Berita

Harjono/Net

Wawancara

WAWANCARA

Harjono: Penyelenggara Pemilu Juga Mesti Diawasi, Bukan Penyuapnya Saja

SABTU, 29 SEPTEMBER 2018 | 09:23 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang juga dosen ilmu politik Universitas Indonesia Valina Singka Subekti mengungkapkan, sejatinya praktik suap dalam bentuk politik uang tak hanya berpo­tensi dilakukan terhadap pemi­lih, tapi juga kepada penyeleng­gara pemilu.

Kata Valina, pemberian poli­tik uang kepada kedua elemen tersebut masing-masing memi­liki tujuan berbeda. Politik uang yang diberikan kepada pemilih ditujukan untuk membeli suara. Sementara politik uang terhadap penyelenggara pemilu untuk mengubah hasil pemilu.

Valina membeberkan, penye­lenggara pemilu yang terlibat suap dalam lima tahun terakhir jumlahnya cukup mengkhawat­irkan. Data tersebut diketahuin­ya saat dia masih duduk di kursi anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) periode 2012-2017 lalu.

Lantas benarkah dugaan yang dilontarkan Valina tersebut? Dan apakah di Pemilu 2019 kali ini indikasi terjadinya praktik lancung tersebut sudah ditemu­kan? Kepada Rakyat Merdeka, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Harjono menjelaskan potensi suap kepada penyelenggara pemillu :

Tanggapan Anda tentang apa yang dilontarkan Valina, ada potensi suap dalam ben­tuk politik uangkepada para penyelenggara pemilu?

Memang ada praktik suap atau money politics kepada pe­nyelenggara pemilu. Kalau di DKPP yang kasusnya langsung suap, kita belum terima. Namun misalnya ada KPU Daerah ingin mengadakan suatu pertemuan deklarasi damai dan sebagainya, dia minta sumbangan kepada parati-partai ini juga ada kasus semacam ini, dan kita sudah memberikan sanksi kepada mereka. Namun kalau menerima suap seperti yang terjadi di Garut itu ya langsung ditangkap polisi, karena polisi tahu kasus itu. Kalaupun toh kasus itu dibawa ke DKPP, berarti dia bisa menjadi saksi di DKPP. Tetapi kalau kasus yang Garut itu tidak hanya soal pelanggaran etik saja tetapi pelanggaran hukum. Jadi meskipun kasus hukumnya belum selesai, kita sudah menya­takan pemberhentian tetap.

Jadi pemberhetian tetap akan diberikan DKPP kepada penyelenggara pemilu yang terbukti menerima suap?
Iya, hukuman tertinggi di DKPP adalah pemberhentian tetap dan pemberhentian tetap itu tidak selalu dikaitkan dengan suap. Jadi ada kasus katakan saja sesama anggota penyelenggara pemilu, namun di suatu rapat dia malah berantem sendiri, nah ini juga kita kenakan sanksi.

Lho kenapa memangnya kok sampai berkelahi?
Ya kenapa di depan umum mereka justru berantem, sehar­usnya kan bisa bersama. Artinya dia tidak bisa mengelola penye­lenggaraan pelayanan pemilu.

Sejauh ini apakah Anda sudah menerima laporan men­genai penyelenggara pemilu yang diduga menerima suap?

Kita belum ada laporan menge­nai kasus suap itu, namun bukan berarti kita belum pernah mem­berhentikan meskipun kasusnya itu bukan money politics.

Terus pengawasan yang di­lakukan DKPP bagaimana?
Kita tidak bisa melakukan pengawasan langsung ke lapan­gan, kita hanya menerima lapo­ran saja. Karena kita ini pasif, maka harus ada orang yang datang ke kita untuk melaporkan dugaan supa itu. Kita kan tidak bisa turun terus mencari-cari hal itu, kan kita tidak bisa. Memang sekarang yang mesti diawasi juga penyelenggara pemilu, bu­kan hanya penyuapnya saja.

Terus kalau pengawasan tidak bisa langsung, apa pencegahan yang dilakukan DKPP?
Sebetulnya kan tugas untuk pengawasan ini kan ada pada Bawaslu, namun kan sebenarnya Bawaslu tidak hanya mengawasi KPU saja, melainkan juga men­gawasi bawahannya juga. Oleh karena itu andalah DKPP ya di Bawaslu, sebab kita tidak bisa terjun langsung. Nah karena tidak bisa terjun langsung, maka strategi yang kita lakukan adalah melakukan sosialisasi. Yaitu ke­napa DKPP ada, betapa penting­nya itu integritas, harus indepen­den, itu harus kita sosialisasikan. Apapun tindakan yang itu bisa memimbulkan suatu kecurigaan, meskipun itu hanya kecurigaan, namun orang yakin dia melaku­kan kecurangan, itu juga sudah pantas diberi sanksi, meskipun sanksinya tidak berat.

