Nasaruddin Umar/Net
Nasaruddin Umar/Net
SALAH satu tantangan pimpinan ormas-ormas keagamaan ialah melakukan pemÂbinaan terhadap warganya yang sering melakukan kegÂiatan yang dapat dinilai mendelegitimasi peran negara dalam agama atau sebaliknya mendelegitimasi peran agama dalam negara. KelÂompok pertama bisa terindikasi sebagai kelomÂpok radikal dan yang kedua dapat dikategoriÂkan sebagai kelompok liberal. Kedua-duanya berpotensi menimbulkan keresahan karena saÂma-sama menunjukkan kecenderungan memÂpromosikan gagasan dan kegitan yang tidak sejalan dengan hukum dan perundang-undanÂgan yang berlaku di NKRI.
Tentu saja sebagai negara berdaulat, setiap ada persoalan warga masyarakat, negara harÂus hadir. Negara tidak bisa absen dalam setiap problem bangsa, sungguhpun itu wilayah agama yang sering dikatakan sebagai wilayah yang sangat privat. Mendelegitimasi atau lebÂih tepat kriminalisasi peran negara di dalam urusan keagamaan merupakan bagian yang sangat membahayakan. Bagaimana jadinya jika negara tidak bisa hadir pada setiap konflik berbasis agama, sementara kita tahu bahwa konflik horizontal paling berbahaya adalah konflik agama. Mendeligitimasi peran Negara daÂlam urusan agama bisa dikategorikan sebagai penyesatan masyarakat, dan dengan demikiÂan dapat dikategorikan Religious-Hate Speech (RHS). Hanya saja perlu diingat bahwa kehadiran negara terlalu dalam sehingga menerobos batas peran tokoh agama itu juga perlu dicerÂmati. Kehadiran Negara dalam agama sangat perlu tetapi harus terukur.
Dalam Islam pun menekankan perlunya kehadiran negara di dalam kehidupan berÂmasyarakat dan berbangsa. Kalangan ulama sunny berpendapat, lebih baik 100 tahun dipÂimpin pemerintah yang dhalim ketimbang seÂhari tanpa pemerintah. Kekosongan pemerinÂtahan membuka peluang berlakunya hukum rimba, yang kuat memangsa yang lemah daÂlam waktu singkat. Dalam bahasa agama, NegÂara atau pemerintah seing diistilahkan dengan ulil amr, berasal dari kata uli berarti pemilik dan al-amr berarti perintah, tuntunan melakuÂkan sesuatu, atau keadaan urusan. Jadi uli al-amr (baca: ulil amr) berarti pemilik urusan atau pemilik kekuasaan atau hak untuk memÂberi perintah. Yang termasuk Ulil Amr di dalam kitab-kitab tafsir meliputi para pejabat pemerinÂtah (umara’/eksekutif), para hakim (yudikatif), para perwakilan tokoh-tokoh masyarakat (legÂislative), para cerdik-pandai (ulama), dan para pimpinan militer. Dalam konteks sekarang menÂcakup kekuatan trias politika: Legislatif, ekseÂkutif, dan Yudikatif.
Populer
Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21
Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58
Senin, 08 Desember 2025 | 19:12
Kamis, 04 Desember 2025 | 05:04
Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53
Jumat, 05 Desember 2025 | 02:00
Jumat, 05 Desember 2025 | 03:03
UPDATE
Minggu, 14 Desember 2025 | 19:39
Minggu, 14 Desember 2025 | 19:16
Minggu, 14 Desember 2025 | 19:07
Minggu, 14 Desember 2025 | 18:24
Minggu, 14 Desember 2025 | 18:07
Minggu, 14 Desember 2025 | 17:34
Minggu, 14 Desember 2025 | 17:10
Minggu, 14 Desember 2025 | 17:09
Minggu, 14 Desember 2025 | 16:12
Minggu, 14 Desember 2025 | 16:10