Berita

Natalius Pigai/Net

Hukum

KPK Harus Progresif Hadapi Praktik Pejabat Dagang Pengaruh

SENIN, 30 DESEMBER 2019 | 16:19 WIB | LAPORAN: WIDIAN VEBRIYANTO

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus menegakkan hukum secara profesional, objektif, imparsial, jujur dan adil melalui peradilan pidana (criminal justice system).
KPK jangan ragu menjerat pejabat negara yang memperdagangkan pengaruh sebagai tindakan korupsi yang harus dikenakan sebagai delik kejahatan pidana.
Begitu tegas Komisioner Komnas HAM 2012-2017, Natalius Pigai menanggapi dugaan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin melakukan praktik dagang pengaruh saat masih menjabat sebagai ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR.

Dugaan mencuat setelah mantan Bupati Lampung Tengah mengungkap dirinya pernah diminta Azis fee sebesar 8 persen terkait pengesahan dana alokasi khusus (DAK) perubahan 2017 pada Banggar DPR.

Pigai menyebut bahwa KPK memang sudah melakukan penegakan hukum terhadap para pelaku dagang jabatan. Akan tetapi delik yang dikenakan adalah delik korupsi biasa.

“Saya meminta KPK lebih maju dari itu, yaitu delik yang lebih maju. Munculkan dagang pengaruh sebagai penegakan hukum di bidang korupsi yang lebih progresif,” tegasnya kepada wartawan, Senin (30/12).

Pigai mengurai dagang pengaruh atau tindakan memperdagangkan pengaruh demi keuntungan pribadi, rekan bisnis, atau golongan merupakan perilaku koruptif yang menyimpang dari etika dan moralitas. Praktik ini kerap dijumpai di negara-negara dunia ketiga yang cenderung otoriter, koruptif, dan miskin.

Kini praktik tersebut telah menjangkiti dan berkembang di Indonesia.

“Kita lihat saja banyak pejabat negara baik di eksekutif, legislatif, dan yudikatif seperti Setya Novanto (mantan ketua DPR), Taufik Kurniawan (mantan wakil ketua DPR) , dan Irman Gusman (mantan ketua DPD),” urainya.

Praktik serupa kini diduga muncul dalam kasus Azis Syamsuddin. Politisi Golkar itu diduga telah memperdagangkan pengaruh untuk pencairan dana desentralisasi.

Namun sampai saat ini, pemerintah belum menerapkan jenis delik trading in influence di dalam UU Tipikor. Padahal UU Tipikor diadakan sejak tahun 1999 dan revisi terbatas di tahun 2001.

“Seharusnya ketika Indonesia ratifikasi UNCAC tahun 2003 atau selanjutnya harusnya pemerintah melakukan penyesuaian melalui revisi terbatas UU Tipikor,” pungkas calon pimpinan KPK yang digugurkan pansel itu.

Populer

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Ketua Alumni Akpol 91 Lepas Purna Bhakti 13 Anggota

Minggu, 05 Mei 2024 | 17:52

Pj Gubernur Jabar Ingin Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Sempurna

Kamis, 02 Mei 2024 | 03:58

Kantongi Sertifikasi NBTC, Poco F6 Segera Diluncurkan

Sabtu, 04 Mei 2024 | 08:24

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

Daftar Bakal Calon Gubernur, Barry Simorangkir Bicara Smart City dan Kesehatan Untuk Sumut

Selasa, 07 Mei 2024 | 22:04

Acara Lulus-Lulusan Pakai Atribut Bintang Kejora, Polisi Turun ke SMUN 2 Dogiyai

Selasa, 07 Mei 2024 | 21:57

Konflik Kepentingan, Klub Presiden Sulit Diwujudkan

Selasa, 07 Mei 2024 | 21:41

Lantamal VI Kirim Bantuan Kemanusiaan Untuk Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Selasa, 07 Mei 2024 | 21:33

Ketua MPR: Ditjen Bea Cukai, Perbaiki Kinerja dan Minimalkan Celah Pelanggaran!

Selasa, 07 Mei 2024 | 21:33

Anies: Yang Tidak Mendapatkan Amanah Berada di Luar Kabinet, Pakem Saya

Selasa, 07 Mei 2024 | 21:25

Ide Presidential Club Karena Prabowo Ingin Serap Pengalaman Presiden Terdahulu

Selasa, 07 Mei 2024 | 21:17

Ma’ruf Amin: Presidential Club Ide Bagus

Selasa, 07 Mei 2024 | 21:09

Matangkan Persiapan Pilkada, Golkar Gelar Rakor Bacakada se-Sumut

Selasa, 07 Mei 2024 | 21:04

Dua Kapal Patroli Baru Buatan Dalam Negeri Perkuat TNI AL, Ini Spesifikasinya

Selasa, 07 Mei 2024 | 21:00

Selengkapnya