Hingga akhir tahun industri perbankan diperkirakan masih berjibaku mempercantik raÂsio kredit bermasalahnya (non performing loan/NPL). BerÂdasarkan data Bank Indonesia (BI), NPL gross perbankan hingga Agustus 2017 sebesar 3 persen, dan NPL net sebesar 1,4 persen.
Sampai akhir tahun pula, risiko kredit diramal masih cukup tinggi. Sehingga hal itu berpengaruh pada pencapaian kredit yang belum maksimal.
Direktur Keuangan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Iman Nugroho berpendaÂpat, kenaikan risiko kredit sebeÂnarnya berdampak positif bagi perbankan, yaitu agar lebih berhati-hati dalam menyalurkan pembiayaan. Yang kemudian pada akhirnya, menjadi salah satu cara antisipasi untuk menÂjaga NPL.
Di BTN sendiri, sambung Iman, pihaknya selalu berhati-hati dalam memberikan kredit, mengawasi kredit sampai lunas, hingga upaya restrukturisaÂsi. Cara ini cukup ampuh dalam menekan rasio kredit bermasalah perseroan.
"Kalau tidak bisa restrukÂturisasi lagi, ya disudahi dengan baik, melalui lelang atau sukarÂela dengan debitor," terangnya kepada
Rakyat Merdeka.
Direktur BTN Nixon NapituÂpulu menyebutkan, hingga akhir tahun, nilai kredit yang dihapus buku sebesar Rp 700 miliar. Angka ini lebih besar sedikit dari jumlah hapus buku BTN Rp 600 miliar pada akhir tahun lalu.
Dengan begitu, BTN akan mencatat rasio NPL yang lebih baik di tahun ini. Pada kuartal II-2017, BTN mencatat rasio NPL gross sebesar 3,23 persen dan NPL net sebesar 2,24 persen.
Sementara, Direktur KeuanÂgan dan Risiko Kredit PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Rico Rizal Budidarmo mengÂklaim, perseroan selalu berupaya melakukan perbaikan kualitas kredit. Ini ditunjukkan dengan rasio NPL BNI pada kuartal III- 2017 sebesar 2,8 persen, atau turun dari periode yang sama 2016 sebesar 3,1 persen. Selain itu, perbaikan kualitas kredit bank sampai September 2017 banyak disumbang oleh segmen menengah.
"Selain perbaikan kinerja dari debitor kelas menengah, kenaiÂkan kredit juga ikut mendorong penurunan rasio NPL. Kami terus melakukan perbaikan dari konteks industri dan nasabah," kata Rico.
Menurutnya, penurunan NPL ini juga merupakan keberhasilan dari strategi bank dalam menÂgelola aset. "Kami menghimpun aset di level rendah, mengelola efektifitas risiko kredit dan ekÂspansi kredit yang selektif. Kami optimis, sampai akhir tahun nanti bisa mencapai psosisi NPL sebesar 2,5 persen," imbuhnya.
Sebelumnya, Asisten GuberÂnur Kepala Departemen KebiÂjakan Ekonomi dan Moneter BI Dody Budi Waluyo mengatakan, seiring kenaikan risiko kredit, fungsi intermediasi juga nyaÂtanya belum optimal. PertumbuÂhan kredit Agustus 2017 masih rendah yaitu 8,3 persen, atau sedikit lebih tinggi dibandingkan Juli 2017 sebesar 8,2 persen. Sedangkan DPK tercatat tumbuh 9,6 persen atau lebih rendah dari Juli 2017 sebesar 9,7persen
year on year (yoy).
"Ke depan, BI optimistis fungsi intermediasi perbankan bisa lebih membaik sejalan denÂgan dampak penurunan bunga acuan dan pelonggaran makro prudensial," tuturnya. ***