Berita

Pembangunan infrastruktur di era Jokowi/Net

Publika

Empat Tahun Jokowi Dan Optimisme Ekonomi Kita

JUMAT, 04 JANUARI 2019 | 11:29 WIB

SEJAK Amerika Serikat mulai menghentikan quantitave easing (QE) tahun 2014, langgam ekonomi global mulai mengalami perubahan. Dampaknya juga mulai terasa di Indonesia sejak Semester II-2013, sehingga sempat menimbulkan taper tantrum.

Kondisi ini diikuti dengan kenaikan suku bunga the Fed pertama pada akhir tahun 2015, hal ini menyebabkan capital outflow dari negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Kemudian hal ini juga bersamaan dengan turunnya harga-harga komoditas unggulan Indonesia secara bertahap sejak tahun 2013 terutama batubara dan sawit.

Dalam kondisi dan latar belakang seperti itu, Joko Widodo naik ke panggung kekuasaan. Semangat perbaikan yang menggebu-gebu ternyata tidak diiringi dengan kondsi makro yang kondusif. Penerimaan negara dikurangi dengan pengeluaran (tidak termasuk bayar bunga dan cicilan utang) hasilnya adalah negatif sebesar 1,03 persen dari PDB, artinya negara tekor. Untuk mengatasinya tentu harus dengan meningkatkan penerimaan. Tapi di saat bersamaan, harga komoditas terjun bebas di pasaran. Bukan hanya minyak, namun juga komoditas non-minyak mengalami penurunan.


Dari situlah cerita dimulai, tantangan tidak menjadi halangan, melainkan hambatan yang mesti disiasati. Transformasi daya saing Indonesia harus tetap dilakukan bila Indonesia ingin menjadi yang terdepan pada saat Generasi Emas berjaya di tahun 2030. Hal ini penting dilakukan untuk menghindari ancaman middle income trap, yaitu kegagalan negara untuk naik level menjadi negara maju karena tidak dibarengi dengan peningkatan kapasitas dan kapabilitas.

Kuncinya hanya ada dua, yaitu peningkatan infrastruktur dan kualitas Sumber Daya Manusia. Hal ini sejalan dengan hasil kajian berbagai lembaga dunia yang menyatakan bahwa saat itu (periode 2010-2015), Indonesia mengalami lack terhadap infrastruktur dan kualitas tenaga kerja.

Latar belakang inilah yang menjadi alasan utama sehingga di Periode I Pemerintahan Jokowi, orientasi pembangunan lebih difokuskan pada pembangunan infrastruktur. Dan direncanakan di periode ke-II nantinya, fokus pembangunan akan berorientasi pada pengembangan Sumber Daya Manusia Indonesia.

Di samping itu, dalam kurun waktu 4 tahun, pemerintahan Jokowi secara serius mulai melakukan pemangkasan subsidi yang tidak tepat sasaran dan memberikan insentif untuk mendorong produktivitas. Pemangkasan prosedur perizinan yang disertai sinkronisasi sistem perizinan pusat-daerah juga diluncurkan. Paket kebijakan ekonomi dikeluarkan sampai 16 tahap untuk mengurai bottleneck perekonomian.

Pemerataan pembangunan dijalankan ke seluruh daerah termasuk pembangunan jalan di perbatasan Kalimantan, trans Sumatera, trans Jawa, trans Sulawesi dan Papua, termasuk pemerataan anggaran yang terus ditingkatkan, dana transfer ke daerah menjadi lebih dari 40 persen belanja APBN.

Sebagian orang akan berkata, hutang terus meningkat untuk membiayai pembangunan. Benar utang bertambah, tetapi kemampuan kita membayar semakin besar. Itu bisa dilihat dari data defisit keseimbangan primer APBN yang dari tahun ketahun terus menurun. Bila di awal Jokowi memimpin keseimbangan primer 0,88 persen, sekarang tinggal separuh atau 0,44 persen. Dan tahun ini kita mengalami surplus keseimbangan primer.

Jadi tidak ada lagi defisit primer. Ini salah satu penyebab mengapa SBN kita laku keras diserap investor karena kinerja pemerintah secara finansial sangat sehat. Sebagai pembanding, kita bisa menjadikan kegagalan Turki dalam menerbitkan global Bond untuk mengatasi lira yang jatuh sebagai contoh sederhana, dan akhirnya terpaksa lempar handuk putih agar dapat bantuan dari IMF dan tetangganya Qatar.

Lalu apa hasilnya setelah empat tahun Jokowi berkuasa? Penerimaan negara terus meningkat signifikan seiring meningkatnya PDB. Pada 2014 kontribusi perpajakan sebesar 75 persen, lalu 2015 naik menjadi 82,3 persen, di tahun 2016 naik sebesar 82,6 persen, tahun 2017 turun sedikit menjadi 80,6 persen. Tahun 2018 dapat dipastikan di atas 85 persen. Sedangkan penerimaan negara tahun 2018 dipastikan melampaui target 100 persen.

