Berita

Peta Papua/Net

Politik

PAPUA Sasaran Choke Point Dua Kubu

SABTU, 31 AGUSTUS 2019 | 11:32 WIB

PAPUA saat ini sasaran choke point dua kubu. Saya katakan sasaran jadi artinya belum, tapi sedang diupayakan.

Karena di mata Australia, sekarang Vanuatu dalam bahaya. Kalau Pelabuhan Loginville diambil Cina setelah gagal bayar utang, pantai timur Australia dalam bahaya. Karena angkatan laut Cina masuk mengakases pengamanan maritim.

Otomatis Papua New Guinea gatel-gatel. PGN gatel-gatel Papua Barat demam tinggi.


Lepas dari itu, mainan Donald Trump juga tidak kalah bahaya. Sebagai pengusaha Trump sadar betul negaranya banyak tekornya alias alami defisit perdagangan bukan saja terhadap Cina dan Jepang.

Bahkan dengan beberapa negara ASEAN seperti Vietnam dan Malaysia. Artinya, nilai impor AS lebih besar daripada nilai ekspornya. Yang dibeli kegedean daripada yang dijualnya.

Alhasil, untuk mengompensasi neraca perdagangannya, lalu Trump mencanangkan untuk menggalakkan ekspor senjata ke negara-negara yang selama ini AS tekor alias defisit perdagangan.

Nah, untuk mengondisikan ekspor senjata, AS mulai ganti tema. Bukan lagi kampanye pasar bebas dan free trade area. Melainkan mengembangkan konsepnya obama "Poros Keamanan Asia" secara lebih ekstrem. Bukan saja mengirim 60 persen kapal perangnya ke Laut Cina Selatan. Tapi mengawinkan Indopasifik dan US Pacifik Command.

Kita tidak diajak ikut forum Indopasifik maupun persekutuan ala Seato seperti Quad sebenarnya sudah benar. Mereka tahu arus besar kita masih berpedoman pada politik luar negeri bebas aktif.

Titik rawan dari biak di Papua maupun Morotai di Maluku Utara dan juga Bitung di Sulawesi Utara, ketika pergeseran pendekatan ekonomi ke militarisasi dalam kebijakan luar negeri Trump, maka kawasan inipun berubah jadi medan konflik bersenjata. Sebab Cina pastinya akan melakukan manuver militer juga. Bukan sekadar manuver ekonomi bisnis yang mana Cina sekarang sebenarnya lagi di atas angin.

Dengan potensi seperti itu, ketiga titik rawan wilayah kita tadi menjadi sasaran perebutan pengaruh dan areas of war. Maka yang jadi taruhannya adalah perdamaian dan stabilitas kawasan. Sehingga zona damai, bebas dan netral seperti dicanangkan ASEAN benar-benar dalam bahaya.

Maka itu, kebijakan luar negeri RI terlalu penting untuk ditangani para birokrat Kemlu semata. Yang memandang krisis masih sebagai business as usual.

Hendrajit
Pengkaji geopolitik Global Future Institute.

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12

UMP Jakarta 2026 Naik Jadi Rp5,72 Juta, Begini Respon Pengusaha

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05

Pemerintah Imbau Warga Pantau Peringatan BMKG Selama Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56

PMI Jaksel Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54

Trump Selipkan Sindiran untuk Oposisi dalam Pesan Natal

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48

Pemerintah Kejar Pembangunan Huntara dan Huntap bagi Korban Bencana di Aceh

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15

Akhir Pelarian Tigran Denre, Suami Selebgram Donna Fabiola yang Terjerat Kasus Narkoba

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00

Puan Serukan Natal dan Tahun Baru Penuh Empati bagi Korban Bencana

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49

Emas Antam Naik, Buyback Nyaris Tembus Rp2,5 Juta per Gram

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35

Sekolah di Sumut dan Sumbar Pulih 90 Persen, Aceh Menyusul

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30

Selengkapnya