Berita

Dahlan Iskan/Net

Dahlan Iskan

Simpang Obor

JUMAT, 26 APRIL 2019 | 05:19 WIB | OLEH: DAHLAN ISKAN

TUAN rumah bilang: 'kami ini masih seperti dulu, masih tergolong negara berkembang. Belum bisa dibilang negara maju'.

Tamunya bilang: 'Tiongkok ini sekarang sudah menjadi negara besar'.

Tuan rumah: kami ini negara berkembang yang besar.


Tiongkok memang di persimpangan jalan. Antara negara maju dan negara berkembang.

Amerika menganggap Tiongkok sudah bukan negara berkembang. Karena itu fasilitas sebagai negara berkembangnya harus dicabut. Misalnya perlakuan khusus di dalam WTO - - organisasi perdagangan dunia. Harus ditiadakan. Kata Amerika.

Dulu cita-cita tertinggi orang Tiongkok memang hanya memiliki tiga barang mewah ini: satu sepeda, satu jam tangan dan satu mesin jahit tangan.

Tidak ada keinginan beli baju bagus. Baju mereka sama: abu-abu tua atau abu-abu muda. Bagi wanita model rambut pun hanya satu: kepang dua.

Sepuluh tahun kemudian cita-cita itu berubah. Tiga barang mewah yang diinginkan naik menjadi: mesin cuci, kulkas dan televisi.

Begitulah. Tiap 10 tahun perubahannya drastis. Kini tiga barang yang diinginkan adalah: HP terbaru, mobil dan mode.

Statusnya sebagai negara berkembang selama ini telah dimanfaatkan untuk meningkatkan ekonomi. Memberantas kemiskinan. Presiden Xi Jinping sendiri minggu lalu kembali menegaskan: akhir tahun depan kemiskinan absolut sudah harus hilang sama sekali. Dari seluruh bumi Tiongkok.

Memang agak ajaib. Dalam status negara berkembang Tiongkok mampu menyediakan dana 1 triliun USD. Untuk dipinjamkan ke negara-negara lain. Di bawah program OBOR. Dan yang meminjam itu tidak hanya negara berkembang. Melainkan juga negara maju. Seperti Italia. Yang tergolong salah satu negara anggota G-7. Yakni tujuh negara industri terbesar di dunia.

Lihatlah Muktamar OBOR (One Belt One Road) yang hari ini dilangsungkan di Beijing. Lebih 150 negara hadir. Bahkan 37 di antaranya dipimpin langsung kepala pemerintahan mereka.

Tiongkok telah menjadi magnet dunia yang begitu besar. Di bidang pembangunan ekonomi.

Di lain pihak Tiongkok berkeras 'kami ini masih negara berkembang'. Tidak mau keringanan tarif perdagangannya dicabut.

Amerika juga mempersoalkan besarnya subsidi negara kepada BUMN. Yang membuat kompetisi tidak fair. Tiongkok terus berkelit. "Subsidi itu bukan dalam rangka persaingan harga. Subsidi itu untuk membuka lapangan kerja."

Maksudnya: dengan penduduk 1,3 miliar industri Tiongkok harus jalan. Kalau tidak akan langsung berpengaruh pada munculnya kembali kemiskinan.

Di tengah fokus dunia ke Beijing Amerika terus menggebrak. Mulai minggu depan Tiongkok tidak boleh lagi membeli minyak mentah dari Iran. Tepatnya mulai 1 Mei depan.

Maksudnya untuk menghukum Iran lebih dalam. Tapi juga memukul Tiongkok. Selama ini memang masih ada lima negara yang diizinkan beli minyak dari Iran: Tiongkok, India, Turki, Taiwan dan Bangladesh. Mulai 1 Mei nanti semua dilarang.

Kok tulisan ini jadi berat ya?  Kok tidak seseru kalau membahas ekstrimitas ya?

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Aliran Bantuan ke Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:08

Korban Bencana di Jabar Lebih Butuh Perhatian Dedi Mulyadi

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:44

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

UPDATE

UNJ Gelar Diskusi dan Galang Donasi Kemanusiaan untuk Sumatera

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:10

Skandal Sertifikasi K3: KPK Panggil Irjen Kemnaker, Total Aliran Dana Rp81 Miliar

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:04

KPU Raih Lembaga Terinformatif dari Komisi Informasi

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:41

Dipimpin Ferry Juliantono, Kemenkop Masuk 10 Besar Badan Publik Informatif

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:13

KPK Janji Usut Anggota Komisi XI DPR Lain dalam Kasus Dana CSR BI-OJK

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:12

Harga Minyak Turun Dipicu Melemahnya Data Ekonomi China

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:03

Kritik “Wisata Bencana”, Prabowo Tak Ingin Menteri Kabinet Cuma Gemar Bersolek

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:56

Din Syamsuddin Dorong UMJ jadi Universitas Kelas Dunia di Usia 70 Tahun

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:54

Tentang Natal Bersama, Wamenag Ingatkan Itu Perayaan Umat Kristiani Kemenag Bukan Lintas Agama

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:46

Dolar AS Melemah di Tengah Pekan Krusial Bank Sentral

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:33

Selengkapnya