Sebenarnya pelanggaran pemilu, termasuk potensi suap terjadi di tingkat mana saja sih?
Oh macam-macam ya kalau itu. Di tingkat paling bawah ada, bahkan di tingkat provinsi juga ada. Namun itu semuanya itu tidak selalu berkaitan dengan persoalan suap saja, persoalan suap memang memiliki potensi, tetapi kita belum temukan lang­sung soal itu.

Memang selain soal suap, apa potensi pelanggaran besar lainnya?
Kalau yang masih banyak itu adalah persoalan seleksi anggota. Jadi ada seleksi yang ternyata anggotanya itu adalah masih pengurus partai politik, masih menjadi caleg. Itu masih terjadi dari tingkat kacama­tan, kabupaten/kota, hingga di provinsi.

Kalau sudah seperti itu, apa yang dilakukan DKPP?
Kita lihat prosesnya apakah memang betul, biasanya kan sekarang banyak sekali itu tes-tes yang dilakukan. Kita kemarin sudah memeriksa sampai ke tingkat provinsi lalu diadukan ke pusat, ada dua orang bilang 'kok yang dipilih bukan saya'. Terus kita langsung periksa, apakah yang dikeluhkan itu be­nar, kalau memang ada alasan. Nah alasannya itu benar atau tidak. Pernah juga memang ada masalah yaitu pengangkatan panwas kabupaten. ***

Populer

Fenomena Seragam Militer di Ormas

Minggu, 16 Februari 2025 | 04:50

Asian Paints Hengkang dari Indonesia dengan Kerugian Rp158 Miliar

Sabtu, 15 Februari 2025 | 09:54

Bos Sinarmas Indra Widjaja Mangkir

Kamis, 13 Februari 2025 | 07:44

PT Lumbung Kencana Sakti Diduga Tunggangi Demo Warga Kapuk Muara

Selasa, 18 Februari 2025 | 03:39

Temuan Gemah: Pengembang PIK 2 Beli Tanah Warga Jauh di Atas NJOP

Jumat, 14 Februari 2025 | 21:40

Pengiriman 13 Tabung Raksasa dari Semarang ke Banjarnegara Bikin Heboh Pengendara

Senin, 17 Februari 2025 | 06:32

Dugaan Tunggangi Aksi Warga Kapuk Muara, Mabes Polri Diminta Periksa PT Lumbung Kencana Sakti

Selasa, 18 Februari 2025 | 17:59

UPDATE

Kepala Daerah Tidak Ikut Retret: Petugas Partai atau Petugas Rakyat, Jangan Ada Negara Dalam Negara

Minggu, 23 Februari 2025 | 01:27

Ketua DPRA Tuding SK Plt Sekda Permainan Wagub dan Bendahara Gerindra Aceh

Minggu, 23 Februari 2025 | 01:01

Tumbang di Kandang, Arsenal Gagal Dekati Liverpool

Minggu, 23 Februari 2025 | 00:43

KPK Harus Proses Kasus Dugaan Korupsi Jokowi dan Keluarga, Jangan Dipetieskan

Minggu, 23 Februari 2025 | 00:23

Iwakum: Pelaku Doxing terhadap Wartawan Bisa Dijerat Pidana

Sabtu, 22 Februari 2025 | 23:59

Langkah Bupati Brebes Ikut Retret ke Magelang Tuai Apresiasi

Sabtu, 22 Februari 2025 | 23:54

Tak Hanya Langka, Isi Gas LPG 3 Kg di Pagar Alam Diduga Dikurangi

Sabtu, 22 Februari 2025 | 23:42

Dari #KaburAjaDulu hingga #IndonesiaGelap: Belajar dari Bangladesh

Sabtu, 22 Februari 2025 | 23:21

Wartawan Jaksel Pererat Solidaritas Lewat Olahraga

Sabtu, 22 Februari 2025 | 22:58

PLN dan Wuling Siapkan Layanan Home Charging Praktis dan Cepat, Hanya 7 Hari

Sabtu, 22 Februari 2025 | 22:34

Selengkapnya