Berita

Dahlan Iskan/Net

Dahlan Iskan

Muktamar OBOR

MINGGU, 14 APRIL 2019 | 05:03 WIB | OLEH: DAHLAN ISKAN

TETAP saja Mahathir Muhamad adalah Mahathir Muhamad. "Saya akan pilih Tiongkok yang kaya daripada Amerika yang tidak jelas komitmennya," ujarnya. Bulan lalu. Seperti dikutip luas media internasional.

Dor!

Ia pun ambil putusan. Sensitif. Rasional. Kereta cepat OBOR yang pernah ia batalkan itu silakan jalan lagi. Setelah Tiongkok mau turunkan harga.


Turun harga? Menjadi berapa? “Nilai turunnya saja bisa untuk membangun dua proyek menara kembar sekaligus," ujar DR Daim Zainuddin.

Daimlah yang ditugasi Mahathir untuk nego ulang. Ia pernah menjabat menteri keuangan. Dua kali. Di zaman pemerintahan Mahathir yang dulu. Kini jabatan resminya panasehat perdana menteri.

Daim sudah sangat tua, 80 tahun. Meski belum setua Mahathir. Yang tahun ini berumur 93 tahun.

Daim juga terlihat tidak sesehat Mahathir. Kalau jalan kaki sudah agak tertatih. Kadang pakai tongkat.

Daimlah yang mondar-mandir ke Beijing. Untuk membawa misi Mahathir: turun harga atau batal sama sekali.

Sikap Tiongkok awalnya juga sangat tegas: batal saja. Tapi Mahathir tahu. Proyek ini adalah simbol OBOR terpenting di Asia Tenggara. Proyek terbesar di Malaysia. Perlu nego. Mahathir tahu kemampuan Daim.

Daim adalah pengusaha. Sejak sangat muda. Setamat kuliah di Berkeley University California, Daim mulai merintis usaha. Bidang yang ia pilih adalah: bisnis garam. Bikin tambak garam. Ia beli lahan pantai barat. Ia belajar tambak sampai ke Thailand dan Taiwan.

Mengapa ia pilih bisnis tambak garam? Alasannya unik: ahli fengsui mengatakan bahwa Daim akan sukses kalau memilih bisnis yang ada hubungan dengan air.

Mantaplah Daim di bisnis tambak garam. Matanya pun berbinar. Saat ia melihat tambak garamnya sukses. Hampir sukses. Kristal-kristal garamnya sudah tampak memutih di tambaknya. Sebentar lagi bisa panen raya.

Alamak!

Hujan deras!

Kristal-kristal itu lenyap.

Tambak milik Daim-muda itu pun gagal total. Ia nyaris bangkrut.

Untung ia terjatuh ketika masih sangat muda. Mudah untuk bangkit lagi.

Lalu ia pindah ke bisnis properti. Di sini ia mulai sukses. Beneran. Lalu jadi politisi. Jadilah anggota DPR. Jadi menteri keuangan.

Dua kali pula. Periode pertama selama 8 tahun. Lalu digantikan oleh Anwar Ibrahim.

Saat krismon tahun 1998 Mahathir bertengkar dengan Anwar. Soal cara mengatasi krisis. Anwar ingin Malaysia  minta bantuan IMF. Mahathir tidak mau. Anwar dipecat. Digantikan oleh Daim lagi. Padahal Anwar sudah digadang-gadang bakal jadi calon penggantinya. Jabatannya pun sudah wakil perdana menteri. Merangkap menteri keuangan.

Kini Mahathir berkuasa lagi.

Mahathir tetap seperti dulu. Mengutamakan akal sehat: saat ini Malaysia perlu investasi asing. Yang besar. Untuk menghidupkan kembali perekonomian Malaysia. Yang lagi di bibir jurang itu. Juga untuk memulihkan kepercayaan asing.

Sayangnya perjanjian proyek itu sudah mengikat Malaysia: kalau batal begitu saja Malaysia harus membayar kompensasi besar. Syarat itu sudah ditandatangani Najib Razak. Yang kalah di Pemilu hampir setahun lalu.

