Berita

Jokowi-Sri/Net

Politik

Pemerintahan Jokowi Diisi "Marketing Kartu Kredit"

SABTU, 30 JUNI 2018 | 09:17 WIB | OLEH: SALAMUDDIN DAENG

BANYAK analis keuangan sekarang sebetulnya adalah analis yang bekerja sebagai marketing para rentenir global yang memang bekerja seperti penjual kartu kredit komersial yang menjanjikan konsumen mereka dana cepat padahal faktanya bunga tinggi.

Mendapatkan utang kartu kredit gampang kan? Hanya butuh KTP. Itulah sekarang Presiden Indonesia mengelola ekonomi bermodalkan KTP.

Para rentenir global sebetulnya merasa nyaman dengan Indonesia karena di negara ini mereka punya "debt collector" yakni Kementerian Keuangan. Kementerian yang siap memotong anggaran apapun agar bisa bayar utang, dan memungut pajak sekeras-kerasnya untuk bisa bayar utang.

Rentenir global punya agen yakni Bank Indonesia (baca: independen) sehingga bisa mendapatkan imbal hasil yang luar biasa besar dari Indonesia bisa mencapai 15 sampai 20 persen yakni dari bunga dan selisih kurs. Tidak bisa didapatkan dari negara lain. BI sendiri sebagai pemegang devisa mengambil untung dari pelemahan rupiah. Beli murah jual mahal agar uangnya banyak dan bergaji tinggi.

Rentenir global tau resiko ekonomi Indonesia. Kurs Indonesia paling gampang dipukul. Mereka telah bekerjasama dengan perusahaan asuransi utang yang siap menerima pelanggan Indonesia sebagai pembayar premi jumbo untuk mengasuransikan utang utangnya.

Rentenir global bisa mendapatkan aset-aset BUMN berkualitas dan dihargakan murah. Sudah bisa dipastikan BUMN Indonesia tidak busa bayar utang dan pasti berujung penjualan murah aset negara.

Presiden Indonesia dalam posisi tidak atau kurang memahami persis pernainan tilep-menilep uang negara dan tilep-menilep aset negara oleh anak buahnya dalam skema ekonomi neoliberal. Sementara rentenir global memainkan peran dalam urusan tilep-menilep yang lebih besar.

Para rentenir global telah menjalin kerjasama dengan para kontraktir proyek multinasional. Sekarang ini mereka sudah menanfaatkan sebagian besar belanja APBN Indonesia untuk membiayai proyek proyek mereka dan membeli barang barang mereka. Jadi mereka kasi utang, untuk dipakai sendiri oleh rentenir dan kontraktor multinasional.

Jadi kesimpulannya, Indonesia ini bisa dijarah ramai-ramai, seperti dalam lagu lawas, 'satu lobang rame-rame'. Dalam sisa waktu satu setengah tahun ini pemerintahan Jokowi harus menghentikan proses membangkrutkan Indonesia melalui penataan kembali sistem ekonomi negara. Masih ada peluang? [***]

Penulis adalah Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)

Populer

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Pj Gubernur Jabar Ingin Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Sempurna

Kamis, 02 Mei 2024 | 03:58

Telkom Buka Suara Soal Tagihan ‘Telepon Tidur’ Rp9 Triliun Pertahun

Kamis, 25 April 2024 | 21:18

UPDATE

Misi Dagang ke Maroko Catatkan Transaksi Potensial Rp276 Miliar

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:51

Zita Anjani Bagi-bagi #KopiuntukPalestina di CFD Jakarta

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:41

Bapanas: Perlu Mental Berdikari agar Produk Dalam Negeri Dapat Ditingkatkan

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:33

Sadiq Khan dari Partai Buruh Terpilih Kembali Jadi Walikota London

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:22

Studi Privat Dua Hari di Taipei, Perdalam Teknologi Kecantikan Terbaru

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:14

Kekuasaan Terlalu Besar Cenderung Disalahgunakan

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:09

Demi Demokrasi Sehat, PKS Jangan Gabung Prabowo-Gibran

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:04

Demonstran Pro-Palestina Lakukan Protes di Acara Wisuda Universitas Michigan

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:57

Presidential Club Patut Diapresiasi

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:37

PKS Tertarik Bedah Ide Prabowo Bentuk Klub Presiden

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:11

Selengkapnya