Berita

Pengacara LBH/TAP-HAM

Hukum

Kasus Kekerasan Polisi Terhadap Kuasa Hukum Warga Bukit Duri Harus Dituntaskan!

KAMIS, 04 JANUARI 2018 | 04:05 WIB | LAPORAN:

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), dan Ciliwung Merdeka mengajukan permohonan praperadilan atas penghentian penyidikan yang dilakukan oleh Kepala Kepolisian Resor Metropolitan Jakarta Selatan (Kapolres Jaksel).

Mereka yang tergabung dalam Tim Advokasi Pembela Hak Asasi Manusia (TAP-HAM) menuntut agar pengeroyokan yang dilakukan oleh anggota Kepolisian dan anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) terhadap Alldo Fellix Januardy ketika terjadi penggusuran paksa di Bukit Duri pada 12 Januari 2016 lalu tetap dituntaskan.

Advokat LBH Jakarta, Nelson meminta agar Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini untuk menyatakan penghentian penyidikan tidak sah.


"Majelis Hakim harus memerintahkan Polda Metro Jaya untuk melanjutkan penyidikan karena penyidikan selama ini tertunda tanpa alasan yang jelas," kata Nelson kepada redaksi, Rabu (3/1).

Sementara itu, Advokat YLBHI, M Isnur mengungkapkan jika pihaknya ,endesak Polda Metro Jaya dapat melakukan proses hukum secara obyektif dan transparan.

"Kami mendesak Kepolisian Republik Indonesia untuk melindungi Pembela HAM dan menghormati Pengacara Publik/Advokat dalam menjalankan tugas," kata Isnur.

Alldo merupakan Pengacara Publik LBH Jakarta yang menjadi kuasa hukum warga Bukit Duri. Ketika terjadi penggusuran paksa Alldo meminta agar pihak Kepolisian dan Satpol PP menghormati proses hukum yang sedang ditempuh warga Bukit Duri berupa gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dan upaya negosiasi di Dewan Perwakilan Rakyat DKI Jakarta.

Bukannya menghentikan penggusuran untuk menghormati hukum, tiba-tiba 5 (lima) orang anggota Satpol PP dan polisi melakukan pengeroyokan terhadap Pemohon dengan cara menarik, mencekik, serta memukul Pemohon.
Tidak hanya itu, Pemohon juga dijatuhkan ke tanah dan ditarik paksa sejauh kurang lebih 20 (dua puluh) meter dengan disaksikan oleh banyak orang. Akibatnya Alldo menderita memar-memar pada tubuh, kacamatanya dan telepon genggamnya pecah. Alldo juga diancam akan ditangkap jika menghalangi proses penggusuran yang tengah terjadi pada waktu itu. Ada banyak foto yang beredar di internet mengabadikan kejadian itu.

Alldo kemudian melaporkan para anggota Satpol PP dan anggota Kepolisian tersebut pada hari itu juga dengan Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) di Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya) dan diterima dengan Laporan Polisi Nomor LP/146/I/2016/PMJ/Ditreskrimum tanggal 12 Januari 2016 setelah sebelumnya dilakukan visum. Laporan polisi tersebut kemudian dilimpahkan ke Polres Jakarta Selatan namun mengalami penundaan yang tidak semestinya (undue delay). Saksi-saksi sudah diperiksa dan bukti-bukti sudah diberikan kepada penyidik namun hingga Desember 2016 perkara masih jalan di tempat dan pelaku tak kunjung ditangkap. Bahkan Alldo ditawarkan untuk berdamai dengan sejumlah uang agar mencabut laporan polisi.

LBH Jakarta berkali-kali menyurati Kapolres Jakarta Selatan untuk meminta perkembangan perkara hingga akhirnya pada 28 Agustus Alldo menerima Surat Ketetapan tentang Penghentian Penyidikan dari Kapolres Jakarta Selatan, namun surat tersebut tertanggal 8 Mei 2017 (4 bulan sebelumnya) dengan alasan penghentian yang tidak jelas, padahal bukti-bukti sudah terang benderang untuk menunjukkan siapa pelakunya.

Kepolisian lagi-lagi melakukan kekerasan terhadap para advokat, pengacara publik sekaligus Pembela HAM yang seharusnya mendapatkan penghormatan dan perlindungan secara hukum dalam menjalankan tugasnya yang dijamin oleh konstitusi dan berbagai peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.

Tindakan-tindakan kekerasan ini haruslah dikutuk karena merupakan cara-cara barbar yang tidak seharusnya dilakukan oleh Kepolisian sebagai aparat penegak hukum dalam kerangka negara demokrasi. Sepanjang apa yang dilakukan oleh pengacara publik/advokat/pembela HAM tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, tidak boleh ada ancaman, apalagi kekerasan secara fisik. Hal itu secara jelas disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berulang kali menyebutkan bahwa Kepolisian dalam menjalankan tugasnya harus menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia.

Lebih dari itu, tindakan SP3 oleh Kapolres Jakarta Selatan adalah bentuk impunitas terhadap para pelanggar HAM. Kepolisian otomatis menambah daftar panjang “dosa-dosa” pelanggaran HAM yang telah dibuatnya terutama terhadap rakyat yang “melawan” kekuasaan yang menindas dengan cara-cara damai. Kapolres Jakarta Selatan juga melakukan penyalahgunaan kekuasaan karena melakukan penghentian penyidikan (SP3) tanpa alasan yang jelas. TAP-HAM dalam kasus ini mendudukkan Kapolda Metro Jaya sebagai Turut Termohon Praperadilan I dan Kapolri sebagai Turut Termohon Praperadilan II. [san]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

UPDATE

Program Belanja Dikebut, Pemerintah Kejar Transaksi Rp110 Triliun

Sabtu, 27 Desember 2025 | 08:07

OJK Ingatkan Risiko Tinggi di Asuransi Kredit

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:48

Australia Dukung Serangan Udara AS terhadap ISIS di Nigeria

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:32

Libur Natal Pangkas Hari Perdagangan, Nilai Transaksi BEI Turun Tajam

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:17

Israel Pecat Tentara Cadangan yang Tabrak Warga Palestina saat Shalat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:03

Barzakh itu Indah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:38

Wagub Babel Hellyana seperti Sendirian

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:21

Banjir Cirebon Cermin Politik Infrastruktur Nasional Rapuh

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:13

Jokowi sedang Balas Dendam terhadap Roy Suryo Cs

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:06

Komdigi Ajak Warga Perkuat Literasi Data Pribadi

Sabtu, 27 Desember 2025 | 05:47

Selengkapnya