Berita

Sutan Sjahrir/Net

Publika

Gagasan Sjahrir Merawat Mental Bangsa Merdeka

JUMAT, 11 JANUARI 2019 | 17:07 WIB

SEJAK awal kemerdekaan Sutan Sjahrir sudah mengingatkan, “jangan sampai pekik merdeka menjadi tong kosong nyaring bunyinya hanya karena euforia”.

Bahkan Sjahrir pun mengkritik bahwa proklamasi 17 Agustus jangan hanya dijadikan peluang berkuasanya para pemimpin yang "terbiasa membungkuk dan berlari untuk Jepang dan Belanda".

Sjahrir tentu tidak sedang melantur. Kritiknya jernih dan tersusun rapi dalam sebuah pamflet berjudul “Perjuangan Kita”. Amunisi pikirannya diarahkan kepada benih-benih fasis baru yang dibungkus dalam politik “kerjasama” tapi membudak kepada fasis.


“Menghamba pada fasisme adalah fasis itu sendiri. Dan sikap itu adalah dosa dan pengkhianatan terbesar perjuangan dan revolusi rakyat,” tulis Sjahrir.

Anti Fasisme-Feodalisme


Fasisme adalah ideologi absolut yang memposisikan perintah pemimpin laksana “titah raja”. Fasisme tumbuh subur dalam kultur feodalistik, disemai dalam budaya hamba yang membungkuk kepada majikan (penguasa) secara berlebihan.

Hari ini, raja-raja feodal memang sudah mati tapi bukan mustahil kulturnya bangkit lagi. Meski kita hidup di zaman digital 4.0, tapi sangat mungkin bisa terjebak ke dalam kultur-kultur feodalistik.

Sebagai seorang sosialis-demokrat, feodalisme adalah kekuatiran Sjahrir. Karena feodalisme akan menjauhkan rakyat dari cita-cita kesetaraan dan keadilan, sekaligus meminggirkan hak-hak rakyat untuk mengaktualisasi dirinya sendiri. Feodalisme bahkan akan mengundang masuk fasisme dan membuka jalan bagi kebencian antar etnis dan agama.

Itulah alasan mengapa Sjahrir menekankan pentingnya revolusi sosial setelah revolusi nasional diraih. Revolusi sosial itu bertujuan untuk membebaskan rakyat dari belenggu feodalisme lama dan dari jebakan-jebakan fasisme yang muncul bersamaan dengan imperialisme-kapitalisme yang tak terkendali (Sjahrir, 1994:11-12). Revolusi yang berporos pada perubahan mental besar-besaran, yang hanya dengan jalan itu penyakit “membungkuk” bisa disembuhkan.

Revolusi Mental


Jauh hari Sjahrir sudah katakan, bahwa revolusi mental itu perkara pendidikan! Bukan sekedar bagaimana mengubah cara pikir bangsa ini ke dalam kerja-kerja fisik tanpa berpikir. Tetapi justru berpijak pada pondasi pikiran tegas dan berintegritas; pada pikiran yang tidak ingin dikekang; pada kebebasan yang ingin dicapai; pada kerja-kerja perbudakan yang justru ingin dihapuskan.

Gagasan pendidikan Sjahrir bahkan merentang jauh ke depan. Bahwa, “pendidikan bukan sekedar rutinitas menambah banyak gedung sekolah, menambah banyak orang pandai membaca, atau menambah banyaknya sarjana. Tetapi pendidikan yang berorientasi pada cita-cita yang tinggi membentuk budi baru, manusia baru, masyarakat baru” (Sjahrir, 1982:240).

Revolusi mental yang hanya sekedar slogan lalu abai dari arti kemerdekaan, sejatinya adalah revolusi yang cacat mental! Karena bagi Sjahrir, poros revolusi mental itu ada pada kemerdekaan rakyat mengaktualisasi dirinya secara bebas tanpa halangan. “Yaitu merdeka berpikir, berbicara, beragama, menulis, mendapat kehidupan, mendapat pendidikan …” (Sjahrir, 1994:15).

Revolusi yang cacat mental sangat berbahaya bagi demokrasi. Dan hal ini sudah diidentifikasi Bung Hatta sejak awal. Bahwa “demokrasi juga berpotensi lupa diri keluar batas kemerdekaannya, lupa syarat-syarat hidupnya, dan terus-menerus menjadi anarki. Dan jika hal itu terjadi, pelan tapi pasti akan digantikan diktator”.

Artinya, dalam hidup berdemokrasi berpeluang terjadinya mallpraktik, yaitu penyimpangan dasar-dasar konstitusi.

Tapi apakah hadirnya diktator tanda berakhirnya demokrasi? Tidak, kata Bung Hatta! “Demokrasi hanya bisa ditindas sementara karena kesalahannya sendiri, tetapi setelah itu akan bangkit kembali dengan segala keinsafan”.

Di sinilah pikiran Hatta dan Sjahrir bertemu. Bagi Sjahrir, bangkitnya demokrasi dengan segala keinsafan itu akan dipicu oleh peranan kaum milenial yang merupakan inti kekuatan subjektif sebuah revolusi sosial. “Kaum muda inilah yang wajib mendidik, menginsyafkan, dan merevolusionerkan dirinya terlebih dahulu, sebelum mendidik rakyat” (Sjahrir, 1947:18).

Tapi kaum muda yang bagaimana? Tentulah anak-anak muda yang insyaf dengan tujuan rasionalnya. Yang bebas dari keterpasungan elit. Bukanlah kaum muda yang kerjanya memuja-muja penguasa dan pemodal, alih-alih menjadi bumper keduanya.

Bagi Sjahrir, pemuda revolusioner itu adalah “mereka yang mampu mengangkat kebudayaan rakyat sampai pada taraf tertinggi agar terhindar dari ancaman feodalisme, fasisme, kapitalisme”.

Ketika kaum muda telah mampu mengambil peran. Dan akal sehat dijunjung setinggi-tingginya. Maka demokrasi akan kembali tegak setegak tugu Monas. Dan disitulah tanda akhir riwayat revolusi cacat mental. [***]

Dr. Muhammad Farid

Peneliti Pendidikan Sosial dan Demokrasi, Institut Hatta-Sjahrir Banda Naira


Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

Pidato Prabowo buat Roy Suryo: Jangan Lihat ke Belakang

Senin, 08 Desember 2025 | 12:15

UPDATE

Dituding Biang Kerok Banjir Sumatera, Saham Toba Pulp Digembok BEI

Kamis, 18 Desember 2025 | 14:13

Kapolda Metro Jaya Kukuhkan 1.000 Nelayan Jadi Mitra Keamanan Laut Kepulauan Seribu

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:56

OTT Jaksa di Banten: KPK Pastikan Sudah Berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:49

Momen Ibu-Ibu Pengungsi Agam Nyanyikan Indonesia Raya Saat Ditengok Prabowo

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:41

Pasar Kripto Bergolak: Investor Mulai Selektif dan Waspada

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:31

Pimpinan KPK Benarkan Tangkap Oknum Jaksa dalam OTT di Banten

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:21

Waspada Angin Kencang Berpotensi Terjang Perairan Jakarta

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:02

DPR: Pembelian Kampung Haji harus Akuntabel

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:01

Target Ekonomi 8 Persen Membutuhkan Kolaborasi

Kamis, 18 Desember 2025 | 12:58

Film TIMUR Sajikan Ketegangan Operasi Militer Prabowo Subianto di Papua

Kamis, 18 Desember 2025 | 12:48

Selengkapnya