Pengusaha Tamin Sukardi mengaku sangat menyesal telah percaya kepada oknum panitera pengganti Pengadilan Negeri Medan bernama Helpandi sehingga menjadi terdakwa di KPK yang perkaranya akan diputus oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (28/3) mendatang.
Penyesalan Tamin ini disampaikannya saat membaca pledoi di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada 21 Maret 2019 lalu. Selain menyesal, Tamin juga menyampaikan permohonan maaf kepada majelis hakim dan tim Jaksa Penuntut Umum KPK yang telah direpotkan dengan perkaranya.
Kuasa Hukum Tamin, Ismail Novianto menyatakan perkara dugaan suap ini ada keterkaitannya dengan kasus pengalihan tanah negara eks HGU PTPN II yang menjerat kliennya. Selama persidangan perkara No: 33/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Mdn di Pengadilan Negeri Medan tersebut, sebut Ismail, Tamin Sukardi percaya bahwa Majelis Hakim yang dipimpin Wahyu Wibowo dan beranggotakan Sontan Sinaga dan Merry Purba akan memberikan putusan yang adil sesuai dengan fakta dan saksi yang dihadirkan.
Namun sepekan sebelum vonis, ungkap Ismail, Tamin mendapat informasi telah ada intervensi oleh oknum peradilan dan hal ini dibenarkan oleh Helpandi melalui staf Tamin bernama Sudarni. Lalu, lanjut Ismail, Helpandi meminta uang sejumlah Rp 3 miliar untuk ketiga hakim majelis dan selanjutnya perkara ini berakhir di KPK.
Ismail menegaskan Tamin Sukardi dalam kesaksiannya di persidangan Merry Purba pada 21 Maret 2019 menyebutkan bahwa yang bersangkutan tidak kenal dengan salah satu majelis hakim kasus tanah tersebut dan juga tidak tahu kemana uang Rp 3 miliar tabungannya disalurkan Helpandi. Ismail menyatakan sejauh ini tidak ada cukup bukti yang terungkap di persidangan bahwa telah terjadi penyuapan kepada Merry Purba karena semua hanya merupakan rekayasa dari Helpandi semata.
“Ternyata majelis hakim yang dijanjikan Helpandi akan membebaskan Tamin Sukardi sudah lebih dulu melakukan musyawarah pada 20 Agustus 2018, di mana saat itu hakim Merry Purba sudah menyatakan opini berbeda dengan hakim lainnya Wahyu dan Sontan. Sementara kontak pertama dengan Helpandi dilakukan pada 23 Agustus 2018, fakta ini semakin menguatkan bahwa semua ini merupakan permainan Helpandi dengan korbannya Tamin Sukardi dan Merry Purba,†kata Ismail.
Sementara itu, Endang Sri Astuti yang juga hadir sebagai saksi di persidangan Merry Purba menyatakan bahwa Helpandi sejak bulan Juli 2018 telah berusaha meminta uang dengan mengatasnamakan majelis hakim namun hal ini ditolak oleh Tamin Sukardi yang ingin kasusnya di PN Medan berjalan sesuai koridor hukum yang berlaku. Endang juga menyerahkan bukti komunikasi tertulis antara dirinya dengan Helpandi yang berisikan ancaman Helpandi bahwa tidak adanya uang untuk majelis hakim bisa berefek kepada putusan untuk Tamin.
Ismail menyayangkan walaupun tidak ada bukti dan saksi yang memberatkan, majelis hakim Pengadilan Negeri Medan menjatuhkan hukuman enam tahun penjara bagi Tamin Sukardi dalam perkara tanah eks HGU PTPN II. Hukuman ini diperberat menjadi delapan tahun dalam putusan banding di Pengadilan Tinggi Medan. Atas putusan ini, kuasa hukum Tamin telah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Menurut Ismail, perkara KPK ini secara tidak sengaja telah membantu menguak adanya intervensi mafia peradilan. “Saat ini Tamin Sukardi percaya hanya integritas Mahkamah Agung yang bisa membantunya mendapatkan keadilan dalam kasus tersebut,†tandas Ismail.
Dalam kasus ini, Jaksa Penuntut Umum KPK mengajukan tuntutan tujuh tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider enam bulan kurungan bagi Tamin Sukardi karena dianggap terbukti menyuap hakim pengadilan Tipikor Medan Merry Purba.