Waktu itu Najib komit. Untuk membangun kereta cepat sejauh 680 Km. Sejauh Jakarta ke Surabaya. Mulai dari pantai Barat Malaysia. Memotong ke pantai timur Terengganu. Lalu menyusuri pantai ke arah utara. Berakhir di Kota Bahru. Ibukota negara bagian Kelantan. Dekat perbatasan dengan negerinya Jirayut itu.

Saya pernah menyusuri jalur ini. Juga sampai ke Pattani di Thailand. Kawasan pantai Timur ini memang jauh tertinggal dari Barat.

Bagi Malaysia kereta ini nanti akan lebih berperan di angkutan barang. Untuk membawa hasil bumi di Timur ke pelabuhan besar Port Klang di pantai Barat. Jalan darat. Tidak lagi harus melewati perairan Singapura.

Bagi Tiongkok lebih penting lagi. Inilah potongan jalur kereta Asia. Yang menghubungkan Singapura ke seluruh dunia. Lewat Tiongkok.

Mahathir memang negosiator ulung. Demi negerinya. Ia tahu proyek itu mahal. Tepatnya: kemahalan. Ia tahu hitungan. Seperti Pak JK. Pun ia menangkap ada aroma lain mengapa proyek itu mahal. Ada mark up. Untuk kepentingan Pemilu. Agar Najib terpilih lagi.

Tapi bukan alasan mark up itu yang dipakai Mahathir untuk nego. Mahathir pilih blak-blakan. Apa adanya. "Ekonomi Malaysia lagi sulit. Tidak akan kuat membayar hutang sebanyak itu," ujar Mahathir selalu.

Kalau alasan mark-up yang dipakai akan sulit. Secara hukum maupun psikologis. Secara hukum toh sudah disetujui. Secara psikologis akan menyinggung Tiongkok: Anda nyogok!

Mahathir memilih cara elegan. Meski kelihatannya seperti mengungkap kelemahan diri sendiri.

Mahathir lantas menekan Tiongkok. Harga yang semula RM 65,5 miliar itu turun tinggal RM 44 miliar. Turunnya saja RM 21 miliar. Itu tadi. Cukup untuk membangun dua menara kembar. Yang begitu iconic di Kuala Lumpur.

Memang panjang proyek itu dikurangi. Dipotong 40 km. Dengan cara memperbaiki jalur. Tapi hitungan perkilometernya pun memang lebih murah. "Turun dari 98 juta Ringgit ke 68 juta," ujar Daim kepada wartawan Jumat kemarin.

Dua pihak kini lega. Mahathir bisa memenuhi sebagian janji kampanyenya yang garang: batalkan proyek Tiongkok.

Tiongkok juga lega. Akhir bulan ini akan ada muktamar OBOR di Beijing. Semua negara yang terkait proyek One Belt One Road akan hadir. Kasus Malaysia tidak akan jadi duri lagi dalam Summit itu.

Saya belum dapat keterangan siapa yang hadir di muktamar itu untuk mewakili DPC OBOR  cabang Indonesia.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Aliran Bantuan ke Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:08

Korban Bencana di Jabar Lebih Butuh Perhatian Dedi Mulyadi

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:44

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

UPDATE

UNJ Gelar Diskusi dan Galang Donasi Kemanusiaan untuk Sumatera

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:10

Skandal Sertifikasi K3: KPK Panggil Irjen Kemnaker, Total Aliran Dana Rp81 Miliar

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:04

KPU Raih Lembaga Terinformatif dari Komisi Informasi

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:41

Dipimpin Ferry Juliantono, Kemenkop Masuk 10 Besar Badan Publik Informatif

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:13

KPK Janji Usut Anggota Komisi XI DPR Lain dalam Kasus Dana CSR BI-OJK

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:12

Harga Minyak Turun Dipicu Melemahnya Data Ekonomi China

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:03

Kritik “Wisata Bencana”, Prabowo Tak Ingin Menteri Kabinet Cuma Gemar Bersolek

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:56

Din Syamsuddin Dorong UMJ jadi Universitas Kelas Dunia di Usia 70 Tahun

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:54

Tentang Natal Bersama, Wamenag Ingatkan Itu Perayaan Umat Kristiani Kemenag Bukan Lintas Agama

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:46

Dolar AS Melemah di Tengah Pekan Krusial Bank Sentral

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:33

Selengkapnya