya ada berapa orang di rumah itu. Punya pembantu atau tidak. Pembantu tinggal di rumah itu atau tidak. Punya sopir atau tidak. Sopirnya tinggal di rumah itu atau tidak.

Dalam laporan harian ke HRD itu termasuk: siapa yang hari itu ke luar rumah. Bahkan HRD perlu menerapkan aturan: untuk keluar rumah harus minta izin perusahaan. Lewat sistem. Semacam apps internal perusahaan.

Kalau perlu setiap karyawan dan keluarganya dipasangi gelang elektronik. Biar keren. Seperti yang dipakai dengan cantiknya oleh Sabrina Meng, bos Huawei, di Kanada itu.

Atau bisa berbentuk gelang kaki seperti Marlena --primadona dalam ludruk yang gayanya kidas itu.

Juga harus ada aturan soal tamu. Maksud saya ada larangan terima tamu. Atau ada prosedur baru ketika ada tamu: tamu harus di luar pagar. Tuan rumah di dalam pagar.

HRD bisa melengkapi aturan yang lebih ketat.

Evaluasilah pelaksanaan aturan itu: apakah masih ada yang bolongnya.

Setelah 14 hari aman, semua karyawan boleh bekerja lagi. Berarti satu kantor/perusahaan sudah aman untuk bekerja kembali.

Tentu dengan bekerja gaya baru.

Hanya saja yang tugas ke luar kantor harus ada sistem pelaporan disiplin jaga jarak dan disiplin masker.

Manajer HRD pasti mampu mendapat beban tugas baru itu. Termasuk mengevaluasi di mana saja ”bolong” --nya sistem baru itu.

Misalnya teman saya di Jakarta ini.

Dia dengan bangga merasa aman. Sudah 100 persen lockdown di rumah. Bersama suami dan anak-anaknya. Pembantu juga tinggal di situ. Demikian juga sopirnya.

Aman.

”Apakah tidak ada orang lain lagi yang tinggal di rumah Anda?” tanya saya.

”Ada dua orang. Masih keluarga. Tapi di kamar terpisah. Di bagian belakang rumah,” jawabnya.

”Pintu masuk keduanya terpisah? Tidak lewat pintu rumah?” tanya saya lagi.

”Tidak. Mereka lewat samping,” jawabnya.

”Apakah dari kamar mereka itu ada pintu tembus ke rumah Anda?”

”Ada.”

”Pintunya bisa dibuka?”

”Bisa. Kan mereka harus ke dapur untuk masak atau ambil makanan.”

”Mereka tiap hari keluar rumah?”

”Iya. Mereka kan kerja.”

Itulah yang saya maksud ”lubang” itu. Yang harus diatasi oleh HRD tadi.

Lockdown lokal per perusahaan itu lebih mudah dilaksanakan. Itu karena bisa dilewatkan mekanisme peraturan perusahaan. Dengan sanksi yang biasanya ditakuti karyawan.

Keraslah dalam penegakkan disiplin ini. Tapi lembutlah dalam meningkatkan kesejahteraan.

Untuk masyarakat umum sulit melakukan itu.

Tapi apakah tidak bisa?

Bisa.

Lewat apa?

Paguyuban warga.

Dasarnya bukan peraturan. Tapi kesepakatan warga. Yang dipimpin oleh pak/bu RT. Dibantu tokoh informal di RT itu.

Saya tidak pernah menduga kalau jabatan RT menjadi sepenting ini. Lebih penting dari dirut perusahaan.

Sang dirut bisa mendisiplinkan karyawannya lewat peraturan direksi. Atau lewat plerokan mata pimpinan.

Tapi pak/bu RT harus lewat kearifan, keramahan, keteladanan, bimbingan, humor, dan leadership. Siapa bilang jadi RT lebih mudah dari menjadi dirut BUMN. Dalam situasi seperti ini.

Jadi restoran bisa buka. Kalau disiplin.

Gym bisa dibuka kalau ada pengaturan baru.

Kuncinya di disiplin.

Jepang bisa disiplin sendiri. Kita perlu didisiplinkan.

Ilmu manajemen --plus teknologi, plus leadership-- kini berada di garis depan.

Populer

KPK Ancam Pidana Dokter RSUD Sidoarjo Barat kalau Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Jumat, 19 April 2024 | 19:58

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Sekda Jabar akan Tindak Pelaku Pungli di Masjid Raya Al Jabbar

Rabu, 17 April 2024 | 03:41

Megawati Bermanuver Menipu Rakyat soal Amicus Curiae

Kamis, 18 April 2024 | 05:35

Diungkap Pj Gubernur, Persoalan di Masjid Al Jabbar Bukan cuma Pungli

Jumat, 19 April 2024 | 05:01

Bey Machmudin: Prioritas Penjabat Adalah Kepentingan Rakyat

Sabtu, 20 April 2024 | 19:53

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

UPDATE

Tidak Balas Dendam, Maroko Sambut Hangat Tim USM Alger di Oujda

Sabtu, 27 April 2024 | 21:50

Move On Pilpres, PDIP Siap Hadapi Pilkada 2024

Sabtu, 27 April 2024 | 21:50

Absen di Acara Halal Bihalal PKS, Pengamat: Sinyal Prabowo Menolak

Sabtu, 27 April 2024 | 21:20

22 Pesawat Tempur dan Drone China Kepung Taiwan Selama Tiga Jam

Sabtu, 27 April 2024 | 21:14

Rusia Kembali Hantam Fasilitas Energi Ukraina

Sabtu, 27 April 2024 | 21:08

TETO Kecam China Usai Ubah Perubahan Rute Penerbangan Sepihak

Sabtu, 27 April 2024 | 20:24

EV Journey Experience Jakarta-Mandalika Melaju Tanpa Hambatan

Sabtu, 27 April 2024 | 20:18

Hubungan PKS dan Prabowo-Gibran, Ini Kata Surya Paloh

Sabtu, 27 April 2024 | 20:18

Gebyar Budaya Bolone Mase Tegal Raya, Wujud Syukur Kemenangan Prabowo-Gibran

Sabtu, 27 April 2024 | 19:28

Menuju Pilkada 2024, Sekjen PDIP Minta Kader Waspadai Pengkhianat

Sabtu, 27 April 2024 | 19:11

Selengkapnya