Hal ini merupakan prestasi luar biasa yang patut disyukuri ditengah kondisi makro dan geopolitik yang kurang kondusif. PDB Indonesia sebesar 890 miliar dolar AS tahun 2014, meningkat signifikan sebesar 1,015 miliar dolar AS tahun 2018 sehingga kita masuk kelompok negara di atas 1 triliun dolar.

Bagaimana dengan kesehatan APBN? Pada 2014 defisit APBN sebesar 2,25 persen terhadap PDB. Pada 2015 naik 2,58, lalu turun pada 2016 menjadi 2,49 persen, 2017 kembali turun menjadi 2,12 persen dan tahun 2018 menjadi 1,72 persen. Hal ini diikuti oleh surplus keseimbangan primer sebesar Rp 4,1 triliun. Hasil itu menjadikan APBN 2018 sebagai APBN pertama yang merupakan surplus keseimbangan primer sejak APBN 2011. Bila surplus keseimbangan primer ini dapat kita jaga secara konsisten, maka pembangunan bisa dilakukan tanpa utang.

Pertanyaan selanjutnya setelah trasformasi pembangunan dan kesehatan APBN yang terjaga ialah apa pengaruhnya bagi rakyat? Di samping semakin meluasnya pembangunan infrastruktur ekonomi, harga barang kebutuhan sehari-hari tidak meningkat luar biasa. Padahal Indonesia selama 4 tahun mengalami tekanan ekonomi yang luar biasa akihat faktor eksternal seperti kebijakan the fed atas suku bunga yang meningkat dan kemudian perang dagang antara AS dan China sehingga rupiah sempat jatuh cukup dalam. Mengapa? karena inflasi berhasil dijaga dengan baik Pemerintah dan BI. Pemerintah mampu menahan inflasi di bawah 4 persen selama 4 tahun berturut-turut. Realisasi inflasi pada 2015 tercatat di level 3,35 persen, lalu pada 2016 3,02 persen, 2017 3,61 persen dan 2018 ditargetkan 3,18 persen. Ini pertama kali dalam sejarah dimana inflasi kita di bawah 4 persen.

Hasil lainnya seperti audit yang dilakukan oleh BPK, menunjukkan pertanggungjawaban pengelolaan uang rakyat dari tahun ketahun semakin membaik. Pada tahun 2007 hanya 15 kementerian dan lembaga yang dapat WTP, sementara pada 2017 ada 80 kementerian dan lembaga yang dapat WTP. Artinya tata kelola pertanggungjawaban uang rakyat semakin membaik. Index Persepsi korupsi (CPI index) semakin membaik yaitu dengan skor 37. Jauh lebih baik dari era sebelumnya atau peringkat ketiga di ASEAN. Selain itu, berdasarkan catatan The Heritage Foundation, Tingkat Kemandirian ekonomi RI (Index of Economic freedom) meningkat, Tahun 2014 Indonesia berada pada peringkat 100 dunia dengan nilai 58,5, saat ini (tahun 2018) menjadi peringkat 69 dengan nilai 64,2.

Kata kuncinya adalah tekanan ekonomi global, perang dagang, penurunan harga komoditas dan penerimaan negara. Dalam keadaan seperti itu, transformasi daya saing dan recovery ekonomi dilakukan dengan hasil seperti cerita di atas. Kalau dengan kondisi uang melimpah, saya yakin semua orang bisa melakukan. Tetapi dengan keterbatasan kondisi yang ada, namun bisa melakukan trasnformasi sekaligus memperbaiki cash flow keuangan, itu adalah hal yang tidak bisa dilakukan semua orang. Ini yang saya maksud mengapa Jokowi layak disebut CEO terbaik yang pernah ada, ia seorang pemimpin tapi juga sekaligus pelaku. [***]

Eka Sastra
Ketua Nasional REPNAS Jokowi-Ma'ruf.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

Distribusi Bantuan di Teluk Bayur

Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

UPDATE

RUU Koperasi Diusulkan Jadi UU Sistem Perkoperasian Nasional

Rabu, 17 Desember 2025 | 18:08

Rosan Update Pembangunan Kampung Haji ke Prabowo

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:54

Tak Perlu Reaktif Soal Surat Gubernur Aceh ke PBB

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:45

Taubat Ekologis Jalan Keluar Benahi Kerusakan Lingkungan

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:34

Adimas Resbob Resmi Tersangka, Terancam 10 Tahun Penjara

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:25

Bos Maktour Travel dan Gus Alex Siap-siap Diperiksa KPK Lagi

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:24

Satgas Kemanusiaan Unhan Kirim Dokter ke Daerah Bencana

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:08

Pimpinan MPR Berharap Ada Solusi Tenteramkan Warga Aceh

Rabu, 17 Desember 2025 | 16:49

Kolaborasi UNSIA-LLDikti Tingkatkan Partisipasi Universitas dalam WURI

Rabu, 17 Desember 2025 | 16:45

Kapolri Pimpin Penutupan Pendidikan Sespim Polri Tahun Ajaran 2025

Rabu, 17 Desember 2025 | 16:42

Selengkapnya