Berita

Politik

YLBHI Sebut Nalar Publik Hancur Karena Setujui Kekerasan Aparat Di Aksi 22 Mei

MINGGU, 26 MEI 2019 | 17:12 WIB | LAPORAN:

Temuan awal yang dirangkum sejumlah yayasan lembaga bantuan hukum dalam peristiwa 21-22 Mei menunjukkan bahwa aparat hukum di Indonesia masih menggunakan pendekatan keamanan. Setidaknya, ada 14 temuan yang diungkap YLBHI terkait kerusuhan aksi 21-22 Mei kemarin.

"Jadi kepolisian adalah aktor keamanan yang seharusnya menjadi sipil, dia adalah bagian dari sipil bagian dari masyarakat, karena itu dia tidak boleh melakukukan penggunaan kekerasan yang berlebihan," ungkap Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati di Gedung YLBHI, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Minggu (26/5).

Ia melanjutkan, aparat keamanan seharusnya lebih mengedepankan asas praduga tak bersalah, yang artinya tidak seorangpun berhak dihukum sebelum korban mengalami suatu proses keadilan.

"Hakim bahkan hanya mengadili dan tidak bisa menghukum, siapa yang menghukum? Yang menghukum adalah lembaga pemasyarakatan. Jadi tidak boleh dalam satu tubuh, dalam suatu otoritas menjalankan fungsi menginvestigasi sampai kemudian menghukum," tegasnya.

Yang memprihatinkan, lanjutnya, penggunaan kekerasan dalam pengamanan seakan dipertontonkan kepada publik. Perlakuan ini pun dianggapnya telah merusak nalar publik.

"Karena banyak sekali komentar masyarakat yang kami lihat tidak menyatakan keprihantinan terhadap kekerasan itu, tetapi justru menyoraki bahkan menyetujui kekerasan itu. Tentu saja kami tidak setuju dengan kekerasan apapun," tuturnya.  

"Kita harus lebih tidak setuju lagi apabila kekerasan itu diproduksi oleh negara yang dilakukan oleh aparat yang harusnya menjaga penegakan hukum," lanjut Asfinawati.

Ia juga menekankan bahwa seharusnya yang paling berperan dan bertanggung jawab atas kondisi ini adalah para elite yang menyebabkan demokrasi Indonesia terancam karena masyarakat saat ini tidak bisa lagi membedakan mana tindakan sah secara hukum dan mana tindakan yang tidak sah.


Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

Samsudin Pembuat Konten Tukar Pasangan Segera Disidang

Kamis, 02 Mei 2024 | 01:57

Tutup Penjaringan Cakada Lamteng, PAN Dapatkan 4 Nama

Kamis, 02 Mei 2024 | 01:45

Gerindra Aceh Optimistis Menangkan Pilkada 2024

Kamis, 02 Mei 2024 | 01:18

Peringatan Hari Buruh Cuma Euforia Tanpa Refleksi

Kamis, 02 Mei 2024 | 00:55

May Day di Jatim Berjalan Aman dan Kondusif, Kapolda: Alhamdulillah

Kamis, 02 Mei 2024 | 00:15

Cak Imin Sebut Negara Bisa Kolaps Kalau Tak Ada Perubahan Skenario Kerja

Rabu, 01 Mei 2024 | 23:39

Kuliah Tamu di LSE, Airlangga: Kami On Track Menuju Indonesia Emas 2045

Rabu, 01 Mei 2024 | 23:16

TKN Fanta Minta Prabowo-Gibran Tetap Gandeng Generasi Muda

Rabu, 01 Mei 2024 | 22:41

Ratusan Pelaku UMKM Diajari Akselerasi Pasar Wirausaha

Rabu, 01 Mei 2024 | 22:36

Pilgub Jakarta Bisa Bikin PDIP Pusing

Rabu, 01 Mei 2024 | 22:22

Selengkapnya