Berita

Kepulauan Marshall/BBC

Dunia

IMF: Penggunaan Mata Uang Digital Di Kepulauan Marshall Terlalu Beresiko

RABU, 12 SEPTEMBER 2018 | 07:59 WIB | LAPORAN: AMELIA FITRIANI

. Republik Kepulauan Marshall telah diperingatkan untuk tidak menggunakan mata uang digital sebagai bentuk kedua dari alat pembayaran yang sah di negara kecil tersebut.

Peringatan itu dikeluarkan oleh Dana Moneter Internasional (IMF). Pihak IMF memperingatkan bahwa Kepulauan Marshall yang terdiri dari ratusan pulau di Samudera Pasifik, harus mempertimbangkan kembali secara serius rencana penggunaan mata uang digital.

Saat ini diketahui satu-satunya alat pembayaran yang sah di negara itu hanyalah dolar Amerika Serikat.


Namun baru-baru ini negara itu mempersiapkan sebuah undang-undang untuk mengadopsi mata uang digital bernama "Sovereign" yang dapat digunakan di samping dolar disahkan pada bulan Februari.

Mata uang digital itu akan dikeluarkan untuk anggota masyarakat melalui penawaran koin awal (ICO) akhir tahun ini.

Namun, direktur IMF mengatakan potensi manfaat dari langkah itu jauh lebih kecil daripada biaya potensial risiko ekonomi, reputasi dan tata kelola.

"Pihak berwenang (Marshall Island) harus mempertimbangkan secara serius penerbitan mata uang digital sebagai alat pembayaran yang sah," tulis para direktur IMF dalam laporan mereka, yang pertama kali ditemukan oleh situs berita cryptocurrency Coindesk.

Bukan hanya itu, mengadopsi mata uang digital sebagai bentuk resmi dari alat pembayaran yang sah akan mengancam integritas keuangan dan hubungan kunci bangsa dengan bank Amerika Serikat. Hasilnya, hal itu akan mengganggu bantuan asing.

Untuk diketahui, di negara itu hanya ada satu bank komersial domestik dan bank tersebut berisiko kehilangan satu-satunya hubungan perbankan koresponden dengan bank lain di Amerika Serikat.

Hubungan itu memungkinkan Kepulauan mentransfer uang masuk dan keluar negeri. Karena itulah, dikhawatirkan bantuan dari asing terganggu mengingat ketergantungan Kepulauan Marshall pada bantuan asing, dan fakta bahwa negara itu rentan terhadap bencana alam serta kenaikan permukaan laut terkait dengan perubahan iklim. [mel]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

Makin Botak, Pertanda Hidup Jokowi Tidak Tenang

Selasa, 16 Desember 2025 | 03:15

UPDATE

Kuasa Hukum: Nadiem Makarim Tidak Terima Sepeserpun

Minggu, 21 Desember 2025 | 22:09

China-AS Intervensi Konflik Kamboja-Thailand

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:51

Prabowo Setuju Terbitkan PP agar Perpol 10/2025 Tidak Melebar

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:35

Kejagung Tegaskan Tidak Ada Ruang bagi Pelanggar Hukum

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:12

Kapolri Komitmen Hadirkan Layanan Terbaik selama Nataru

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:54

Kasus WN China Vs TNI Ketapang Butuh Atensi Prabowo

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:25

Dino Patti Djalal Kritik Kinerja Menlu Sugiono Selama Setahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:45

Alarm-Alam dan Kekacauan Sistemik

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:39

Musyawarah Kubro Alim Ulama NU Sepakati MLB

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:09

Kepala BRIN Tinjau Korban Bencana di Aceh Tamiang

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:00

Selengkapnya