Berita

Ilustrasi Dahlan Iskan/Net

Dahlan Iskan

Lamis Lambe

SENIN, 15 JULI 2019 | 05:07 WIB | OLEH: DAHLAN ISKAN

MARAH-marah lagi. Tiongkok jadi sasaran lagi. Gara-gara ini: sampai Jumat lalu belum ada pembelian baru. Dalam jumlah besar. Untuk hasil pertanian Amerika.

Padahal Presiden Donald Trump sudah terlanjur mengumumkan: Tiongkok sudah setuju. Untuk membeli hasil pertanian Amerika dalam jumlah yang fantastis. Atau tepatnya, yang 'tremendous' -- kata yang paling disenangi Trump untuk diucapkan.

Trump menyebut 'yang tremendous' itu sebagai hasil pembicaraan empat matanya dengan Presiden Xi Jinping. Di sela-sela pertemuan puncak G-20 di Osaka. Pada 28 Juni lalu.

Saya pun ikut heran: mengapa Trump marah lagi. Mengapa Trump menyangka begitu. Saya bertanya dalam hati: apa yang sebenarnya terjadi?

Saya ikuti terus perkembangan di Tiongkok. Benarkah ada janji itu?

Setahu saya tidak ada. Tapi saya kan tidak ikut pertemuan empat mata itu. Hanya saja seminggu setelah G-20 itu media Tiongkok sudah menulis: Xi Jinping tidak menjanjikan apa-apa.

Media itu juga menulis bahwa pembicaraan empat mata tersebut hanya menghasilkan perlunya diadakan lagi perundingan dagang.

Lalu Trump mengumumkan bahwa Amerika mengizinkan perusahaannya memasok lagi Huawei. Yang enam bulan lalu ia larang itu. Yang dengan itu mungkin Trump menyangka Huawei akan langsung bertekuk lutut.

Trump juga mengumumkan sepihak: sanksi Amerika sampai di sini saja. Mempertahankan pengenaan tarif tambahan barang impor dari Tiongkok. Sampai di situ saja. Yang sudah amat tinggi itu. Tidak ditambah lagi.

Adakah Trump salah baca body language Xi Jinping?

Saya bisa membaca 'body language' yang berbeda. Sikap Tiongkok kini lebih dingin. Tidak antusias lagi membicarakan penyelesaian perang dagang itu. Mungkin menunggu kejelasan banyak hal. Misalnya apakah kedelai itu tidak dipaksakan menjadi tempe.

Tiongkok tidak terlihat sebagai pihak yang ambil inisiatif. Untuk melanjutkan lagi perundingan itu. Sikapnya seperti 'terserah Amerika saja': dilanjutkan atau tidak.

Tidak seperti tahun lalu. Yang Tiongkok begitu semangatnya. Bergegas maju ke meja perundingan. Sampai Amerika kaget. Kok yang memimpin delegasi Tiongkok begitu tinggi: wakil perdana menteri. Orang kepercayaan Xi Jinping: Liu He. Yang kadang pergi ke Washington lebih awal dari jadwal perundingan.

Kali ini sangat berbeda. Rupanya Tiongkok sudah move on. Sudah mulai bisa menjalani kehidupan ekonomi 'dalam suasana perang dagang'. Meski lebih sulit. Dibanding sebelum perang dagang. Tapi masih bisa hidup baik-baik saja.

Sikap baru Tiongkok rasanya ini: hanya pada tingkat setuju saja. Kalau perundingan itu dimulai lagi silakan. Akan dilayani. Kalau tidak juga tidak apa-apa. Tiongkok bukan lagi yang mengambil inisiatif.

Tiongkok kelihatannya tidak hanya dingin. Melainkan juga mengajukan syarat baru. Ke  depan perundingan tidak mau  hanya soal perdagangan. Harus sekalian satu paket dengan politik. Yang utama soal Taiwan. Tiongkok menganggap Amerika terlalu jauh dalam mengompori Taiwan. Terakhir ini lebih serius: Amerika menjual pesawat tempur ke Taiwan dalam jumlah besar. Juga pesawat yang mutakhir. Yang terbesar dalam sejarah Taiwan. Senilai Rp 40 triliun.

Bagaimana dengan Huawei? Senangkah Huawei? Setelah Trump mengijinkan lagi perusahaan Amerika memasok Huawei?

Ternyata Huawei juga dingin.

Tidak ada reaksi gembira menyambut hasil pertemuan Osaka. Bahkan Huawei tidak mau berinisiatif menghubungi perusahaan-perusahaan pemasoknya itu. Pemasok chips-nya itu. Orderdil yang vital itu.

Bahkan Jumat lalu Huawei seperti menepuk dada: mengumumkan hasil penjualannya yang masih tetap naik. Enam bulan terakhir. Meski dihambat hebat oleh Amerika.

"Kalau mereka mau memasok lagi, kami akan membeli. Tapi harus jelas ke depannya bagaimana. Agar perusahaan bisa melakukan kalkulasi bisnis dengan baik," ujar Huawei dalam pers konferensi Jumat lalu.

Betapa dingin sikap itu.

Lalu, bagaimana dengan yang tremendous tadi?

Tiongkok sebetulnya masih tetap membeli hasil pertanian Amerika. Hanya jumlahnya yang seadanya. Bulan lalu impor kedelainya hanya 179.000 ton. Kelihatannya besar. Tapi itu hanya sama dengan dua kapal. Hanya 20 persen dari pembelian biasanya. Tidak tremendous sama sekali.

Bahkan pembelian daging babinya seperti hanya lamis-lamis-lambe: 70 ton. Dari biasanya 10.000 ton.
 
Trump rupanya terlanjur membayangkan ini: begitu pulang dari Osaka order dari Tiongkok membanjir. Dalam angka yang tremendous.

Lalu, petaninya berhenti menyumpahinya. Tiap hari.

Populer

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Pj Gubernur Jabar Ingin Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Sempurna

Kamis, 02 Mei 2024 | 03:58

Telkom Buka Suara Soal Tagihan ‘Telepon Tidur’ Rp9 Triliun Pertahun

Kamis, 25 April 2024 | 21:18

UPDATE

Misi Dagang ke Maroko Catatkan Transaksi Potensial Rp276 Miliar

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:51

Zita Anjani Bagi-bagi #KopiuntukPalestina di CFD Jakarta

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:41

Bapanas: Perlu Mental Berdikari agar Produk Dalam Negeri Dapat Ditingkatkan

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:33

Sadiq Khan dari Partai Buruh Terpilih Kembali Jadi Walikota London

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:22

Studi Privat Dua Hari di Taipei, Perdalam Teknologi Kecantikan Terbaru

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:14

Kekuasaan Terlalu Besar Cenderung Disalahgunakan

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:09

Demi Demokrasi Sehat, PKS Jangan Gabung Prabowo-Gibran

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:04

Demonstran Pro-Palestina Lakukan Protes di Acara Wisuda Universitas Michigan

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:57

Presidential Club Patut Diapresiasi

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:37

PKS Tertarik Bedah Ide Prabowo Bentuk Klub Presiden

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:11

Selengkapnya