Berita

Hong Kong/Net

Dunia

20 Persen Penduduk Hong Kong Hidup Di Bawah Garis Kemiskinan

SENIN, 20 NOVEMBER 2017 | 14:41 WIB | LAPORAN: AMELIA FITRIANI

Seperlima dari populasi di Hong Kong berada di bawah garis kemiskinan, meskipun pertumbuhan ekonomi terus berlanjut di negara tersebut.

Menurut data terbaru pemerintah Hong Kong, jumlah orang yang hidup di bawah garis kemiskinan meningkat menjadi 1,35 juta pada tahun 2016, sekitar 20 persen dari Hong Kong. Jumlah tersebut merupakan angka tertinggi sejak pemerintah mulai menerbitkan statistik di tahun 2009.

Meski memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat, ketimpangan ekonomi terjadi di masyarakat Hong Kong. Negara tersebut adalah pasar perumahan yang paling tidak terjangkau di dunia dan penduduk miskin terpaksa tinggal dalam kondisi kumuh, dengan beberapa orang tinggal di rumah sangat kecil dan kerap disebut dengan istilah "rumah peti mati".


Ketimpangan paling jelas terlihat di pasar properti yang tidak terjangkau. Sebuah analisis baru-baru ini menemukan bahwa harga untuk tempat parkir meningkat lebih cepat daripada flat di beberapa bagian Hong Kong. Biaya parkir naik rata-rata 167 persen dalam enam tahun terakhir, sementara harga flat meningkat sebesar 52 persen.

Kawasan paling miskin di negara ini terletak di distrik Sham Shui Po yang merupakan rumah bagi sejumlah besar imigran baru-baru ini dan etnis minoritas. Tingkat kemiskinan meningkat menjadi hampir seperempat dari populasi di wilayah tersebut.

Pejabat Hong Kong menyalahkan kenaikan kemiskinan pada populasi yang menua. Sedangkan kelompok sosial mengkritik pemerintah karena kurangnya tindakan pengentasan kemiskinan dan menuntut peningkatan pembayaran kesejahteraan.

"Pertumbuhan ekonomi tidak bisa membantu kelas bawah berbagi prestasi ekonomi," kata juru bicara Society for Community Organization, sebuah LSM yang bekerja dengan masyarakat miskin.

"Merefleksikan kemiskinan suram di Hong Kong, langkah-langkah pengentasan kemiskinan pemerintah tidak memiliki kekuatan, ketepatan dan intensitas," sambungnya seperti dimuat The Guardian.

Kelompok tersebut meminta pemerintah untuk mengeluarkan undang-undang yang memberlakukan diskriminasi usia dan meningkatkan skema kesejahteraan bagi orang tua. [mel]

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

Pidato Prabowo buat Roy Suryo: Jangan Lihat ke Belakang

Senin, 08 Desember 2025 | 12:15

UPDATE

BNN-BNPP Awasi Ketat Jalur Tikus Narkoba di Perbatasan

Jumat, 19 Desember 2025 | 00:09

Perkuat Keharmonisan di Jakarta Lewat Pesona Bhinneka Tunggal Ika

Jumat, 19 Desember 2025 | 00:01

Ahmad Doli Kurnia Ditunjuk Jadi Plt Ketua Golkar Sumut

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:47

Ibas: Anak Muda Jangan Gengsi Jadi Petani

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:26

Apel Besar Nelayan Cetak Rekor MURI

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:19

KPK Akui OTT di Kalsel, Enam Orang Dicokok

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:12

Pemerintah Didorong Akhiri Politik Upah Murah

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:00

OTT Jaksa oleh KPK, Kejagung: Masih Koordinasi

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:53

Tak Puas Gelar Perkara Khusus, Polisi Tantang Roy Suryo Cs Tempuh Praperadilan

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:24

Menkeu Purbaya Bantah Bantuan Bencana Luar Negeri Dikenakan Pajak

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:24

Selengkapnya